IBX5A82D9E049639

Wednesday, 15 March 2017

PENGGUNAAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI BILANGAN PECAHAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ABSTRAK. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan mengenai penggunakan matematika realistik dalam pembelajaran matematika. Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (‘student inventing‘ sebagai kebalikan dari ‘teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. Seseorang yang sudah mengerti pendekatan realistic akan memiliki karakteristik sebagai berikut: a) the use of context (menggunakan masalah kontekstual), b) the use models (menggunakan berbagai model), c) student contributions (kontribusi siswa), d) interactivity (interaktivitas), dan e) intertwining (terintegrasi). Karaketristik tersebut akan menghasilkan siswa yang mampu mengikuti pembelajaran matematika dengan menerapkan beberapa indicator dalam materi pecahan di tingkat sekolah dasar. Hal ini akan membantu siswa memecahkan masalah persoalan matematika.

KATA KUNCI : Matematika Realistik, Pembelajaran Matematika


Pendahuluan
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika memiliki disiplin ilmu tentang cara berpikir dan mengolah sesuatu dengan menggunakan teknik logika, baik secara kualilatif maupun kuantitatif. Daya pikir manusia dikembangkan agar mampu menggunakan bahasa dengan cermat, jelas, akurat representasinya dengan simbol dan padat serta pembuktian yang logik.
Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru dalam membelajarkan siswa sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Peserta didik yang dimaksud adalah siswa dan pendidik adalah guru. Guru mengajar untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal.
Pembelajaran matematika di sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang tidak hanya mengembangkan kemampuan dan keterampilan menerapkan matematika, melainkan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Salah satu cara untuk mengembangkan siswa dalam memecahkan masalah yaitu tidak memusatkan siswa pasif yang hanya sebagai pendengar, pencatat materi, dan mengerjakan tugas sesuai contoh. Namun menjadikan siswa yang aktif, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, yang menjadi pusat pembelajaran, mengembangkan pengetahuan sendiri, dan mampu memecahkan masalah persoalan apapun dengan mengembangkan suatu pemikiran yang sudah dipahaminya.
Pembelajaran matematika di sekolah tidak selalu berhasil mencapai tujuan, namun ada hal-hal yang sering mengakibatkan kegagalan. Kegagalan tersebut berasal dari masalah yang dialaminya, ada beberapa faktor yang menyebabkan masalah itu terjadi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Selain itu kegagalan yang terjadi membuat siswa berpikir bahwa pelajaran tersebut bersifat sulit. Berdasarkan beberapa faktor penyebab masalah pembelajaran matematika, dapat disimpulkan masalah utama adalah rendahnya mutu pembelajaran matematika, kurang tepatnya pemilihan pendekatan yang dilakukan oleh guru sehingga kurang memotivasi siswa. Faktor pendekatan dan motivasi sangat berpengaruh pada siswa terlebih untuk pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar. Hal ini karena konsep yang digunakan bersifat abstrak dan tidak sesuai dengan daya pikir anak sekolah dasar yang umunya bersifat konkret. Untuk di tingkat sekolah dasar sangat cocok menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada yang sebelumnya. Yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau kongret yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan dalam hal ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
 Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan ‘proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Menurut Marpaung (2001:3), Pembelajaran matematika realistik dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Siswa harus aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya, mengkomunikasikannya, dan pada saatnya belajar dari temannya sendiri.
Gravemeijer (1994:90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam pembelajaran matematika realistik sebagai berikut: (1) Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and  progressive mathematizing), (2) Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology), dan (3) Mengembangkan  sendiri model-model (self developed models)

Matematika Realistik
Pengertian Model Pembelajaran  Realistik
             Menurut logika masyarakat pada umunya, seseorang berminat mempelajari sesuatu dengan tekun bila melihat manfaat dari yang dipelajarinya itu dalam hidupnya. Manfaat itu bisa berupa kemungkinan meningkatkan kesejahteraannya, harga dirinya, kepuasannya dan sebagainya. Dengan perkataan lain persepsi seseorang tentang sesuatu itu ikut mempengaruhi sikapnya terhadap sesuatu itu (Marpuang, 2001:3). Demikian pula dengan pembelajaran matematika, seseorang anak akan berminat belajar matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bila anak tersebut mengetahui manfaat matematika bagi diri dan kehidupannya, karena itu mengaitkan pembelajaran matematika dengan realita dan kegiatan manusia merupakan salah satu cara untuk membuat anak tertarik belajar matematika. Pembelajaran matematika dengan mengaitkan matematika dengan realita dan kegiatan manusia ini dikenal dengan Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) (Freudenthal dalam Gravermeijer, 1994:90-91).
Ide utama dari model pembelajaran RME adalah manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994:90-91). Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak. Soedjadi (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu (Soedjadi, 2001:2). Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami peserta didik lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari.
Treffers (1991:32) memformulasikan dua konsep matematisasi yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horizontal siswa dengan pengetahuan yang dimilikinya dapat mengorganisasikan dan memecahkan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain matematisasi horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol. Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, pentransformasi masalah dunia nyata ke masalah matematika.
Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan matematika itu sendiri, jadi dalam matematisasi vertikal bergerak dari dunia symbol. Contoh matematisasi vertikal adalah perepresentasian hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggenerelisasian.
Menurut Davis (1996:33), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: 1) pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, 2) dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, 3) informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan 4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.

Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa tersebut, faktor lain yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut.

Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Secara umum, prinsip-prinsip pendekatan matematika realistik terbagi menjadi 5 prinsip utama. Lima prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik tersebut, yaitu : 1) didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal, yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika, 2) perhatian diberikan pada pengembangan model “situasi skema dan symbol”, 3) sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstrukstif dan produktif, 4) interakif sebagai karakteristik diproses pembelajaran matematika, dan 5) membuat jalinan antar topik atau antar pokok bahasan.

Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik (Gravemeijer, 1994:90), yaitu: a) guided reinvention and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology, dan c) self-developed models.

Ketiga prinsip tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali terbimbing/pematematikaan progresif). Prinsip ini menghendaki bahwa dalam pembelajaran matematika realistik, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang menekankan prinsip penemuan kembali (re-invention), dapat digunakan sejarah penemuan konse, prinsip, rumus matematika.
Menurut penulis, prinsip penemuan ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yng menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran). Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-dua pembelajaran matematika realistik ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.
Self – developed models (model-model dibangun sendiri). Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk matematika formal. Dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan pengembangan model belajar yang bottom up.

Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik
Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama pembelajaran matematika realistik di atas, pembelajaran matematika realistik memiliki lima karakteristik, yaitu: a) the use of context (menggunakan masalah kontekstual), b) the use models (menggunakan berbagai model), c) student contributions (kontribusi siswa), d) interactivity (interaktivitas), dan e) intertwining (terintegrasi).

Penjelasan secara singkat dari kelima karakteristik tersebut, secara singkat adalah sebagai berikut.
Menggunakan masalah kontekstual. Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber pematematikaan, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. Masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika realistik memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa menggunakan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas).
Menggunakan berbagai model. Istilah model berkaitan dengan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa dalam mengaktualisasikan masalah kontekstual ke dalam bahasa matematika, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal.
Kontribusi siswa. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
Interaktif. Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.
Keterkaitan. Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik (unit pelajaran) harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih bermakna. Dalam tesis ini karakteristik ini tidak muncul.
Dari prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik di atas maka dapat dikatakan bahwa permulaan pembelajaran harus dialami secara nyata oleh siswa, pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkret sesuai realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan siswa. Sehingga mereka dengan segera tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika yang bermakna. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada di sekitar siswa dan berdasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
Langkah 1 : Memahami dan menjelaskan masalah kontekstual. Siswa diberi masalah atau soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan masalah atau soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah atau soal yang belum dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
Langkah 2 : Menyelesaikan masalah. Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.
Langkah 3 : Membandingkan jawaban. Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan. Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul yaitu interaksi.
Langkah 4 : Menyimpulkan. Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah adanya interaksi antar siswa dengan guru.


Kelebihan dan Kerumitan Penerapan Pendekatan pembelajaran matematika realistik
Menurut Suwarsono (2001:5) terdapat beberapa kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu: 1) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia, 2) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut, 3) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut, dan 4) pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

Sedangkan beberapa kerumitan dalam penerapan pendekatan PMR antara lain sebagai berikut : 1) tidak mudah untuk merubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah kontekstual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR, 2) pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara, 3) tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah, dan 4) tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika yang dipelajari.
Walaupun pada pendekatan terdapat kendala-kendala dalam upaya penerapannya, menurut peneliti kendala-kendala yang dimaksud hanya bersifat sementara (temporer). Kendala-kendala itu akan dapat teratasi jika pendekatan PMR sering diterapkan. Hal ini sangat tergantung pada upaya dan kemauan guru, siswa dan personal pendidikan lainnya untuk mengatasinya. Menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang baru, tentu akan terdapat kendala- kendala yang dihadapi di awal penerapannya. Kemudian sedikit demi sedikit, kendala itu akan terasi jika sudah terbiasa menggunakannya.

Penerapan Strategi Matematika Realistik
Topik yang akan diajarkan adalah bilangan pecahan. Salah satu kompetensi yang akan dicapai dalam topik ini adalah “menjelaskan arti pecahan, mengenal konsep pecahan senilai, operasi hitung pecahan, dan membandingkannya.”
Tahap Pendahuluan
Guru mengajak semua siswa Berdoa menurut Agama dan keyakinan masing-masing, Lalu guru melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa di dalam kelas, siswa merespon kehadirannya di dalam ruang kelas. Guru mengajak berdinamika dengan tepuk kompak. Guru meminta informasi dari siswa mengenai kegiatan piket yang telah dilaksanakan pada pagi hari dan bertanya tentang hubungan antara kebersihan kelas dengan kenyamanan kegiatan pembelajaran. Guru melihat situasi dn keadaan kelas lalu memberi saran tentang penataan kelas yang telah disusun dan dibersihkan oleh siswa. Guru memberikan kata motivasi. “Belajar adalah sesuatu yang dianggap sulit. Tapi jika sudah mengenakan akan selalu nyaman untuk belajar. Sama halnya ketika kita punya teman, jika sudah mengenalnya pasti berjalapun ingin bersama. Jika gagal adalah hal yang biasa, kegagalan timbul karena belum terbiasa. Bertemu ibu disetiap waktu akan menjadi kebiasaan, sehingga menutup kegagalan dalam belajar besama ibu.”. Setelah memberikan motivasi, guru menginformasikan dan menjelaskan pokok materi yang akan dibhas dan tujuan dari tema yang akan diajarkan.
Tahap inti
Guru menentukan suatu pembilang dan penyebut suatu pecahan dengan memberikan benda konkrit misalnya roti yang bulat dipotong menjadi empat bagian. Dari situlah siswa akan mengerti arti dari pecahan. Guru menuliskan nilai pecahan dari gambar atau kuantitas yang diberikan. Guru bisa membagi kelompok siswa menjadi beberapa kelompok yang jumlahnya sama besar, memberi tugas membuat sebuah pecahan dengan selembar kertas berupa kertas karton yang telah disediakan atau kertas warna yang sudah dibentuk dengan beberapa bangun datar sederhana.  Lalu membandingkan suatu pecahan lebih dari atau kurang dari pecahan lain berdasarkan representasi gambarnya, siswa membandingkan pembagian pecahan kertas yang satu dengan ketas yang lain dan belajar mengetahui yang lebih sedikit dan lebih banyak. Guru menyajikan suatu pecahan ke berbagai bentuk gambar sebagai contoh dan memberikan siswa kesempatan untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Guru menentukan bentuk paling sederhana dari sekelompok pecahan senilai yang sudah dikerjakan oleh masing-masing kelompok. Guru menyederhanakan pecahan dengan membaginya menggunakan FPB dari pembilang dan penyebut. Guru mengajarkan cara menentukan hasil operasi hitung dalam penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian pecahan.


Tahap penutup
Guru mengarahkan pemahaman siswa untuk bisa menyimpulkan materi yang telah dibahas. Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk mengetahui hasil ketercapaian materi). Melakukan penilaian hasil belajar. Guru memberikan penguatan terhadap materi yang telah diajarkan melalui kegiatan LKS. Lalu mengakhiri dengan mengajak semua siswa berdoa menurut Agama dan keyakinannya masing-masing sebagai penutup dalam pembelajaran.


Penutup
Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian dan analisisnya, maka dapat dirumuskan kesimpuln dari penelitian ini yaitu siswa dapat menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya secara langsung, siswa dapat memecahkan masalah dengan adanya matematika realistik dan siswa dapat berinteraksi, beraktivitas dan saling berkaitan antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan perangkat pembelajaran dalam matematika realistik.

Saran
            Dengan adanya matematika realistik disarankan untuk menggunakannya secara terus menerus agar dapat membiasakan diri dalam penerapan matematika realistik. Matematika realistik ini sangat cocok pada tingkat sekolah dasar (SD).




DAFTAR PUSTAKA

Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik dan Sani dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika Realistik di USD, 14-15 November 2001.
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Ultrecht: Freudenthal Institute.
Soedjadi. 2001. Pembelajaran Matematika Berjiwa RME. Makalah disampaikan pada seminar nasional PMRI di Universitas Sanata Darma. Yogyakarta.
Treffers (1991:32).”Didactical Background Of Mathematics Program For Primary Education”. Dalam L. streefland (Ed), realistic mathematics education in primary school. Utrecth: CD-B press, 21-56. Dalam Hadi,S.
Davis, Keith,dan Newstorm. 1996. Perilaku Dalam Organisasi. Edisi Tujuh. Jakarta: Erlangga.

Suwarsono, St. 2001. Beberapa Permasalahan yang Terkait dengan Upaya  Implementasi Pendekatan Matematika Realistik di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Pendekatan  Matematika Realistik Universitas Sanata Dharma tanggal 14 – 15 Nopember 2001.

No comments:

Post a Comment

you say