ABSTRAK.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan
mengenai penggunakan matematika realistik dalam pembelajaran matematika. Realistic Mathematics Education adalah pendekatan
pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa,
menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi
dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher
telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru
tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa
berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat
orang lain.
Seseorang yang sudah mengerti pendekatan realistic akan memiliki karakteristik
sebagai berikut: a)
the use of context (menggunakan
masalah kontekstual), b) the use models (menggunakan berbagai
model), c) student contributions
(kontribusi siswa), d) interactivity
(interaktivitas), dan e) intertwining
(terintegrasi). Karaketristik tersebut akan menghasilkan siswa yang
mampu mengikuti pembelajaran matematika dengan menerapkan beberapa indicator
dalam materi pecahan di tingkat sekolah dasar. Hal ini akan membantu siswa
memecahkan masalah persoalan matematika.
KATA KUNCI :
Matematika Realistik, Pembelajaran Matematika
Pendahuluan
Matematika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika memiliki
disiplin ilmu tentang cara berpikir dan mengolah sesuatu dengan menggunakan
teknik logika, baik secara kualilatif maupun kuantitatif. Daya
pikir manusia dikembangkan agar mampu menggunakan bahasa dengan cermat, jelas, akurat
representasinya dengan simbol dan padat serta pembuktian yang logik.
Pembelajaran adalah suatu kondisi
yang dengan sengaja diciptakan oleh guru dalam membelajarkan siswa sebagai
upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa dan
pendidik adalah guru. Guru mengajar untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang
optimal.
Pembelajaran
matematika di sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang tidak hanya mengembangkan kemampuan dan keterampilan
menerapkan matematika, melainkan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Salah satu cara untuk mengembangkan siswa dalam memecahkan masalah yaitu tidak
memusatkan siswa pasif yang hanya sebagai pendengar, pencatat materi, dan
mengerjakan tugas sesuai contoh. Namun menjadikan siswa yang aktif, interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, yang menjadi pusat pembelajaran, mengembangkan
pengetahuan sendiri, dan mampu memecahkan masalah persoalan apapun dengan
mengembangkan suatu pemikiran yang sudah dipahaminya.
Pembelajaran matematika di sekolah tidak selalu berhasil mencapai tujuan, namun ada
hal-hal yang sering mengakibatkan kegagalan. Kegagalan tersebut berasal dari masalah yang
dialaminya, ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah itu terjadi
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Selain itu
kegagalan yang terjadi membuat siswa berpikir bahwa pelajaran tersebut bersifat
sulit. Berdasarkan beberapa faktor penyebab masalah pembelajaran matematika,
dapat disimpulkan masalah utama adalah rendahnya mutu pembelajaran matematika,
kurang tepatnya pemilihan pendekatan yang dilakukan oleh guru sehingga kurang
memotivasi siswa. Faktor pendekatan dan motivasi sangat berpengaruh pada siswa
terlebih untuk pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar. Hal ini karena
konsep yang digunakan bersifat abstrak dan tidak sesuai dengan daya pikir anak
sekolah dasar yang umunya bersifat konkret. Untuk di tingkat sekolah dasar sangat
cocok menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
Pembelajaran matematika realistik
pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta
didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai
tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang sebelumnya. Yang
dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat
diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud
dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan
pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa,
menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi
dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk
menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Menurut
Marpaung (2001:3), Pembelajaran matematika realistik
dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Siswa harus
aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi
kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut
idenya, mengkomunikasikannya, dan pada saatnya belajar dari temannya sendiri.
Gravemeijer (1994:90-91),
mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam pembelajaran matematika
realistik sebagai berikut: (1) Penemuan kembali secara terbimbing dan
proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and
progressive mathematizing), (2) Fenomena
yang bersifat mendidik (didactical phenomenology), dan (3) Mengembangkan sendiri
model-model (self developed models)
Matematika
Realistik
Pengertian
Model Pembelajaran Realistik
Menurut
logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat mempelajari sesuatu dengan
tekun bila melihat manfaat dari yang dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat
itu bisa berupa kemungkinan meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya,
kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang
sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001:3).
Demikian pula dengan pembelajaran matematika, seseorang anak akan berminat
belajar matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bila anak
tersebut mengetahui manfaat matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu
mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia
merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika.
Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan
kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME)
(Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994:90-91).
Ide utama dari model pembelajaran
RME adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika
dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994:90-91). Upaya
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan
memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001:2)
mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah
pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk
memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa
yang lalu (Soedjadi, 2001:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud
dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau
dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan
lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik.
Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991:32)
memformulasikan dua konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan
matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan
yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak
dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah
pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang
berbeda, pentransformasi masalah dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal
merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu
sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh
matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus,
menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang
berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Menurut Davis (1996:33),
pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: 1) pengetahuan
dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, 2) dalam
pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, 3) informasi
baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka
logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya,
dan 4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang
mereka katakan atau tulis.
Pengertian
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara
guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika
pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai
metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan
siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa
tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika
adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut.
Prinsip
Pembelajaran Matematika Realistik
Secara umum,
prinsip-prinsip pendekatan matematika realistik terbagi menjadi 5 prinsip
utama. Lima prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik tersebut,
yaitu : 1) didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal,
yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika, 2) perhatian
diberikan pada pengembangan model “situasi skema dan symbol”, 3) sumbangan dari
para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstrukstif dan
produktif, 4) interakif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika,
dan 5) membuat jalinan antar topik atau antar pokok bahasan.
Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika
realistik (Gravemeijer, 1994:90), yaitu: a)
guided reinvention and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology,
dan c)
self-developed models.
Ketiga prinsip tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
Guided
reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali
terbimbing/pematematikaan progresif). Prinsip
ini menghendaki bahwa dalam pembelajaran matematika realistik, dari masalah
kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam
menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga
siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan
rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan
rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang
menekankan prinsip penemuan kembali (re-invention), dapat digunakan sejarah
penemuan konse, prinsip, rumus matematika.
Menurut penulis, prinsip penemuan
ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yng menyatakan bahwa pengetahuan
tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada
siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri
pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
Didactical
phenomenology
(fenomena pembelajaran). Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan
fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah
kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
matematika realistik, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk
mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam
pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual
itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif.
Dari uraian di atas menunjukkan
bahwa prinsip ke-dua pembelajaran matematika realistik ini menekankan pada
pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika
kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah
kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan
dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan
kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
Self
– developed models (model-model dibangun sendiri). Menurut prinsip ini, model-model yang
dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika
formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk
membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang
dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul
berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada
mulanya mungkin masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan
langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom
up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah
kepada bentuk matematika formal. Dalam pembelajaran matematika realistik
diharapkan terjadi urutan pengembangan model belajar yang bottom up.
Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga
prinsip utama pembelajaran matematika realistik di atas, pembelajaran
matematika realistik memiliki lima karakteristik, yaitu: a) the use of context
(menggunakan masalah kontekstual), b) the
use models
(menggunakan berbagai model), c) student
contributions
(kontribusi siswa), d) interactivity
(interaktivitas), dan e) intertwining (terintegrasi).
Penjelasan secara singkat dari kelima karakteristik
tersebut, secara singkat adalah sebagai berikut.
Menggunakan masalah kontekstual. Pembelajaran matematika diawali dengan
masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual
tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber
untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat
sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh
siswa. Masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika realistik memiliki
empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika,
(2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa
bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika
dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika
pada situasi nyata (realitas).
Menggunakan berbagai model. Istilah model berkaitan dengan model
matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah
kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa
untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari
situasi informal ke formal.
Kontribusi siswa. Siswa
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal
yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan
masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran
diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat
siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
Interaktif. Interaksi
antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat
pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika
realistik. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran,
persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk
pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika
informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
Keterkaitan. Struktur
dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit
pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran
yang lebih bermakna. Dalam tesis ini karakteristik ini tidak muncul.
Dari
prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat
dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa,
pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas
atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami
atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara
pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang
berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman
yang telah dimiliki oleh siswa.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1 : Memahami dan menjelaskan masalah kontekstual. Siswa
diberi masalah atau soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah
tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan
masalah atau soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah atau soal yang
belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak
dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
Langkah 2 : Menyelesaikan masalah. Siswa
mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika
yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah.
Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri
berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya
perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati,
memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh
penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada
langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 3 : Membandingkan jawaban. Guru
meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya,
bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan
secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati
kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan. Dipilih
kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah
tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok
dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama
dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu,
karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan
dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing
ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator
dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil
kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal
(idealisasi, abstraksi). Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul yaitu interaksi.
Langkah 4 :
Menyimpulkan. Dari hasil diskusi kelas, guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari
topik yang dipelajari. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.
Kelebihan
dan Kerumitan Penerapan Pendekatan pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat
beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: 1) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan
kegunaan pada umumnya bagi manusia, 2) pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut, 3) pembelajaran matematika
realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian
suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang
satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara
sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah
tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan
cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling
tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut, dan 4) pembelajaran
matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan
orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri
konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu
(misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut,
pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.
Sedangkan
beberapa kerumitan dalam penerapan pendekatan PMR antara lain sebagai berikut :
1) tidak mudah untuk merubah
pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan
peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat
untuk dapat diterapkannya PMR, 2) pencarian
soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam
pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan
matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut
harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara, 3) tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan
berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah, dan 4) tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat
melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang
dipelajari.
Walaupun
pada pendekatan terdapat kendala-kendala dalam upaya penerapannya, menurut
peneliti kendala-kendala yang dimaksud hanya bersifat sementara (temporer).
Kendala-kendala itu akan dapat teratasi jika pendekatan PMR sering diterapkan.
Hal ini sangat tergantung pada upaya dan kemauan guru, siswa dan personal
pendidikan lainnya untuk mengatasinya. Menerapkan suatu pendekatan pembelajaran
yang baru, tentu akan terdapat kendala- kendala yang dihadapi di awal
penerapannya. Kemudian sedikit demi sedikit, kendala itu akan terasi jika sudah
terbiasa menggunakannya.
Penerapan Strategi Matematika Realistik
Topik yang akan
diajarkan adalah bilangan pecahan. Salah satu kompetensi yang akan dicapai
dalam topik ini adalah “menjelaskan arti pecahan, mengenal konsep pecahan
senilai, operasi hitung pecahan, dan membandingkannya.”
Tahap Pendahuluan
Guru mengajak semua siswa Berdoa menurut Agama dan keyakinan
masing-masing, Lalu guru melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa di dalam
kelas, siswa merespon kehadirannya di dalam ruang kelas. Guru mengajak berdinamika
dengan tepuk kompak. Guru meminta informasi dari siswa mengenai kegiatan piket
yang telah dilaksanakan pada pagi hari dan bertanya tentang hubungan antara
kebersihan kelas dengan kenyamanan kegiatan pembelajaran. Guru melihat situasi
dn keadaan kelas lalu memberi saran tentang penataan kelas yang telah disusun
dan dibersihkan oleh siswa. Guru memberikan kata motivasi. “Belajar adalah
sesuatu yang dianggap sulit. Tapi jika sudah mengenakan akan selalu nyaman
untuk belajar. Sama halnya ketika kita punya teman, jika sudah mengenalnya
pasti berjalapun ingin bersama. Jika gagal adalah hal yang biasa, kegagalan
timbul karena belum terbiasa. Bertemu ibu disetiap waktu akan menjadi
kebiasaan, sehingga menutup kegagalan dalam belajar besama ibu.”. Setelah
memberikan motivasi, guru menginformasikan dan menjelaskan pokok materi yang
akan dibhas dan tujuan dari tema yang akan diajarkan.
Tahap inti
Guru menentukan suatu
pembilang dan penyebut suatu pecahan dengan memberikan benda konkrit misalnya
roti yang bulat dipotong menjadi empat bagian. Dari situlah siswa akan mengerti
arti dari pecahan. Guru menuliskan
nilai pecahan dari gambar atau kuantitas yang diberikan. Guru bisa membagi
kelompok siswa menjadi beberapa kelompok yang jumlahnya sama besar, memberi
tugas membuat sebuah pecahan dengan selembar kertas berupa kertas karton yang
telah disediakan atau kertas warna yang sudah dibentuk dengan beberapa bangun
datar sederhana. Lalu membandingkan suatu pecahan lebih
dari atau kurang dari pecahan lain berdasarkan representasi gambarnya, siswa
membandingkan pembagian pecahan kertas yang satu dengan ketas yang lain dan
belajar mengetahui yang lebih sedikit dan lebih banyak. Guru menyajikan suatu pecahan ke berbagai bentuk gambar sebagai
contoh dan memberikan siswa kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerjanya di
depan kelas. Guru menentukan bentuk paling sederhana dari sekelompok pecahan
senilai yang sudah dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Guru menyederhanakan pecahan dengan membaginya
menggunakan FPB dari pembilang dan penyebut. Guru mengajarkan cara menentukan
hasil operasi hitung dalam penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian
pecahan.
Tahap penutup
Guru mengarahkan
pemahaman siswa untuk bisa menyimpulkan materi yang telah dibahas. Bertanya
jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk mengetahui hasil ketercapaian
materi). Melakukan penilaian hasil belajar. Guru memberikan penguatan terhadap
materi yang telah diajarkan melalui kegiatan LKS. Lalu mengakhiri dengan mengajak
semua siswa berdoa menurut Agama dan keyakinannya masing-masing sebagai penutup
dalam pembelajaran.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisisnya, maka dapat dirumuskan
kesimpuln dari penelitian ini yaitu siswa dapat menggunakan
pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung,
siswa dapat memecahkan masalah dengan adanya matematika realistik dan siswa
dapat berinteraksi, beraktivitas dan saling berkaitan
antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan perangkat
pembelajaran dalam matematika realistik.
Saran
Dengan adanya matematika realistik disarankan untuk menggunakannya
secara terus menerus agar dapat membiasakan diri dalam penerapan matematika
realistik. Matematika realistik ini sangat cocok pada tingkat sekolah dasar
(SD).
DAFTAR PUSTAKA
Marpaung,
Y. 2001. Pendekatan Realistik dan Sani
dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Pendidikan Matematika Realistik di USD, 14-15 November 2001.
Gravemeijer,
K. 1994. Developing Realistic Mathematics
Education. Ultrecht: Freudenthal Institute.
Soedjadi.
2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME.
Makalah disampaikan pada seminar nasional PMRI di Universitas Sanata Darma.
Yogyakarta.
Treffers
(1991:32).”Didactical Background
Of Mathematics Program For Primary Education”. Dalam L. streefland (Ed),
realistic mathematics education in primary school. Utrecth: CD-B press, 21-56.
Dalam Hadi,S.
Davis, Keith,dan Newstorm. 1996. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Tujuh.
Jakarta: Erlangga.
Suwarsono,
St. 2001. Beberapa Permasalahan yang
Terkait dengan Upaya Implementasi Pendekatan Matematika Realistik di
Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang
Pendekatan Matematika Realistik Universitas Sanata Dharma tanggal 14 – 15
Nopember 2001.
No comments:
Post a Comment
you say