BAB
I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Di era globalisasi yang semakin kompleks ini, banyak
tercipta permasalahan yang mengakibatkan manusia berbuat salah yang berdampak
pada kesehatan mentalnya. Dengan demikian peran konseling sangat penting untuk
membantu masyarakat atau individu memulihkan kesehatan mentalnya. Maka dari itu
kemampuan dan keterampilan konselor sangat diharuskan untuk diasah dan memahami
tehnik-tehnik dan model-model konseling yang akan membantunya dalam kelancaran
praktek konselingnya nanti.
Dalam hal ini, penulis memaparkan tiga model konseling
dari Sembilan model konseling yang dapat digunakan konselor untuk melaksanakan
praktik konselingnya terhadap konseli. Model konseling ini diantaranya ada
model konseling psikoanalistik,
behavioristic dan pendekatan gestalt.
Pendekatan
psikoanalisis dikenal dengan istilah psikodinamik yang di kembangkan oleh
Sigmund Freud. Pendekatan – pendekatan psikoanalisa atau psikodinamik
menganggap bahwa tingkah laku abnormal disebabkan oleh faktor – faktor
intrapsikis ( konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive ) yang mengganggu
penyesuaian diri. Konseling Behavioral pada mulanya disebut
dengan Terapi Perilaku yang berasal dari dua arah konsep yakni Pavlovian dari
Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-mula terapi ini dikembangkan
oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis. Tujuan terapi
adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-Respon
(S-R) sedapat mungkin.
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi
Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling
dasar dalam psikologi Gestalt.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana model
konseling psikoanalistik?
2.
Bagaiana model
konseling behavioristik?
3.
Bagaimana model
konseling gestalt?
1.3
TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui dan memahami model konseling
psikoanalistik.
2. Mengetahui dan memahami model konseling behavioristik.
3. Mengetahui dan memahami model konseling gestalt.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
MODEL KONSELING
PSIKOANALISTIK
A.
Tokoh
dan Sejarah Psikoanalistik
a.
Tokoh
Psikoanalisis
merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara
fisik. Psikoanalisis jelas terkait dengan tradisi Jerman yang menyatakan bahwa
pikiran adalah wujud yang aktif, dinamis dan bergerak dengan sendirinya.
Psikoanalisis merupakan psikologi ketidaksadaran. Perhatiannya tertuju kearah
bidang motivasi, emosi, konflik, mimpi-mimpi, dan sifat-sifat karakter.
Psikoanalisa dahulu lahir bukan dari psikologi melainkan dari kedokteran, yakni
kedokteran bidang sakit jiwa. Tokoh utama psikoanalisa ialah Sigmund Freud
(1896).
Psikoanalisis
adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia,
dan metode psikoterapi, berorientasi untuk berusaha membantu
individu untuk mengatasi ketegangan psikis yang bersumber
pada rasa cemas dan rasa terancam yang berlebih-lebihan (anxiety).
Menurut pandangan Freud, setiap manusia didorong oleh
kekuatan-kekuatan irasional di dalam dirinya sendiri, oleh motif-motif yang
tidak disadari dan oleh kebutuhan-kebutuhan alamiah yang bersifat
biologis dan naluri.
b.
Sejarah
Dimulai dari
suatu metode penyembuhan penderita sakit jiwa, hingga menjadi sebuah gagasan
baru tentang manusia, psikoanalisis dianggap salah satu gerakan revolusioner
dalam bidang psikologi. Peletak dasar teori ini adalah Sigmund Shlomo Freud
yang dilahirkan di Moravia, Cekoslovakia pada tanggal 6 mei 1856, pada usia 4
tahun bersama keluarganya Freud pindah ke Wina, Austria. Kondisi politik
Austria saat itu membatasi ruang geraknya untuk bisa meneruskan cita-citanya
kuliah di fakultas hukum, sehingga Freud memutuskan untuk mengambil jurusan
kedokteran, dan pada usia 25 tahun dia telah lulus dan bekerja di sebuah rumah
sakit di kota Wina. Di sini Freud bertemu dengan seorang dokter dokter
spesialis syaraf bernama Josef Breuer, yang sedang merawat seorang pasien
dengan gejala-gejala histeria bernama Bertha Pappenheim.
Pada tahun
1885 Freud mendapatkan kesempatan untuk pergi ke Paris selama 4 bulan dan
bertemu dengan Jean Charchot, seorang ahli syaraf dan hipnotis berkebangsaan
Jerman. Dari beliau, Freud belajar tentang penggunaan hipnotis untuk
menyembuhkan gejala-gejala histeria. Sepulangnya dari Paris, di Wina Freud
kembali bekerja sama dengan Breuer dan menghasilkan sebuah buku yang sangat
terkenal Studies of Hysteria (Freud & Breuer, 1895).
Buku ini
kemudian menjadi dasar bagi penelitian-penelitian Freud selanjutnya, beliau
pertama kali memperkenalkan istilah psikoanalisa pada tahun 1896.
Tulisan-tulisan Freud berikutnya pada periode tahun 1890-an banyak membahas
tentang pentingnya peningkatan kesadaran individu tentang kehidupan
seksualitasnya. Menurut Freud gejala-gejala histeria dan neurosis disebabkan
oleh pengalaman seksual yang traumatis pada masa kecil.
Freud
melakukan penelitian dan ditulis dalam karya terbesar Freud yaitu Interpretation
of Dreams, yang diselesaikannya pad tahun 1899, berisi tentang konsep bahwa
mimpi merefleksikan harapan-harapan yang ditekan, dan bahwa proses mental dan
fisik itu saling berhubungan satu sama lain, sebuah konsep yang saat itu banyak
mendapatkan penolakan dari masyarakat luas
Seiring
dengan penolakan tersebut, respon positif mulai berdatangan dari beberapa
simpatisan, dimulai dengan mengadakan forum the Wednesday Psychological
Society (1902) hingga menjadi the Vienna Psychoanalytic Society (1908).
Pada tahun-tahun itu Fr eud juga menjadi semakin produktif dalam menulis,
beberapa buku berhasil diterbitkannya antara lain : the Psychopathology of
Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes
and Their Relation to the Unconscious (1905). Sebuah peristiwa penting yang
akhirnya memberikan pengakuan terhadap psikoanalisa dan membawanya ke Amerika
adalah undangan dari Stanley Hall untuk memberikan kuliah umum di Clark
University di Worcester, Massachusetts pada tahun 1909. Setelah itu perhatian
dunia semakin besar terhadap teori Psikoanalisa, ditambah dengan terbitnya buku
penting Freud yang lain seperti Introductory Lectures on Psycho-Analysis
(1917) dan the Ego and the Id (1923).
Sigmund
Freud terus aktif berkarya hingga maut menjemputnya pada tahun 1939 karena
penyakit kanker mulut dan rahang yang telah dideritanya selama 16 tahun
terakhir, dan melewati 33 kali operasi. Beliau meninggal dunia di London pada
usia 83 tahun dan meninggalkan warisan yang tidak ternilai bagi dunia psikoterapi
modern.
B.
Konsep
Dasar Teori
Freud
memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan
dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud
menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga
menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan
segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan
melingkar ke arah kematian.
Sumbangan
terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketidaksadaran
yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah
kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar fungsi psikologis
terletak di luar kawasan kesadaran, maka sasaran terapi psikoanalitik
adalah membuat motif-motif tidak sadar menjadi disadari. Dari perspektif ini,
terapi adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku,
dan bagian-bagian yang direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat.
Selain
kesadaran, kecemasan juga menjadi hal yang esensial untuk menggambarkan tentang
sifat manusia. Apabila tidak dapat mengendalikan kecemasan melalui cara-cara
yang rasional dan langsung maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak
relistis yaitu tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego. Freud
menyakini bahwa individu yang hati nuraninya berkembang baik cenderung
merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral
yang dimilikinya.
Beberapa
konsep dasar dari psikoanalisa diantaranya:
a.
Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir
dengan dorongan-dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di
dalam ke arah dorongan itu.
b.
Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial dan
destruktif terhadap dirinyadan orang lain. Libido mendorong manusia ke arah
pencarian kesenangan.
c.
Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan
irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.
d.
Alam sadar adalah bagian kesadaran yang memiliki
fungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini
memiliki ruang yang terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan
yang ada di sekitar kita.
e.
Alam prasadar yaitu bagian dasar yang menyimpan ide,
ingatan dan perasaan yang berfungsi mengantarkan ide, ingatan dan perasaan
tersebut ke alam sadar jika kita berusaha mengingatnya kembali.
f.
Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran
yang terbesar dan sebagian besar yang terpenting dari struktur psikis, karena
segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat
disadari lagi akan tersimpan didalamnya.
g.
Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri
dan pada orang lain.
h.
Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan
perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri
sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom.
i.
Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan
perasaan seksual diri sendiri.
C.
Pemahaman
Individu
a. Hakikat Manusia
Freud
memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan
dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa
psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud
menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga
menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan
segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan
melingkar ke arah kematian.
Berdasarkan
dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis tentang
hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :
a.
Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada
masa dewasa
b.
Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi
perilaku-perilaku
c.
Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan
mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahir
d.
Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan
ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatan
e.
Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah
pada perilaku neurosis
f.
Apa yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan
pada sebab-sebab di masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan
di masa yang akan datang
g.
Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh
penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses
terapi.
b. Perkembangan Perilaku
a)
Struktur Kepribadian
Menurut pandangan
Psikoanalisis, struktur kepribadian manusia tersusun secara struktural, dimana
terdapat subsistem yang berinteraksi secara dinamis, yaitu id, ego, dan
superego.
1)
Id, atau biasa disebut struktur
kepribadian primitif adalah sistem kepribadian yang dimiliki individu sejak
lahir, yang dihubungkan dengan faktor biologis dan hereditas. Digerakkan oleh
libido, yaitu energi psikis untuk dapat beradaptasi secara fisiologis dan
sosial untuk mempertahankan dan mengembangkan spesiesnya. Prinsip kerjanya
selalu mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan.
Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara langsung berpengaruh terhadap
perilaku seseorang tanpa disadari.
2)
Menurut Freud terdapat dua insting dasar dalam Id,
yaitu Eros dan Thanatos. Eros merupakan
insting untuk bertahan hidup, dengan libido sebagai dorongan utama. Sedangkan Thanatos
merupakan insting yang mendorong individu untuk berperilaku agresif dan
destruktif.
3)
Ego, adalah strukutur kepribadian yang
tidak diperoleh saat lahir, tetapi dipelajari sepanjang berinteraksi dengan
lingkungannya. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan,
merupakan eksekutif dari struktur kepribadian yang bertugas memerintah,
mengendalikan, dan mengatur. Ego mempunyai tugas sebagai “penengah” antara
dorongan-dorongan biologis (Id) dan tuntutan atau hati nurani yang terbentuk
dari orang tua, budaya, dan tradisi ( superego). Ego bertindak realistis dan
berfikir logis dalam merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan
kebutuhan. Hubungan antara ego dengan id, adalah bahwa ego adalah tempat
bersemayamnya inteligensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan
impuls buta id, sementara id hanya mengenal kenyataan yang subyektif.
4)
Superego, adalah struktur kepribadian yang
berhubungan dengan tindakan baik-buruk, benar-salah. Superego dikembangkan dari
kebudayaan dan nilai sosial, terbentuk karena adanya interaksi dengan orang tua
dan masyarakat, merepresentasikan hal-hal yang ideal, dan mendorong individu
kepada kesempurnaan, bukan kesenangan semata. Dapat dikatakan superego
merupakan kata hati seseorang dan sebagai alat kontrol dari dalam individu
untuk menentang kehendak Id. Tempatnya pada alam sadar dan terbentuk sejak
kanak-kanak lalu terus berkembang hingga dewasa.
Sehingga
menurut Freud, struktur kepribadian merupakan sistem yang kompleks,
karena adanya interaksi antara tuntutan Id, dunia realitas yang dimiliki Ego
dan harapan moral Superego.
b)
Perkembangan kepribadian
o Kepribadian
berkembang sehubungan dengan empat macam pokok sebagai sumber ketegangan,
yaitu: proses pertumbuhan fisiologis (kedewasaan), Fermustasi, Konflik, dan
Ancaman.
o Perekembangan
kepribadian anak mempunyai tingkatan yang berbeda-beda dari sejak lahir sampai
berumur 5 tahun, adalah merupakan periode dasar yang masih belum stabil, maju
meningkat pada masa pemuda dan menuju ketenangan pada masa dewasa.
o Fase-fase
perkembangan tersebut adalah:
o Fase oral
(0-1 tahun) pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari pada
aktivitas dinamis
o Fase anal
(1-3 tahun) pada fase ini kateksis dan anti kateksis berpusat pada anal
(pembuangan kotoran)
o Fase Phallis
(3-5 tahun) pada fase ini alat kelamin merupkan daerah erogen terpenting
o Fase latent
(5-13 tahun) pada fase ini implus-implus cenderung untuk ada dalam keadaan
tertekan
o Fase
pubertas (12-20 tahun) Pada fase ini menonjol dan membawa aktivitas dinamis
kembali.Fase geital (20-keatas) Pada fase ini individu telah berubah dari
mengejar kenikmatan, menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan
realitas.
c)
Pribadi sehat dan bermasalah
Manusia yang
memiliki kepribadian sehat menurut pandangan psikoanalisa antara lain:
1.
Orang yang bergerak menurut pola perkembangan yang
ilmiah
2.
Dapat mengatasi kecemasan dan tekanan yang ada dalam
hidupnya
3.
Kinerja yang seimbang antara id, ego dan super ego
4.
Pada alam pikiran tidak sadar dan kreativitas sebagai
kompensasi untuk masa anak-anak yang traumatis
5.
Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam
tingkah laku sekarang
Sedangkan
manusia yang memiliki kepribadian yang menyimpang atau tidak sehat menurut
psikoanalisa antara lain:
1.
Individu bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau
tahu kenyataan
2.
Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan
dan keinginan
3.
Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif
4.
Masalah-masalah kepribadian berakar pada
konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi atau proses belajar yang tidak
benar pada masa anak-anak
D.
Tujuan Konseling
Menurut Corey (2005), tujuan terapi psikoanalisa
adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu, dengan cara
merekonstruksi, membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau, yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu
konseli untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal
yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli. Secara spesifik, membawa
konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan
kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual,
menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan
menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli untuk
menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.
Tujuan konseling pendekatan psikoanalisis adalah untuk
membentuk kembali struktur kepribadian konseli dengan jalan mengembalikan hal
yang tidak disadari menjadi sadar kembali. Proses konseling dititik beratkan
pada usaha konselor agar konseli dapat menghayati, memahami dan mengenal
pengalaman-pengalaman masa kecilnya terutama antara umur 2-5 tahun. Pengalaman-pengalaman
tersebut ditata, didiskusikan, dianalisis, dan ditafsirkan dengan tujuan agar
kepribadian konseli dapat direkontruksi kembali.
Jadi penekanan konseling adalah pada aspek afektif
sebagai pokok pangkal munculnya ketidaksadaran manusia. Sudah barang tentu
tilikan kognitif tetap diperhatikan, akan tetapi tidak sepenting aspek afektif.
E.
Karakteristik
Terapi freud lebih berpengaruh lebih bila dibadingkan
teknik terapi yang dikembangkan oleh ahli lainnya. Teknik terapi Freud memiliki
karakteristik tertentu :
a. Dilaksanakan dalam suasana santai
Terapi dilakukan Freud dalam suasana santai. Suasana
seperti itu diciptakan Freud melalui penataan ruang, warna dinding, pecahayaan
dst yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga klien betul-betul merasa nyaman
dan betah berada diruang tersebut. Dengan suasana santai Frued berharap
konflik-konflik yang telah ada di alam tidak sadar akan mudah ke alam sadar.
b. Klien diberikan kebebasan
Dalam terapi Freud, klian dibebaskan untuk bicara apa
saja termasuk menangis, menjerit, mengumpat, dst. Jika klien mengalami bloking
atau kebuntuan Freud berusaha membantu sehingga terjadilah asosiasi antara apa
yang ada dalam alam tak sadar dengan apa yang diberikan oleh terapis
c. Waktu pelaksanaan
Pertemuan terapeutik, pertemuan antara klien dan
terapis dalam psikoterapi, biasa dilakukan 4 atau 5 kali seminggu (1-2 jam
pertemuan), selama 2 sampai 3 tahun.
F.
Teknik
Konseling
a. Asosiasi bebas
Teknik pokok dalam terapai
psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan
pikiranya adari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa
yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala
sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa
sensor.
Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.
Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.
Asosiasi bebas adalah satu metode
pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan
dengan situasi traumatic di masa lalu. Hal ini dikenal sebagai kataris. Kataris
secara sementara dapat mengurangi pengalaman klient yang menyakitkan, akan
tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses penyembuhan. Sebagai suatu
cara membantu klient memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, konselor
menafsirkan makna-makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama asosiasi
bebas tugas konselor untuk mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci
dalam ketidaksadaran. Urutan asosiasi membimbing konselor dalam pemahaman
kaitan klient membuat peristiwa-peristiwa. Konselor menafsirkan materi kepada
klient, membimbing kearah peningkatan tilikan kedalam dinamika dirinya yang
tidak disadari.
b. Interpretasi
Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi
bebas, analisi mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi.
Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien
tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi
dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego
untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang
tersembunyi. Interpretasi mengarahkan tilikan dan hal-hal yang tidak disadari
klient.
Hal yang penting adalah bahwa interpretasi harus
dilakukan pada waktu-waktu yang tepat karena kalau tidak klient dapat
menolaknya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai
teknik terapi. Pertama, interpretasi hendaknya disajika pada saat gejala yang
diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klient. Kedua,
interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permulaan dan baru menuju ke hal-hal
yang dalam yang dapat dialami oleh situasi emosional klient. Ketiga, menetapkan
resistensi atau pertahanan sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.
c. Analisis mimpi
Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal
yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada
masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lebih
lemah dan perasaan-perasaan yang tertekan muncul kepermukaan. Freud melihat
bahwa mimpi sebagai “royal road to the uncouncious” dimana didalam mimpi semua
keinginan, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan. Beberapa
motivasi yang tidak diterima oleh orang lain, dinyatakan dalam simbolik
daripada secara terbuka dan langsung.
d. Resistensi
Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang
tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap
kecemasan. Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan
klien untuk menyadari alasan timbulnya resistensi.
e. Transferensi
Transferensi
(pemindahan).transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada
saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan
orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis
sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.
G.
Tahap Konseling
a. Tahap pembukaan
Tahap ini
terjadi pada permulaan interview hingga masalah klien di tetapakan.
b. Pengembangan tranferensi
Perkembangan
dan analisis transferensi merupakan inti dalam psikoanalisis. Pada fase ini
perasaan klien mulai di tunjukan kepada konselor, yang di anggap sebagai orang
yang telah menguasainya di masa lalunya.
c. Bekerja melalui transferensi
Tahap ini
mencakup mendalami pemecahan dan pengertian klien sebagi orang yang terus
melakukan transferensi. Tahap ini dapat tumpang tindih dengan tahap sebelumnya,
hanya saja transferensi terus berlangsung, dan konselor berusaha memahami
tentang dinamika kepribadian kliennya.
d. Resolusi transferensi
Tujuan pada
tahap ini adalah memecahkan perilaku neoretik klien yang di tunjukan kepada
konselor sepanjang hubungan konseling. Konselor juga mulai mengembangan
hubungan yang dapat meningkatkan kemandirian pada klien dan menghindari adanya
ketergantungan klien kepada konselornya.
Jika klien
dan konselor berkeyakinan bahwa transferensi bekerja terus, konseling dapat di
akhiri untuk menghindari klien melawan konselor. Jika hubungan konseling tidak
di akhiri maka konselor dapat mengikuti transferensi itu untuk mengembangkan
secara objektif sehingga tercapai otonomi klien.
H. Peran Konselor dan Konseli
a. Peran Konselor
Karakteristik
konselor dalam psikoanalisa adalah membiarkan dirinya anonim serta hanya
berbagi sedikit saja perasaan dan pengalaman pribadinya kepada konseli. Peran
utama konselor dalam konseling ini adalah membantu konseli dalam mencapai
kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam
menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis, serta dalam rangka
memperoleh kembali kendali atas tingkah lakunya yang impulsif dan irasional.
Konselor
membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian melakukan serangkaian
kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor juga memberikan perhatian
kepada resistensi konseli untuk mempercepat proses penyadaran hal-hal yang
tersimpan dalam ketidaksadaran. Sementara konseli berbicara, konselor berperan
mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-tafsiran terhadap informasi
konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari
konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan proses arti proses
kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya sendiri,
mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli mampu
mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.
b. Peran Konseli
Konseli
harus bersedia terlibat dalam proses konseling secara intensif, dan melakukan
asosiasi bebas dengan mengatakan segala sesuatu yang terlintas dalam
pikirannya, karena produksi verbal konseli merupakan esensi dari kegiatan
konseling psikoanalisa. Pada kasus-kasus tertentu konseli diminta secara khusus
untuk tidak mengubah gaya hidupnya selama proses konseling. Dalam pelaksanaan
konseling psikoanalisis, klien menelusuri apa yang tepat dan tidak tepat pada
tingkah lakunya dan mengarahkan diri untuk membangun tingkah laku baru.
I.
Kelemahan dan Kelebihan
a. Kelemahan
·
Terlalu banyak menekankan pada masa kanak-kanak dan menganggap
kehidupan seolah-olah sepenuhnya ditentukan masa lalu
·
Terlalu meminimalkan rasionalitas
·
Perilaku hanya ditentukan oleh energy psikis
·
Penyembuhan dalam psikoanalisanterlalu rasional
·
Penelitian kurang banyak medukung data.
b. Kelebihan
·
Menggunakan interview sebagai terapi
·
Pentingnya masa kanak-kanak dalam perkembangan
kepribadian
·
Adanya motivasi yang tidak selamanya disadari
·
Adanya penyesuaian antara teori dan teknik
·
Keterbatasan
J.
Contoh
- contoh Kasus
Kepribadian Perspektif Psikoanalisa Dalam Studi Kasus Pada
Lesbian
Cerita
Seorang Mira
Disebuah
perumahan didaerah depok timur ada seorang anak kecil yang bernama mira dia
adalah seorang gadis yang lucu dan ceria , dia hidup bersama kedua orang tuanya
dan ke2 kakaknya , namun diusianya yang beranjak 6thn ada kejadian yang
membuatnya ini sering sekali merasa ketakutan apalagi pada saat dekat ayahnya ,
karna dia sering melihat perlakuan ayahnya yang tidak senonoh pada kedua
kakanya dan juga terlebih-lebih pada ibunya . pada saat itu ayahnya sering sekali
memukuli tanpa segan-segan benda tajam pun sering ia pakai untuk menyiksa
ibunya jika ibunya memiliki sedikit kesalahan. Setelah kejadian pahit yang
telah dialaminya bertahun-tahun hingga mira beranjak dewasa dengan usia
15tahun. ada banyak rasa kekecewaan hingga membuatnya sering mengalami
ketakutan yang berlebihan.Dia tidak menyangka sesosok pria yang slama ini dia
banggakan hanya dapat menyakiti seorang wanita lemah . karna rasa sakit yang
timbul dalam hatinya mulai merasuk kedalam jiwa dan menjadikan dia traumatis
atau ketakutan yang berlebihan dbawah alam sadar akan sesuatu hal. Semenjak
kejadian itu akhirnya mira pun mulai menutup dirinya terlebih lebih pada
seorang pria.
Disaat mira
mulai memasuki bangku SMU dia mulai mempunyai banyak teman dan salah satu teman
terbaik dia disekolah adalah shisha . karna saat bersama shisha , mira
merasakan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Saat bersama
shisha dia bisa berbagi semua beban yang selama ini dia pendam seorang diri .
dimata dia shisha adalah sesosok wanita yang sangat mengerti dia saat ini dan
selalu menemani dia kapan pun dia butuh namun ternyata dibalik semua itu
terjadi sesuatu hal yang tanpa ia sadari telah menyentuh hatinya karna
kenyamanan yang dia rasakan pada shisha membuat dia menyukai shisha . Dia pun
akhirnya menikmati setiap saat bersama shisha dan semenjak kejadian itu mira
semakin hari semakin membenci pria disekeliling dia apalagi jika pria itu mulai
menyukai dia maka dengan sinis pula dia menanggapi pria-pria yang ingin
mendekati dia , karena mira masih sering kali terbayang-bayang akan masa lalu
dia sehingga dia takut untuk menjalin hubungan dengan berbagai pria , dia takut
kejadian yang dialami ibunya juga ke2 kakak perempuanya terjadi pada dirinya
juga.
Kepribadian
Mira Dalam Perspektif Psikoanalisis
Dalam
pandangan psikoanalisa yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian adalah adanya
trauma dimasa lalu yang dalam perkembangan selanjutnya berpengaruh pada
kepribadian khususnya struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan
superego. Id yang merupakan komponen biologis dan berprinsip pada kesenangan
(pleasure principle), ego merupakan komponen psikologis yang berpirinsip
kenyataan, sedangkan superego memiliki fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja,
dinamisme, dan mekanisme sendiri. Dominasi energi id yang terjadi dalam diri
mira disebabkan oleh lemahnya energi ego dan superego, karena pada dasarnya
kemunculan perilaku menurut Freud selalu dilatar belakangi oleh dialog antara
id, ego dan superego.Apabila ego dan superego yang dimiliki mira tidak kuat
maka dalam proses dialog akan selalu dimenangkan oleh id dan perilaku yang
muncul akan selalu didominasi oleh tujuan tujuan untuk memperoleh kesenangan,yangmerupakanprinsipkerjaid.
Dalam
menjalin hubungan dengan teman perempuannya mira sangat menikmati dan tanpa
rasa bersalah karena rasa bersalah telah dibuangnya, dan menurut Mira membangun
suatu hubungan yang intens dengan teman perempuannya lebih mendapat kepuasan
dan kenyamanan batin dan lebih mengetahui titik-titik kepuasan perempuan dan
kenikmatan seksual mudah tercapai. Kondisi seperti ini, id mendominasi karena
sifat id yang instingtual mengeksternalisasikan diri melalui sebuah prinsip
kenikmatan (pleasure principle) dan agar tujuan prinsip kesenangan tercapai
maka id memproduksi libido kesenangan yang disebut hasrat seksual. Meskipun ego
sebenarnya menyangkal untuk melindungi diri dari kenyataan yang tidak
menyenangkan bahwa lawan jenis tidak bisa memberikan kenyaman batin dan tidak
bisa berkomitment namun superego tidak bisa menghalangi impuls-impuls dari id
dan tidak bisa mendorong ego yang berprinsip realita menjadi prinsip moralistis
sehingga ia melanggar aturan yang telah ada di lingkungannya, bahwa seorang
perempuan tidak boleh menyukai sesama jenisnya. Rasa malu, bersalah dan minder
sebenarnya bukan dibuang tetapi direpresi dalam bawah sadarnya (unconciousness)
karena id lebih mendominasi dalam tingkah lakunya, membutuhkan rasa nyaman dan
dimengerti oleh orang lain
2.2
MODEL KONSELING
BEHAVIORISTIK
A.
Tokoh dan Sejarah Behavioristik
a.
Tokoh
Teori
pendekatan Behavioristik adalah aliran
psikologi kedua terbesar saat ini. Aliran ini diperkenalkan oleh John B. Watson
(1878-1958). Pada dasarnya, aliran ini mencoba untuk mengilmiahkan semua
perilaku manusia, yang pada akhirnya memunculkan paradigma bahwa semua perilaku
manusia dapat diamati, sehingga dapat dilakukan penilaian secara objektif.
Watson dalam (Hartono dan Soedarmadji, 2012 : 117) menyatakan bahwa kau
behavioris mencoret dari kamus istilah mereka semua peristilahan yang bersifat
subjektif seperti sensasi, persepsi, hasrat, termasuk berpikir dan emosi sejauh
kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.
Tokoh
dalam aliran behavioristic, diantaranya Edward, Thorndike, Clark Hull, John
Dolard, Bandura, Kazdin, Pavlov, Neal Miller dan BF Skinner. Sampai saat ini,
banyak karya Skinner yang masih digunakan dalam membantu konseli melalui proses
terapi konseling.
b.
Sejarah
Perkembangan
koseling behavioral bertolak dari perkembanngan
aliran behavioristik dalam perkembangan psikologi
yang menolak pendapat aliran strukturalisme yang
berpendapat bahwa mental, pikiran dan
perasaan hendaknya ditemukan terlebih dahulu bila perilaku manusia ingin
difahami, maka munculah teori introspeksi. Aliran Behaviorisme
menolak metode introspeksi dari aliran
strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa
menurut para behaviorist metode introspeksi tidak
dapat menghasilkan data yang objektif,
karena kesadaran menurut para behaviorist adalah
sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara
langsung, secara nyata (Walgito, 2002 : 53 ).
Bagi aliran Behaviorisme yang menjadi focus perhatian
adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku,
tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.
Pada awalnya
behaviorisme lahir di Rusia dengan tokohnya Ivan Pavlov, namun pada
saat yang hampir bersamaan di Amerika
behaviorisme muncul dengan salah satu tokoh utamanya John B.
Watson. Watson memandang Inti dari behaviorisme adalah memprediksi dan
mengontrol perilaku. Karyanya diawali dengan artikelnya psychology as
the behaviorist views it pada tahun 1913. Di dalam artikelnya tersebut
Watson mengemukakan pandangan behavioristiknya yang membantah pandangan
strukturalisme dan fungsionalisme tentang kesadaran. Menurut Watson (behaviorist
view) yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran,
kaena kesadaran adalah sesuatu yang tidak dapat
diobservasi secara langsung, secara nyata. Metode-metode
obyektif Watson lebih banyak menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak,
seperti sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada
anak-anak.
B.
Konsep Dasar Teori
Behavioristik
Konseling
behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang
menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak. Muhamad Surya (1988:186)
memaparkan bahwa dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil
belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses
atau pengalaman belajar untuk membantu individu untuk mengubah perilakunya agar
dapat memecahkan masalahnya. Hal yang paling mendasar dalam konseling
behavioral adalah penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, seperti konsep reinforcement, yang nerupakan bentuk adaptasi dari
teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisiaan operan dari Skinner.
Menurut
Krumboltz& Thoresen (Surya, 1988:187) konseling behavioral adalah
suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan
tertentu. Sejak perkembangannya tahun 1960-an,
teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek
perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral
berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan
perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif
(Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi
behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk
belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis.
Dasar teori
terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil kombinasi
: (1) belajar di waktu yang lalu dalam hubungannya dengan keadaan yang
sekarang, (2) keadaan motivasional sekarang dan efeknya terhadap kepekaan
terhadap lingkungan, (3) perbedaan-perbedaan biologik baik genetik atau karena
gangguan fisiologik.
Dalam hal
ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan
tersendiri mengenai perilaku, yaitu :
a)
Respon tidak perlu selalu ditimbulkan oleh stimulus,
akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh reinforcement (penguatan).
b)
Lebih menekankan pada studi subjek individual
ketimbang generalisasi kencenderungan kelompok.
c)
Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap
terbentuknya perilaku ketimbang motivasi di dalam diri.
Perkembangan
pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal
radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini
dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan
sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia.
C.
Pemahaman Individu
c. Hakikat Manusia
Hakikat
manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan mekanistis, manusia
dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan
keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi Muhamad Surya
(1988:186) menjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori
behavioristiksebagai berikut: dalam teori ini menganggap manusia
bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol
terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam
memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi
terhadap lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang
kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak
dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Konseling
behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:
a)
Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia
itu hak untuk berbuat baik/buruk/jahat.
b)
Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi
oleh interaksi dengan lingkungan.
c)
Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi
dengan lingkungannya.
d)
Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan
belajar.
e)
Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan.
b. Perkembangan Perilaku
a)
Struktur Kepribadian
Kaum
behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti pada aliran lain
seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian behavioristik bahwa
kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu sendiri. Dengan kata lain
bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui melalui tingkahlaku yang tampak dan
diamati (observable behavior).Selain itu ada pandangan dualiasme yang
berkembang dalam pendekatan behavior bahwa manusia memiliki jiwa, raga, mental,
fisik, sikap, perilaku dan sebagainya (Latipun, 2005). Seperti yang dijabarkan
dibawah ini:
1)
Lingkungan dan pengalaman menjelaskan bagaimana
kepribadian seseorang dibentuk.
2)
Dualisme, seperti jiwa-raga, raga-semangat,
raga-pikiran bukan merupakan validitas keilmuan pada pembentukan, prediksi dan
control dari perilaku manusia.
3)
Walaupun pembentukan kepribadian memiliki batsan
genetis namun efek dari lingkungan dan stimulus dari dalam memiliki pengaruh
dominan.
4)
Dalam membentuk sebuah teori dari kepribadian prediksi
dan control dan perilaku merupakan hal terpenting. Tidak ada yang lebih penting
selain kebebasan dalam penentuan respon.
5)
Semua perilaku dapat dipisah menjadi operant
respondent yaitu individual respon yang berbeda dalam pengaruh control dari
stimulus lingkungan.
b)
Pribadi sehat dan bermasalah
1)
Pribadi sehat
Dalam
pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai berikut;
o Dapat
merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
o Tidak kurang
dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi kebutuhan.
o Mempunyai
derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau bertingkah laku dengan
tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
o Dapat
mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
o Mempunyai self
control yang memadai
2)
Pribadi bermasalah
Kepribadian
yang dipandang bermasalah menurut teori ini adalah sebagai berikut;
o Tingkah laku
yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
o Tingkah laku
yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang
salah.
o Tingkah laku
maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan
tepat.
o Ketidak
mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan lingkungan
o Tingkah laku
yang tidak wajar menurut standard nilai, yang kemudian menimbulkan
konflik dengan lingkungan
Adapun ciri-ciri dari karakteristik
konseling behavioral antara lain adalah, yaitu :
·
Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan
karena itu dapat dirubah.
·
Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan
individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan;
prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan
dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan.
·
Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya
“reinforcement” dan “sosial modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan
prosedur-prosedur konseling.
·
Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari
perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus konseli diluar dari
layanan konseling yang diberikan.
·
Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau
ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus di desain untuk membantu
konseli dalam memecahkan masalah khusus.
D.
Teknik Konseling
a.
Self-Management
Istilah
Self-Management mengacu pada harapan
agar konseli dapat lebih aktif dalam proses terapi. Cormier & Cormier
(Hartono dan Soedarmadji, 2012 : 125) menyatakan, bahwa keaktifan ini
ditunjukkan untuk mengatur atau memanipulasi lingkungan sesuai dengan perilaku
apa yang akan dibentuk. Ada beberapa catatan untuk melaksanakan teknik ini,
yaitu :
1)
Konseli harus aktif berperan dalam setiap
bagian proses konseling
2)
Konseli didorong untuk melakukan
instropeksi diri dan mengajari aspek-aspek konseling dengan cara mengembangkan
tindakan yaitu keterampilan yang spesifik.
3)
Konseli harus berpikir bahwa proses
konseling berhubungan dengan kejadian internal
4)
Konseli mempunyai tanggung jawab yang
besar terhadap hasil yang akan dicapai
5)
Konseli belajar teknik self-reinforcement
6)
Konselor bertindak sebagai mentor
William
dan Long (1979) memberikan beberapa langkah yang dapat digunakan untuk
menjalankan teknik self-managenment, yaitu
:
1) Menyeleksi
tujuan konseling
2) Memonitor
perilaku yang menjadi target
3) Mengubah
setting kejadian
4) Mengembangkan
konsekuensi yang efektif
5) Konsolidasi
tujuan yang ingin dicapai
Cormier&
Cormier (1958) menyatakan bahwa agar pelaksanaan strategi self-management ini dapat dilaksanakan secara efektif, aka ada beberapa factor yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1) Kombinasi
beberapa strategi konseling dimana beberapa diantaranya berfokus pada antecedent dan yang lainnya pada
konsekuensi dari perilaku tertentu
2) Konsistensi
penggunaan salah satu strategi dalam kurun waktu tertentu
3) Bukti
evaluasi diri konseli, penentuan sasaran dengan standar tinggi
4) Gunakan
self-reinforcement secara tertutup,
verbal atau dengan bentuk materi-materi tertentu
5) Adanya
dukungan eksternal/lingkungan
b.
Disensitisasi Sistematik
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling
behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan
yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini
adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan
pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan
secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik
relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara
negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Tahapan yang harus dilakukan oleh konseli dalam menjalankan
teknik ini antara lain :
1)
Konselor menjelaskan
konseli bahwa proses perubahan tingkah laku tidak akan berhasil jika konseli
tidak mempunyai keyakinan bahwa masalahnya itu merupakan hasil belajar, maka
dapat pula dihilangkan melalui prses belajar.
2)
Konseli diajak untuk
tenang. Untuk menenangkan konseli ini bias diajarkan oleh konselor (relaksasi)
atau atas inisiatif konselor sendiri.
3)
Konselor bersama konseli
mulai menyususn suatu daftar kejadian yang berhubungan dengan masalah
(ketakutan) konseli. Kejadian-kejadian yang mungkin tidak berurutan itu
kemudian diurutkan dari yang tidak menakutkan hingga yang paling menakutkan.
4)
Dalam mengurutkan
peristiwa itu, konselor memberikan angka secara berurutan (0-10).
5)
Konselor meminta konseli
untuk mengepalkan tangan, jika ia merasa tidak enak saat konselor menyatakan
urutan peristiwa. Apabila konseli bisa mengatasi rasa tidak enak tersebut, maka
konseli diminta untuk mengangkat telapak tangannya. Perlu diingat bahwa konseli
perlu dijaga suasana santainya. Pada saat konseli merasa tidak enak
perasaannya, konselor sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan ke hal-hal lain
yang sifatnya tidak menakutkan diri konseli.
Walker (1997) menyatakan bahwa strategi ini dapat diberikan
kepada konseli yang memiliki kecemasan tinggi. Pada terapi ini, hal-hal yang
perlu diperhatikan konselor antara lain :
1)
Konseli diminta untuk
membayangkan tingkatan kecemasan yang paling rendah.
2)
Jika tingkatan terendah
konseli tidak memengaruhi perilakunya, maka konseli diminta untuk membayangkan
tingkat kecemasan berikutnya.
3)
Konseli diminta untuk
mengangkat tangan atau menunjukkan jari jika dia merasakan kecemasan untuk
kembali ke tingkat kecemasan yang lebih rendah
4)
Perlakuan ini dilakukan
sampai konseli bias beradaptasi dengan kecemasan yang lebh tinggi
c.
Latihan asertif
Teknik
ini sangat efektif bila dipakai untuk mengatasi masalah-masalah yang
berhubungan dengan rassa percaya diri, pengungkapan diri, atau ketegasan diri.
Corey (1986) menyatakan bahwa latihan aserfatif akan sangat berguna bagi mereka
yang mepunyai masalah tentang :
1)
Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau
rasa tersinggung
2)
Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan
selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya
3)
Mengalami kesulitan untuk mengatakan
“tidak”
4)
Kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan
respo-respon positif lainnya
5)
Merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikirannya sendiri.
Hjelle
& Ziegler (1994) menyatakan langkah-langkah yang harus dilakukan, yaitu :
1) Beri
instruksi kepada konseli dengan jelas (eksplisit) tentang peran konseli yang
ingin dilatihkan.
2) Demonstrasikan
perilaku apa yang diinginkan oleh konseli dan minta konseli untuk mengikuti.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat perhatian konseli terhadap perilaku
yang akan dilatihkan.
3) Minta
konseli untuk menetapkan permainan peran yang akan diamatinya. Permainan peran
ini dapat dilaksanakan secara overtly (dilakukan/dipraktikkan)
atau cpvertly (hanya dalam benak
konseli).
4) Berikan
feed back terhadap tiap perilaku yang dimunculkan oleh konseli, dan berikan
instruksi baru atau demonstrasikanketerampilan-keterampilan baru yang
dibutuhkan konseli.
5) Berikan
petunjuk dan lakukan penetapan permainan peran sebagai upayauntuk mendorong
konseli agar dapat bermain peran berikutnya.
d.
Memberi contoh
Modeling dapat digunakan sebagai pembentukan perilaku baru
dan mempertahankan atau memperkuat perilaku yang sudah terbentuk. Dalam teknik
ini peran konselor difungsikan sebagai penunjuk perilaku model yang harus
ditiru. Sarana yang bisa dipakai sebagai model dapat dilakukan dengan model
audio, model fisik, model hidup atau model lainnya yang dapat dicontoh. Setelah
itu klien diberi reinforcement jika dia dapat meniru perilaku model tersebut.
E. Proses dan
Tahapan Konseling Kelompok Behavioral
Untuk memberikan gambaran singkat tentang proses konseling secara umum,
berikut urutan proses pelaksanaannya :
1)
Konselor memperkenalkan diri,
kemudian mempersilahkan masing-masing anggota kelompok untuk memperkenalkan
diri mereka.
2)
Konselor menjelaskan aturan main
dalam konseling kelompok.
3)
Konselor menyuruh setiap anggota
kelompok mengemukakan persoalan yang saat ini dihadapi.
4)
Setelah semua anggota sudah
menyampaikan permasalahan, maka konselor bersepakat dengan semua anggota
kelompok untuk membahas satu permasalahan yang dianggap paling mendesak untuk
dipecahkan.
5)
Mempersilahkan setiap anggota
kelompok untuk menanggapi persoalan yang dibahas.
6)
Setelah menemukan solusi terhadap
persoalan, konselor menanyakan kesanggupan anggota kelompok untuk melaksanakan
kesepakatan bersama.
7)
Menutup pertemuan dengan kalimat
yang baik dan doa.
Guna mencapai perubahan yang menjadi tujuan penyelenggaraan konseling
behavioral, maka tahap-tahap pelaksanaan konseling harus sistematis. Hal ini
disebabkan konseling behavioral berbasis pada tingkah laku khusus yang akan
dirubah. Berikut merupakan tahapannya :
a)
Memulai Kelompok (Beginning The
Group)
Konselor mengadakan pertemuan dengan setiap individu untuk menentukan
apakah individu-individu tersebut cocok untuk ditangani dalam kelompok dan
memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kelompok. Aktivitas dalam pertemuan
kelompok yang pertama dipusatkan pada pengorganisasian kelompok, serta
mengorientasikan konseli ke proses kelompok dan memulai membangun sebuah
kebersamaan kelompok.
b)
Pembatasan atau Penentuan masalah (Definition
of the Problem)
Masalah konseli yang diceritakan pada kelompok perlu dianalisis terlebih
dahulu. Konselor mengidentifikasi anteseden dan konsekuensi tingkah laku dengan
melakukan analisis yang sistematis tentang tingkah laku bermasalah tersebut,
sehingga konselor dapat memberikan stimuli dan mengeksplorasi lebih lanjut
unsur-unsur penguat yang mungkin ada pada masalah itu.
c)
Perkembangan dan Sejarah Sosial (The
Development and Social History)
Pada tahap ini, konselor dapat meminta konseli untuk mengungkapkan
keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya, kelebihan dan kekurangan dirinya,
hubungan sosial, penghambat tingkah laku, dan konflik-konflik yang dialami.
d)
Pernyataan Tujuan Behavioral (Stating
Behavioral Goal)
Konseli harus menyatakan masalah dan tujuan yang diharapkan dalam bentuk
behavioral. Tujuan yang spefisik ini merupakan tujuan bagi perilaku khusus yang
akan diubah.
e)
Strategi Pengubahan Tingkah Laku (Strategies
for Behavioral Change)
Pada tahap ini akan sangat membantu jika konselor mengembangkan kontrak
behavioral yang spefisik, yaitu kontrak mingguan dengan setiap anggota.
f)
Pengalihan dan Pemeliharaan Tingkah
Laku yang Dikehendaki (Transfer and Maintenance of Desired
Behavior)
Pengalihan pengubahan tingkah laku ini dapat difasilitasi pemanfaatan
kelompok sebagai dunia kecil dari kehidupan yang sebenarnya. Konselor perlu
membangun situasi di mana anggota kelompok dapat mencoba tingkah laku yang
dikehendaki dalam situasi kelompok sehingga mereka dapat memperoleh balikan
(feedback) atas usaha mereka.
F.
Peran
Konselor dan Konseli
c. Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif
dalam proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali
bertingkah laku tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai
konsultan, guru, pemberi dukungan dan fasilitator. Ia bisa juga memberi
instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada di lingkungan
konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral yang
efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli
dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).
Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan
prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada
penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif.
Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan
membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu
kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu
untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu
sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling ini, antara
lain adalah :
1)
Konselor berperan sebagai mediator,
pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang ditunjukan oleh
konseli.
2)
Konselor harus menerima dan memahami
konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
3)
Konselor juga harus dapat membuat
suasana yang hangat, empatik dan memberikan kebebasan bagi konseli untuk
mengekspresikan diri.
4)
Memberikan informasi dan menjelaskan
proses yang dibutuhkan anggota untuk melakukan perubahan.
5)
Konselor harus memberikan
reinforcement.
6)
Mendorong konseli untuk mentransfer
tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.
d. Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling behavioral diberikan kesempatan untuk
menanggapi persoalan yang sedang dihadapi. Adapun
peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling behavioral, antara lain
adalah :
1)
konseli mengemukakan masalahnya secara
khusus, meneliti variabel eksternal dan internal yang mungkin menstimulasi dan
menguatkan perilakunya dan lebih lanjut membuat pernyataan perilaku baru yang
diharapkan.
2)
Konseli dituntut memiliki kesadaran
dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3)
Konseli berani menanggung resiko
atas perubahan yang ingin dicapai.
Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal
ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk
menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku
yang baru. Sistem dan prosedur konseling behavioral sangat terdefinisikan, juga
demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli.
Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus
memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan
aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun diluar konseling.
Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu :
·
Konselor memahami dan menerima
konseli.
·
Antara konselor dan konseli saling
bekerjasama dalam satu kelompok.
·
Konselor memberikan bantuan dalam
arah yang diinginkan konseli.
G. Kelemahan dan
Kelebihan
a.
Kelemahan
o Kurangnya
kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan penemuan diri
atau aktualisasi diri
o Kemungkinan
terjadi bahwa klien mengalami “depersonalized” dalam interaksinya
dengan konselor.
o Keseluruhan
proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki permasalahan yang
tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
o Bagi klien
yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup mereka,
tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.
b.
Kelebihan
o Mengembangkan
konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan
kepada proses koseling
o Mengembangkan
perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
o Penekanan
bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan bukan pada
perilaku yang terjadi dimasa datang.
H.
Contoh
- contoh Kasus
a.
Kasus 1 (Dengan
Menggunakan Teknik Disensitisasi Sistematik)
Konseli adalah mahasiswa semester I pada suatu
perguruan negri. Konseli menceritakan kepada konselor bahwa setiap kali dia
akan mengikuti ujian, dia merasa cemas. Bahkan kecemasan ini ditunjukkan dengan
perilaku nonverbal seperti badan berkeringat dingin dan rasa mual pada perut.
Hal-hal yang perlu dilakukan oleh konselor antara lain
:
a)
Membuat hiratki
kecemasan yaitu saat satu minggu sebelum ujian sampai dengan saat konseli
menempuh ujian.
b)
Mengajak konseli
untuk rileks.
c)
Mengajak konseli
untuk membayangkan tujuh harisebelum ujian dilaksanakan. Dalam hal ini, konseli
diminta untuk melaporkan apa yang dirasakan kepada konselor.
d)
Jika konseli tidak
merasakan kecemasan, maka konselor akan mengajak konseliuntuk membayangkan hari
kedua sebelum ujian dilaksanakan dan seterusnya.
e)
Jika konseli
mengalami keceasan pada hari kelima sebelum ujian dimulai biasanya ditandai
dengan keringat dingin dan rasa mual pada perut, maka konselor segera
memberhentikan proses membayangkan tersebut. Konseli diminta untuk rileks
kembali. Setelah konseli merasa nyaman, kemudian konseli diajak untuk
membayangkan kembali situasi pada hari kelima. Hal ini diulang-ulang sampai
konseli dapat belajar untuk mengatasi kecemasan pada hari kelima.
f)
Setelah konseli
dapat melewati hari kelimanya, maka konseli diminta untuk membayangkan situasi
pada hara keenam. Jika konseli mengalami kecemasan, maka prosedur diatas dapat
diulang kembali.
b.
Kasus 2 (Dengan
Menggunakan Teknik Latihan Asertif)
Konseli
setiap harinya selalu dimarahi oleh Ibu kos nya. Konseli merasa tidak bias
menyatakan dengan tegas bahwa apa yangdilakukannya adalah benar. Berikut
penanganannya :
1)
Konseli diminta
untuk berperan menjadi ibu kosnya. Konseli menjelaskan kepada konselor bagaimana
ibu kosnya marah pada dirinya. Pada saat yang sama konselor berusaha untuk
memahami cara berpikir dan cara konselidalam menghadapi ibu kosnya.
2)
Antara konselor
dan konseli bertuka peran. Konselor bertindak sebagai ibu kos dan konseli
sebagai diri sendiri.
3)
Dalam bertukar
peran ini, konseli boleh mengajarkan kepada konselor untuk menjadi ibu kosnya,
sedang konselor mengajarkan konseli bagaimana cara bersikap tegas kepada ibu
kosnya.
4)
Konselor meminta
konseli untuk dapat memahami perilaku baru yang diajarkan konselor.
2.3
MODEL
KONSELING GESTAL
A.
Tokoh
dan Sejarah Gestalt
Konseling gestalt
(Gestalt Therapy)dikembangkan oleh Federick Perls yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fritz
Perls. Pada awalnya Perls dikenal sebagai siswa yang agak malas belajar, namun
ia berhasil meraih gelar doktor dalam bidang psikiatri pada saat pindah ke Wina untuk
belajar praktek psikoanalisa bersama dengan beberapa murid Freud yang lain. Fritz
juga belajar tentang penggunaan tubuh (body) untuk mendorong pemahaman dan perkembangan
pribadi. Berdasarkan pengalaman klinisnya, Perls menemukan bahwa kemandirian
dan konfrontasi merupakan aspek penting dalam terapi. Dari istrinya, Laura
Posner, ia memperoleh anjuran untuk menggunakan dukungan (support) dan hubungan atau kontak
(connections).
Penggunaan kata
gestalt dimaksudkan untuk menegaskan bahwa konseling gestalt menekankan pada
keutuhan (unity), kebulatan (wholleness), dan integrasi (integtation). Dalam
bahasa jerman gestalt berarti utuh.
Di Berlin, konseling gestalt memiliki banyak
penyokong antara lain adalah Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan Wolfgang Kohler.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukannya, para ahli tersebut
memiliki keyakinan bahwa memahami pengetahuan dalam arti ”unit dan wholes,
gestalten” adalah lebih berguna untuk mengembangkan pengetahuan alih-alih
memotong atau memisahkan bagian-bagian.
Hasil kerja Fritz
yang paling krusial adalah penggunaan ”kursi kosong ” (empty chair) dalam
konseling yang juga dikenal dengan kursi panas. Teknik ini diperkenalkan oleh Fritz
ketika ia bekerja di Esalen Institute, Big Fur, California anatara tahun 1962
s.d 1969. Sejak saat itu ia menjadi populer dan dipandang sebagai sosok yang
inovatif dan karismatik dalam bidang pengembangan potensi manusia.
Konseling gestalt menekankan
pada peran perasaan dalam mempengaruhi perilaku dan potensi manusia untuk
mengarahkan dirinya sendiri. Oleh karena itukonseling gestalt dikelompokkan ke
dalam pendekatan afektif atau humanistik. Secara konseptual konseling gestal mengambil
posisi fenomenologis. Kesadaran dipandang sebagai kondisi yang esensial yang
memampukan individu untuk memecahkan berbagai kesulitan yang dialami. Konseling
gestalt dikembangkan oleh banyak ahli, tetapi yang paling banyak dikenal sebagai
pendiri (founder) adalah Fritz Perls dan isterinya, yaitu Laura
Perls. Mereka menyimpulkan bahwa
seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai
kesatuan yang utuh
B.
Konsep
Dasar Teori
Pendekatan konseling Gestalt berpandangan bahwa
manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap
individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ
seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu
koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima
tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang
akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi
hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :
a.
tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan
konteksnya,
b.
merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu,
c.
aktor bukan reaktor,
d.
berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi,
persepsi, dan pemikirannya,
e.
dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab,
f.
mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara
efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia,
pendekatan Konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali
“sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena
itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan Konseling Gestalt ini, kecemasan
dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika
individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa
depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep
tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian,
sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan
dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran,
perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada
kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif
dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
C. Pemahaman Individu
a. Hakikat Manusia
Pendekatan
konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif
sebagai suatu keseluruhan. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan
integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya. Setiap individu memiliki
kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan
kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan
pribadi.
Jadi hakikat
manusia menurut pendekatan konseling ini adalah :
1)
Tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan
konteksnya.
2)
Merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu.
3)
Aktor bukan reaktor
4)
Berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi,
persepsi, dan pemikirannya.
5)
Dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab.
6)
Mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif
b. Perkembangan Perilaku
1)
Manusia Sehat/ Tidak Sehat\
Manusia
Sehat
o
Percaya pada
kemampuan sendiri. Orang sehat mampu mengatur diri sendiri
tanpa ada campur tangan pihak luar.
o
Bertanggung
jawab. Mereka
yang sehat mampu mempertanggungjawabkan serta mengambil resiko yang terjadi
sebagai hasil dari perbuatannya.
o
Memiliki
kematangan. Seseorang dikatakan sehat apabila mempunyai
kematangan. Kematangan ini didasarkan pada kesadaran seseorang terhadap sesuatu
hal.
o
Memiliki
keseimbangan diri. Keseimbangan yang dimaksud adalah
kesimbangan antara dirinya saat ini dengan keseimbangan lingkungan sekitar
Manusia Tidak Sehat
o
Introjektion, tidak
bisa membedakan antara kenyataan dengan hayalan.
o
Projection, menyalahkan
orang lain
o
Retroflection,
mengalihkan
keinginan diri kepada orang lain
o
Confluence, individu
tidak dapat menerima perbedaan antara dirinya sendiri dengan orang lain.
D. Tujuan
Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt
adalah membantu konseli agar berani mengahadapi berbagai macam tantangan maupun
kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa konseli
haruslah dapat berubah dari ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain
menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih banyak untuk meingkatkan
kebermaknaan hidupnya.
o Individu
yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara penuh,
melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang dimilikinya. Melalui
konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru dimanfaatkan sebagian
ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal. Secara lebih spesifik tujuan
konseling Gestalt adalah sebagai berikut: Membantu konseli agar dapat
memperoleh kesadaran pribadi, memahami kenyataan atau realitas, serta
mendapatkan insight secara penuh.
o Membantu
konseli menuju pencapaian integritas kepribadiannya
o Mengentaskan
konseli dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan orang lain ke
mengatur diri sendiri (to be true to himself)
o Meningkatkan
kesadaran individual agar konseli dapat beringkah laku menurut prinsip-prinsip
Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang muncul dan selalu
akan muncul dapat diatasi dengan baik.
E.
Teknik
Konseling
Dalam
ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012), prinsip kerja teknik konseling
Gestalt yaitu:
a.
Penekanan tanggung jawab klien. Konselor bersedia membantu
klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar klien
mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
b.
Orientasi sekarang dan saat ini. Konselor tidak membangun
kembali (mengulang) masalalu atau motif tidak sadar, tetapi memfokuskan keadaan
sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang
c. Orientasi
kesadaran. Konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan
masalah-masalahnya.
Dalam buku Gerald Corey tahun 1995.
Teknik-teknik yang biasanya dipakai yaitu:
- Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara
klien dikondisikan untuk mendialogkan dua kecenderungan yang saling
bertentangan yaitu, kecenderungan top dog (adil, menuntut, dan berlaku sebagai
majikan) dan under dog (korban, bersikap tidak berdaya, membela diri, dan tak
berkuasa). Disini ada permainan kursi kosong, yaitu klien diharapkan bermain
dialog dengan memerankan top dog maupun under dog sehingga klien dapat
merasakan keduanya dan dapat melihat sudut pandang dari keduanya.
- Teknik Pembalikan
Teori yang melandasi teknik
pembalikan adalah teori bahwa klien terjun ke dalam suatu yang ditakutinya
karena dianggap bisa menimbulkan kecemasan, dan menjalin hubungan dengan
bagian-bagian diri yang telah ditekan atau diingkarinya. Gejala-gejala dan
tingkah laku sering kali mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan
yang mendasari. Jadi konselor bisa meminta klien memainkan peran yang
bertentangan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya atau pembalikan dari
kepribadiannya.
- Bermain Proyeksi
Memantulkan pada orang lain
perasaan-perasaan yang dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya.
- Tetap dengan Perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat
klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia
sangat ingin menghindarinya. Terapi mendesak klien untuk tetap atau
menahan perasaan yang ia ingin hindari itu.
F.
Proses dan Fase Konseling
a. Proses
Konseling
Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada
bagaimana keadaan konseli sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul
dalam kesadarannya. Oleh karena itu tugas konselor adalah mendorong konseli
untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya serta mau mencoba
menghadapinya. Dalam hal ini perlu diarahkan agar konseli mau belajar menggunakan
perasaannya secara penuh. Untuk itu konseli bisa diajak untuk memilih dua
alternatif, ia akan menolak kenyataan yang ada pada dirinya atau membuka diri
untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang.
Konselor hendaknya menghindarkan diri dari
pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis,
interpretasi maupun memberi nasihat.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan
agar konseli menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan
konseli tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah
membantu konseli untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap
faktor luar menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan
dengan menemukan dan membuka ketersesatan atau kebuntuan konseli.
Pada saat konseli mengalami gejala kesesatan dan
konseli menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan
kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor
adalah membuat perasaan konseli untuk bangkit dan mau menghadapi
ketersesatannya sehingga potensinya dapat berkembang lebih optimal.
b. Fase-fase
proses konseling
1)
Fase pertama, konselor mengembangkan pertemuan
konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang
diharapkan pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap konseli
berbeda, karena masing-masing konseli mempunyai keunikan sebagai individu serta
memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus dipecahkan.
2)
Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai
dengan kondisi konseli. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini,
yaitu :
·
Membangkitkan motivasi konseli, dalam hal ini konseli
diberi kesempatan untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya.
Makin tinggi kesadaran konseli terhadap ketidakpuasannya semakin besar motivasi
untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi pula keinginannya untuk
bekerja sama dengan konselor.
·
Membangkitkan dan mengembangkan otonomi konseli dan
menekankan kepada konseli bahwa konseli boleh menolak saran-saran konselor asal
dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.
3)
Fase ketiga, konselor mendorong konseli untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini, konseli diberi kesempatan untuk
mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi
di sini dan saat ini. Kadang-kadang konseli diperbolahkan memproyeksikan
dirinya kepada konselor.
Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan
celah-celah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini
dapat diidentifikasi apa yang harus dilakukan konseli.
4)
Fase keempat, setelah konseli memperoleh pemahaman dan
penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor
mengantarkan konseli memasuki fase akhir konseling.
·
Pada fase ini konseli menunjukkan gejala-gejala yang
mengindikasikan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan
manusiawi.
·
Konseli telah memiliki kepercayaan pada potensinya,
menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas
sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
·
Dalam situasi ini konseli secara sadar dan bertanggung
jawab memutuskan untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk
mengembangan potensi dirinya.
G. Peran dan Tugas Konselor
a. Peran Konselor
·
Memfokuskan pada perasaan
klien, kesadaran pada saat yang sedang berjalan, serta hambatanterhadap
kesadaran.2.
·
Tugas terapis adalah menantang
klien sehingga mereka mau memanfaatkan indera mereka sepenuhnyadan berhubungan
dengan pesan-pesan tubuh mereka.3.
·
Menaruh perhatian pada bahasa
tubuh klien, sebagai petunjuk non verbal.4.
·
Secara halus berkonfrontasi
dengan klien guna untuk menolong mereka menjadi sadar akan akibat dari bahasa
mereka.
b. Tugas Konselor
·
Konselor mengembangkan
pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan
yang diharapkan pada klien
·
Konselor berusaha meyakinkan
dan mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telahditetapkan sesuai
dengan kondisi klien
·
Konselor mendorong klien untuk
mengatakan perasaan-perasaannya pada saat ini
·
Setelah klien memperoleh
pemahaman dan penyegaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkahlakunya,
konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir konseling
H. Kelemahan dan
Kelebihan
Menurut
ringkasan Gudnanto (Pendekatan Konseling, 2012) dan buku Gerald Corey (Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, 1995). Kelebihan dan Kelemahan
pendekatan Gestalt adalah:
a. Kelebihan
·
Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada suatu teori
yang kukuh
·
Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti
kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
·
Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab atas diri
kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
·
Teradapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang
menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis sehingga
terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
·
Para konseli sering bereaksi negative terhadap
sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis
berpijak pada kerangka yang layak agar tidak tampak hanya sebagai
muslihat-muslihat.
c. Kelebihan
·
Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa
aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
·
Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap
pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
·
Terapi Gestalt menolakk mengakui ketidak berdayaan
sebagai alasan untuk tidak berubah.
·
Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada konseli untuk
menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
·
Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan
mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang
masalah konseli.
I.
Contoh
- contoh Kasus
Angel adalah seorang mahasiswi yang menganggap bahwa semua
laki-laki itu tidak baik. Ia menganggap bahwa semua laki-laki selalu menyakiti
dan bersikap kasar. Perilaku Angel cenderung menjauhi laki-laki. Hal ini
membuat ibunya cemas apabila anaknya tidak mendapatkan pasangan hidu pada
akhirnya. Merekapun mendatangi konselor dengan pendekatan gestalt, ternyata
diketahui bahwa pada masa lalunya, Angel mengalami perlakuan yang buruk dari
ayahnya, sewaktu berusia sekolah dasar, ia seringkali dipukuli dihardik dengan
sangat kasar. (unfinished bussines).
Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu Angel
merasakan apa yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi Angel untuk
menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Pendekatan Gestalt tidak
berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua
yang menyebabkan Angel berperilaku menjauhi laki-laki. Sebab, jika itu
dilakukan, maka Angel ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang,
dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak
produktif.
Angel akan dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya
tidak produktif dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif.
Akhirnya, klien didorong untuk langsung mengalami perjuangan
disini-dan-sekarang terhadap urusan yang tak selesai di masa lampau. Dengan
mengalami konflik-konflik, meskipun hanya membicarakannya, klien lambat laun
bisa memperluas kasadarannya.
BAB III PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Psikoanalisa berkembang dari ilmu kedokteran dan konsepnya dipakai tidak
haya dalam bidang psikologi tetapi juga bidang lain di luar psikologi. Teori
Psikoanalisa dari freud dapat berfungsi sebagai 3 macam teori, yaitu teori
kepribadian, sebagai teknik analisa kepribadian, sebagai metode terapi (
penyembuan).
Pada dasarnya psikoanalisa yaitu pendekatan yang membahas kepribadian. Dalam
tiga aspek yaitu: Struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, superego.
Aspek kedua yaitu dinamika kepribadian, serta yang ketiga perkembangan
kepribadian.
Konseling
Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada
saat ini. Konseling behavioral merupakan bentuk
adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan
perhatiannya pada perilaku yang tampak. Hal yang paling
mendasar dalam konseling behavioral adalah
penggunaan konsep-konsep behaviorisme dalam pelaksanaan
konseling, .
Tujuan konseling behavioral yaitu membantu menciptakan
kondisi dan lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah perilakunya dalam
rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Klien menghadapi masalah karena salah
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau masalah itu timbul karena
terjadi penyimpangan perilaku dari apa yang seharusnya ia lakukan. Maka melalui
konseling behavioral ini klien diharapkan mampu untuk meningkatkan ketrampilan
sosial, memperbaiki tingkah lakunya yang menyimpang dan mengembangkan
keterampilan self manajemen dan self control.
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu
aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau
totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena
(gejala). Oleh karena itu, mempelajari teori ini sangat penting untuk menunjang
segala aspek kehidupan.
3.2
SARAN
Bentuk terapi konseling yang dibahas dalam makalah
singkat ini dapat digunakan untuk terapi klien yang mengalami permasalahan
dalam bertingkah laku. Dalam penerapan model konseling ini hendaknya konselor
memiliki keahlian dan kerampilan yang benar-benar sesuai dan profesional pada
bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hartono & Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta : Kencana
Koeswara, E. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
bandung : PT Rafika Aditama
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika
Aditama.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks.
WS.
Winkel & M.M Sri Hastuti. (2005). Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta : Media Abdi.
No comments:
Post a Comment
you say