IBX5A82D9E049639

Saturday, 2 December 2017

Pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Matematika memiliki matematika yang tersusun secara hierarki, maka dalam belajar matematika tidak boleh ada langkah/tahapan konsep yang dilewati. Sebagaimana pernyataan Hudoyo (1988:3) bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak dan tersusun secara hierarki dan penalarannya deduktif. Matematika hendaknya dipelajari secara sistematis dan teratur serta harus disajikan dengan struktur yang jelas dan harus disesuaikan dengan perkembanganintelektual siswa serta kemampuan prasyarat yang telah dimilikinya. Dengan demikian pembelajaran matematika akan terlaksana secara efektif dan efisien.
Karena konsep-konsep dalam matematika memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, maka siswa harus lebih banyak diberikan kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan dengan materi yang lain. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa dapat memahami materi matematika secara mendalam.  Pentingnya pemahaman konsep matematika terlihat bagaimana siswa dapat menghadapi masalah- masalah matematika.
Berdasarkan penjelasan di atas maka pemahaman konsep perlu ditanamkan kepada peserta didik sejak dini yaitu sejak anak tersebut masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka dituntut mengerti tentang definisi, pengertian, cara pemecahan masalah maupun pengoperasian matematika secara benar. Karena hal tersebut akan menjadi bekal dalam mempelajari matematika pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pasti kita sering mendengar tentang intelegensi atau kecerdasan karena intelegensi atau kecerdasan sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Kecerdasan dianggap sebagai faktor penting yang menentukan berhasil tidaknya siswa di sekolah (Slameto, 2010:128). Kecerdasan atau intelegensi tersebut merupakan salah satu faktor yang tergolong dalam faktor psikologis (Slameto, 2010, 55). Kecerdasan besar pengaruhnya terhadap kemajuan pemhaman konsep. Siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah. Walaupun begitu, siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan tinggi belum pasti berhasil dalam memahami konsep. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Kebanyakan orang tua saat ini sangat menginginkan anak-anaknya mendapat nilai A di kelas. Masuk ke sekolah yang terbaik, unggulan dan favorit, memenangkan beasiswa dan kuliah di universitas yang paling bergengsi. Hal ini terjadi karena masyarakat sekitar kita meyakini keberhasilan akademis merupakan kunci keberhasilan dalam hidup. Tetapi pada kenyataannya banyak orang yang secara akademis tidak begitu hebat pada akhirnya menjadi pelaku bisnis dan sukses. Dari hal tersebut telah jelas bahwa keberhasilan akademis saja bukanlah suatu indikator yang baik dalam keberhasilan seseorang.
Kecerdasan banyak macamnya. Literatur kecerdasan dapat ditemukan dalam pemikiran Howard Gardner tentang kecerdasan jamak atau sering disebut multiple intellegence. Dalam buku yang ditulis oleh Dr. Howard Gardner yaitu Frames of mind: The Theory of Multiple intelligences (1983) yang dikutip Eveline Siregar mengatakan bahwa :
“Kecerdasan memiliki sembilan komponen. Kecerdasan tersebut antara lain kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan spasial-visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan naturalis, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpesonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan eksistensialis.”

Kecerdasan intrapersonal merupakan salah satu dari 9 komponen kecerdasan. Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Walaupun paling sulit dimengerti, kecerdasan ini mungkin paling penting diantara kecerdasan lainnya. Orang yang kecerdsan intrapersonalnya baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam dan membimbing hidupnya.
Selain faktor kecerdasan hal lain yang mempengaruhi sikap dan pemahaman konsep pembelajaran disekolah adalah konsep diri. Konsep diri termasuk dalam faktor yang mempengaruhi karakteristik efektif siswa dalam memahami konsep. Menurut Ritandiyono dan Retnaningsih (1996) yang dikutip oleh Leonard “Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang disiswai dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain”. Konsep diri merupakan pemahaman seseorang mengenai dirinya sendiri dalam berhubungan dengan orang lain, khususnya siswa di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung kita telah menilai diri kita sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi sifat dan sikap, termasuk orang yang pintar, berpenampilan menarik, cantik atau tidak dan masih banyak yang lainnya. Konsep siri juga dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan siswa di sekolah. Pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seorang siswa memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri siswa terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Banyak orang menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang cukup sulit sehingga membenci matematika. Tetapi semua orang harus mempelajarinya karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Untuk itu, materi matematika harus diberikan dengan memperhatikan tingkat pemahaman siswa dan harus diberikan dengan jelas serta sepraktis atau semenarik mungkin agar dapat membangkitkan kesukaan siswa pada matematika, karena pada dasarnya seseorang yang mambenci tidak akan dapat mempelajari dengan baik apa yang dibencinya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis pada penelitian ini akan meneliti sejauh mana pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.


B.    Identifikasi Masalah
Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan masalah-maslaah sebagai berikut :
1.     Kecerdasan dianggap sebagai faktor yang menentukan berhasil tidaknya siswa di sekolah.
2.     Kecerdasan besar pengaruhnya terhadap kemajuan pemahaman konsep matematika.
3.     Konsep diri dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan siswa disekolah.
4.     Konsep diri siswa terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
5.     Pengaruh kecerdasan intrapersonal terhadap pemahaman konsep matematika.
6.     Pengaruh konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.
7.     Pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.

C.    Pembatasan Masalah
Begitu banyaknya masalah dan perbatasan wajtu, maka masalah dalam penelitian ini yang akan dikaji adalah Pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika siswa.
D.    Perumusan masalah
Secara umum dapat dirumuskan masalah yang kaan diteliti sebagai berikut : adakah pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.
E.    Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan secara empiris tentang pengaruh kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.
F.    Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini digunakan untuk :
1.     Teoritis
Kiranya dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan, dengan tema yang sama akan tetapi dengan metode, teknik analisa atau mungkin populasi dan sampel yang berbeda, sehingga dapat dilakukan proses verifikasi demi kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya untuk perbaikan kualitas pendidikan indonesia.

2.     Praktis
a.     Pemerintah, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk menghasilkan kebijakan tentang kurikulum pendidikan.
b.     Guru, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk meningkatkan kompetensinya, khususnya dalam hal pemahaman pemanfaatan kecerdasan intelegensi siswa dan konsep diri bagi peningkatan kualitas pembelajaran.
c.     Sekolah, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk menentukan kebijakan baru dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika dengan memanfaatkan energi dari kecerdasan intelegensi siswa dan konsep diri siswa.
G.   Sistematika penulisan
Sistematika isi dan penulisan penelitian ini antara lain :
BAB I : Pendahuluan
                  Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori, Kerangka Berpikir dan Hipotesis
                  Dalam bab ini membuat kajian pustaka, kasjian teori, kerangka berpikir, hipotesis.
BAB III : Metode Penelitian
                  Dalam bab ini memuat tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian. Populasi, sampel, dan sampling, definisi operasional variable, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan teknis analisis data.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.    Landasan Teori
1.     Hakikat Pemahaman Konsep Matematika
a.     Konsep
Setiap materi pelajaran matematika yang disampaikan oleh guru pasti memiliki konsep tertentu untuk memahaminya. Konsep menurut Hudojo (2005:124) yakni “suatu ide abstrak yang memungkikan seseorang mengklarifikasikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu termasuk atau tidak kedalam ide abstrak tersebut”. Berdasarkan pernyataan tersebut maka konsep dapat dinyatakan sebagai suatu ide abstrak yang diklarifikasikan sebagai suatu objek atau peristiwa.
Setiap hal yang ada dialam semesta ini memiliki konsep dalam setiap kejadiannya, begitu pula manusia dalam setiap hal yang akan dilakukannya pasti memiliki konsep tertentu sebagai suatu ide, begitu pentingnya konsep dalam kehidupan sehingga Nasution dalam Boedi (2014) menyatakan bahwa,
“konsep sangat penting bagi manusia, karena digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar, membaca dan lain-lain, tanpa konsep belajar akan sangat terhambat hanya dengan bantuan konsep dapat dijalankan pendidikan formal”.
Dalam pembelajaran konsep kepada anak bergantung kepada tingkatan kelas untuk perkembangan kognitif anak. Pada tingkat pendidikan sekolah, konsep-konsep matematika umumnya mudah direpresentasikan secara visual atau melalui formula tertentu. Sebagai contoh, konsep balok dapat direpresentasikan melalui benda, foto atau gambar benda berbentuk balok, konsep parabola dapat  direpresentasikan melalui diagram atau dengan rumus tertentu, konsep fungsi dapat direpresentasikan melalu grafik, tabel, atau rumus tertentu, konsep persamaan linier dapat direpresentasikan memalui rumus tertentu.
Banyak peserta didik yang setelah belajar  matematika, tidak mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu yang sukrar, ruwet, dan sulit. Padahal pemahaman konsep merupakan bagian yang paling penting dalam pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan Zulkardi (2003:7) bahwa “mata pelajaran matematika menekankan pada konsep”. Artinya dalam mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep matematika terlabih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata. Konsep-konsep dalam matematika terorganisasikan secara sistematis, logis, dan hirarkis dari yang paling sederhana ke yang paling kompleks. Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara bermakna.
Berdasarkan beberapa pernyataan tentang konsep tersebut maka dapat dinyatakan bahwa konsep merupakan suatu ide abstrak yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, berpikir, membaca, belajar dan yang lainnya.
b.     Pemahaman
Pemahaman dalam pembelajaran matematika sudah seharusnya ditanamkan kepada setiap siswa oleh guru sebagai pendidik. Karena tanpa pemahaman siswa tidak bisa mengaplikasikan prosedur,  konsep ataupun proses. Dalam pengertiannya Mulyasa (2005:78) menyatakan bahwa “pemahaman merupakan kedalam kognitif dan afektif yang dimilki oleh individu”. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa pemahaman merupakan penggalian dari sifat kognitif dan afektif yang di miliki setiap individu.
Sedangkan menurut Winkel dalam Sudaryono (2012:44) mengemukakan bahwa,
“pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atas memahami sesuatu setelah itu diketahui atau diingat, mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu atau bentuk yang lain”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu setelah seseorang mengetahui suatu hal dan menguraikan atau menyajikannya dengan bentuk tertentu.
Carpenter dalam Didiksukanto (2011) mengemukakan bahwa, “pemahaman merupakan aspek yang fundamental dalam belajar dan setiap pembelajaran matematika seharusnya lebih memfokuskan untuk menanamkan konsep berdasarkan pemahaman”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pemahaman merupakan suatu hal yang fundamental dalam proses belajar mengejar untuk lebih memfokuskan pembelajaran terhadap konsep berdasarkan pemahaman.
Selanjutnya Ernawati (2003:8) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman “adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interprestasi dan mampu mengklasifikasikannya”. Dalam pengertian pemahaman tersebut dapat dipahami bahwa pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dapat diketahui ketika ia mampu mengungkapkan materi yang disajikan dalam bentuk lain yang mudah untuk dipahami mampu memberikan interprestasi dan mampu mengklasifikasikanya.


Menurut Virlianti (2002:6) mengemukakan bahwa,
“pemahaman adalah konsepsi yang bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat mengeksplorasi kemungkinan yang terkait dan pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya.”

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas mengenai pemahaman, dapat dinyatakan bahwa pemahaman merupakan suatu konsepsi yang mampu dicerna peserta didik yang kemudian di tuangkan atau diungkapkan dalam bentuk lain yang lebih mudah untuk dipahami, sehingga peserta didik mampu untuk mengklasifikasikannya dan memberikan interprestasi.
c.     Matematika
Salah satu pelajaran atau materi pokok, matematika merupakan pengetahuan dasar yang disetiap jenjang pendidikan ada mata pelajaran ini. Belajar matematika merupakan proses aktif siswa untuk menghubungkan makna atau konsep-konsep matematika. Hal ini berarti, bahwa belajar matematika merupakan proses menghubungkan materi yang dipelajari dengan pemhaman yang dimliki. Menurut Rohana (2011:111) “dalam memahami konsep matematika diperlukan kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Sedangkan saat ini penguasaan peserta didik terhadap materi konsep-konsep matematika masih lemah bahkan dipahami dengan keliru.”
Dari beberapa ahli banyak yang mendefinisikan matematika dari sudut pandang yag berbeda. Menurut Ferh dalam Dimyati (2009:10) menyatakan bahwa
“matematika memainkan dua peranan yaitu sebagai ratu dan sebagai pelayan ilmu. Sebagi ratu matematika merupakan logika yang paling tinggi yang pernah diciptakan manusia. Sebagai pelayan ilmu, matematika memberikan sumbangan dalam mempelajari ilmu lain, misalnya konsep matematika yaitu probilitas (teori kemungkinan) dan tidak sebaliknya.”

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa matematika memiliki dua peranan yaitu sebagai ratu yang diartikan sebagai logika palinh tinggi yang ditemukan manusia, dan pelayan ilmu sebagai konsep matematika sebagai pembantu ilmu lain dalam memahami konsep ilmu itu sendiri, dan faktanya matematika digunakan di seluruh dunia sebagai ala paling penting di berbagai bidang, termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/ medis, dan ilmu sosial seperti ekonomi, dan psikologi.
Sedangkan menurut Depdiknas (2006:1),
“Matematika adalah ilmu univesal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.”

Berdasarkan beberapa uraian diatas mengenai pengertian matematika maka dapat disimpulakan bahwa matematika merupakan dasar suatu ilmu pengetahuan yang bersifat universal dalam membantu memahami konsep dari berbagai ilmu sebagai bekal seseorang dengan kemampuan berpikir logis, anaitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
d.     Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep sangat penting, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa dalam mempelajari matematika. Pada setiap pembelajaran diusahakan lebih ditekankan pada penguasaan konsepagar siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah.
Menurut Sanjaya (2009) mengemukakan,
“pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki.”

Beberapa pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan struktur kognitif yang dimiliki seseorang dalam mengungkapkan  dan mengaplikasikan suatu konsep atas apa yang telah didapat atau dipahami kedalam bentuk lain yang lebih mudah untuk dipahami.
Noval dan Cakir(2008), menyatakan bahwa
“pengorganisasian proses pembelajaran sangat penting untuk membangun pemahaman konsep. Proses pembelajaran yang baik tidak hanya menyampaikan informasi tentang konsep, tetapi juga memperhatikan proses penyampaian konsep. Pengorganisasian proses pembelajaran yang baik dapat menggunakan model pembelajaran yang baik dan sesuai dengan materi pelajaran.”

Untuk mencapai pemahaman konsep peserta didik dalam matematika bukanlah suatu hal yang mudah karena pemahaman terhadap suatu konsep matematika dilakukan secara individual. Setiap peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami konsep-konsep matematika. Namun demikian peningkatan pemahaman konsep matematika perlu diupayakan demi keberhasilan peserta didik dalam belajar. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru dituntut untuk profesional dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2009) indikator pemahaman konsep diantaranya :
1)    Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapai.
2)    Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan.
3)    Mampu mengklasifikasikan objek-onjek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut.
4)    Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur.
5)    Mampu memberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari.
6)    Mampu menerapkan konsep secara algoritma
7)    Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Mengingat pentingnya pemahaman konsep tersebut, menurut Carpenter dalam Dafril (2011). Pengajaran yang menekankan kepada pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan, yaitu :
1)    Pemahaman memberikan generative artinya bila seorang telah memahami suatu konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman yang lain karena adanya jalinan antara pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga setiap pengetahuan baru melalui keterkaitan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.
2)    Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan yang telah dipahami dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain melalui pengorganisasian skema atau pengetahuan secara lebih efisien didalam struktur kognitif berfikir sehingga pengetahuan itu lebih mudah diingat.
3)    Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan yang terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam struktur kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman merupakan jalinan yang sangat baik.
4)    Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu konsep mateatika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan keserupaan dari berbagai  konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa untuk menganalisis apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan untuk suatu kondisi tertentu.
5)    Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang memahami matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang positif yang selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan matematikanya.
e.     Pemahaman Konsep Matematika
Matematika akan dimengerti dan dipahami bila siswa dalam belajarnya terjadi kaitan antara informasi yang diterima dengan jaringan representasinya. Krathwohl dalam Didiksukanto (2011) menyatakan bahwa,
“Siswa dikatakan memahami bila mereka bisa mengkontruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan (verbal) ataupun grafis (non verbal), yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer.”

Ada kalanya ketika pemikiran kritis peserta didik bermain ia akan menyatakan manfaat apa yang ia peroleh atau apa yang melatarbelakangi ia untuk mempelajari bahan ajar yang disampaikan oleh guru, terutama dalam pelajaran matematika. Dalam kondisi ini sebaiknya guru sebelum masuk kepada materi inti memberikan pemahaman berupa gambaran atau hal, atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan di sekelilingnya, agar peserta didik lebih mudah dalam memahami materi yang akan ia pelajari.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemahaman konsep matematika menurut Murizal (2012:21) menyatakan bahwa “pemahaman konsep matematika merupakan salah satu indikator pencapaian siswa memahami konsep matematika yang telah dipelajari selama proses pembelajaran.” Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dinyatakan bahwa pemahaman konsep matematika merupakan salah satu indikator pentik dalam pencapaian pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika yang telah dipelajari siswa selama proses pembelajaran.
Sesuai dengan persatuan Dirjen Dikdasmen Nomer 506/C/Kep/PP/2004, indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu:
1)    Menyatakan ulang sebuah konsep.
2)    Mengklasifikasikan objek menurut tertentu sesuai dengan konsepnya.
3)    Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.
4)    Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representsi.
5)    Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
6)    Menggunakan atau memafaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu.
7)    Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran matematika bukan hanya menghafal suatu rumus, meski memang ada beberapa rumus yang harus dihafal untuk mengetahui jalan pemecahan soal, namun pada hakikatnya dalam pembelajaran matematika peserta didik harus memahami konsep yang terdapat dalam matematika tersebut untuk memecahkan masalah dari setiap soal yang dihadirkan, dengan pemahaman konsep matematika diharapkan peserta didik dapat mengaplikasikan konsep matematika tersebut kedalam kehidupan nyata di sekelilingnya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa  pemahaman konsep matematika sangatlah penting dikuasai oleh siswa, sehingga siswa tidak lagi hanya menghapal rumus tetapi dia benar-benar memahami konsep matematika kemudian pemahamn konsep juga bisa mudah dipahami.
2.     Hakikat Kecerdasan Intrapersonal
a.     Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan dianggap sebagai faktor utama yang menentukan sukses gagalnya siswa belajar di sekolah. Kecerdasan adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Vernon membuat pandangan yang berbeda mengenai intelegensi. Vernon mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk melihat hubungan yang relevan diantara obyek-obyek atau gagasan-gagasan, serta kemampuan untuk menerapkan hubungan-hubungan ini kedalam situasi-situasi baru yang serupa (Slameto,2010 : 129). Menurut Wechler, intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efesien (Dimyati dan Mudjiono, 2006:245)
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasiona;. Orang berfkir menggunakan pikiran atau inteleknya, cepat tidaknya dan terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kemampuan kecerdasan, intelegensi adalah kemampuan psiko-psiko untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2010:176)
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimplkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan berpikir yang dimiliki seseorang yang sudah ada sejak lahir dan dapat berkembang sesuai dengan usia, tingkat pendidikan dan lingkungan. (Bayley Slameto 2010:131) di dalam studinya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan intelektual individu. (1) keturunan, (2) latar belakang sosial ekonomi, seperti pendapat keluarga, pekerjaan orang tua, dan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya. (3) lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang kurang baik, akan menghasilkan kemampuan intelektual yang kurang baik, begitu pun sebaliknya. (4) kondisi fisik, seperti keadaan gizi yang kurang baik, kesahatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan tingkat kemampuan mental yang rendah. (5) iklim emosi, dimana individu dibesarkan mempengaruhi perkembangan mental individu yang bersangkutan.

b.     Pengertian Kecerdasan Intrapersonal
Pemahaman mengenai kecerdasan yang dimiliki manusia dalam konteks belajar merupakan sesuatu yang penting. Kecerdasaan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai disi sendiri, yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri (Christine Sujana, 2008:233). Orang-orang yang berkecerdasan intrapersonalnya tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercemin pada apa yang mereka lakukan terus-menerus membuat penilaian diri. Mereka selalu bersentuhan dengan pemikiran, gagasan dan impian mereka dan mereka juga memiliki kemampuan untuk mengarahkan emosi mereka sendiri sedemikian rupa untuk memperkaya dan membimbing dan membimbing kehidupan mereka sendiri.
Orang-orang yang sangat cerdas secara intrapersonal mudah dibedakan dengan melihat keyakinan diri dan kemandirian mereka yang tinggi. Meraka sangat termotivasi dan teguh dengan keputusan yang mereka ambil. Tepatnya karakteristik inilah yang membuat mereka sangat berhasil. Akan tetapi, yang paling ekstrim, orang-orang yang berkercerdasan intrapersonal sangat tinggi mungkin akan sangat individualistis dan introvert. Orang-orang dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi akan cemerlang dalam pekerjaan-pekerjaan menjadi pengusaha, konselor, pelatihan keberhasilan, filsafat, dan orang-orang dalam semua bentuk diri dari posisi kepemimpinan seperti pemimpin militer.
Kecerdasan intrapersonal tidak hanya penting bagi mereka yang berjuang untuk menjadi pemimpin dan atasan, tetapi pada dasarnya penting bagi setiap orang yang ingin menguasai kendali atas kehidupannya dan karena itu mencapai keberhasilan dan keamanan. Orang yang kecerdasan intrapersonalnya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2010:101). Dari sinilah maka kecerdasan penguasaan diri. Berikut ini beberapa alasan mengapa penting bagi setiap orang untuk menjadi cerdas diri.
1)    Mengembangkan pemhaman yang kuat menganil diri yang membimingnya kepala kestabilan emosional. Orang-orang dengan pemahaman yang temah terhadap diri sendiri cenderung dengan mudah menjadi tidak stabil secara emosional di bawah tekanan atau pendiritaan karena itu mereka tidak dapat mengatasi banyak tantangan hidup, memilih untuk mendirita tekanan emosional dan menyerah dengan mudah. Jika anak tidak belajar bagaimana mengembangkan pemahaman yang kuat mengenai diri, dia juga akan mudah terkena kritik, kesepian dan kejemuan. Dia mungkin tidak dapat mengatasi tekanan dari sekolah seperti tekanan menyesuaikan diri dan memperoleh nilai yang baik. Sebagai akibatnya, dia akan cenderung dengan mudah terpengaruhi oleh unsur negatif dan memberontak. Dia dengan mudah akan menjadi orang yang berpertasi rendah dan tidak bermotivasi.
2)    Mengedalikan dan mengarahkan emosi. Yang lebih sering terjadi yang menhalangi kita mengambil tindakan dalam kehidupan kita dan mewujudkan impian kita adalah ketidakmampuan kita mengendalikan dan mengarahkan emosi kita. Tingkah laku dan pembuatan orang-orang dikendalikan lebih banyak oleh emosi mereka dari pada oleh logika. Emosi negatif yang mengendalikan kita dan membuat kita hanya menjadi orang biasa-biasa saja adalah emosi seperti ketakutan, keraguan, depresi, marah, dan kemalasan. Orang-orang yang tidak pernah belajar untuk mengarahkan emosi mereka akan merasa mereka sangat terkait oleh perasaan diri. Akan tetapi, orang-orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang tinggi memiliki suatu pemahaman yang dalam mengenai perasaan mereka dan dapat mengarahkan emosi tersebut sedemikian rupa sehingga mereka dapat memperdayakannya untuk mengabil tindakan. Ternyata akar dari banyak masalah pembelajaran disekolah saat ini adalah masalah emosional seperti rasa rendah diri dan depresi. Agar unggul di sekolah dan dalam kehidupan dikemudian hari, anak harus belajar mengendalikan emosinya dan bukan dikendalikan.
3)    Mengatur dan memotivasi diri. Biasanya, yang membedakan orang yang berhasil dengan yang lainnya adalah kemampuan mereka untuk memotivasi diri mereka dan orang lain untuk melakukan hal-hal yang harus dilakukan. Sebaliknya, orang-orang dengan kecerdasan intrapersonal yang rendah harus bersandar pada orang lain untuk memotivasi mereka.
4)    Bertanggung jawab atas kehidupan diri sendiri. Orang-orang dengan kecerdasan diri yang tinggi cenderung bertanggung jawab dan menjadi pemilik kehidupan mereka sendiri. Ketika ada hal-hal yang tidak beres, mereka cepat-cepat mengambil tanggung jawab. Sebaliknya, orang-orang dengan kecerdasan intrapersonal yang rendah umumnya mengambil peran sebagai korban. Apabila ada sesuatu yang tidak beres, mereka menyalahkan setiap orang lain dan mereka mencari banyak alasan karena ketidak berhasilannya dalam hal yang mereka lakukan. Akibatnya, mereka merasa seperti tergantung pada belas kasihan lingkungannya.
5)    Mengembangkan harga diri yang tinggi yang merupakan dasar bagi keberhasilan. Harga diri merupakan kesadaran dalam diri tentang seberapa jauh kita layak dicintai dan seberapa mampu diri kita, menurut kita. Orang-orang dengan harga diri rendah sukar mengatsi tekanan, masalah, dan kegagalan. Mereka adalah orang-orang yang cenderung mudah menyerah, menjadi sangat negatif dan bahkan dibenci. Bila seseorang memiliki harga diri yang tinggi maka dia akan menetapkan tujuan yang tinggi dan berjuang untuk meraihnya. Orang-orang dengan harga diri rendah merasa tidak pantas berhasil dan tidak pernah menetapkan target bagi diri mereka. Akibatnya, mereka menjalani kehidupan rata-rata (Christine Sujuna, 2008: 234)
Biasanya orang yang mempunyai skor tinggi dalam faktor-faktor kecerdasan intrapersonal akan digambarkan sebagai seorang yang merasa nyaman pada dirinya sendiri, puas dan berfikiran positif karena apa yang dilakukannya itu atas jerih payahnya sediri. Ada beberapa ciri-ciri yang biasanya dikaitkan dengan anak-anak dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi, menurut May Lwin, dkk (Christine Sujana, 2008:239) ciri-ciri tersebut antara lain :
1)    Menyadari tingkat perasaan atau emosinya.
2)    Termotivasi sendiri dalam mengejar cita-cita
3)    Dapat menertawakan kesalahannya sendiri dan belajar dari kesalahannya itu.
4)    Mampu duduk sendirian dan belajar secara mudah
5)    Memanfaatkan waktu berpikir dan merefleksikan apa yang dia lakukan.
6)    Senang bekerja sendiri dan cukup mandiri.
7)    Memiliki harga diri yang tinggi dan keyakinan yang tinggi
8)    Memiliki kendali diri yang baik (misalnya menghindari diri dari kemarahan tak terkendali)
9)    Duduk sendirian beberapa saat untuk berkhayal dan merefleksikan diri.
Anak-anak mungkin tidak menunjukan semua ciri ini walaupun mereka sangat cerdas diri. Sebaliknya, seorang anak mungkin sangat memahami perasaanya sendiri dan dapat merefleksikan apa yang dia lakukan, tetapi memiliki harga diri yang rendah, setiap anak unik dengan ciri-ciri yang tidak sama, tetapi setiap anak memiliki kemampuan yang luar biasa dan tidak terbatas untuk belajar.
3.     Hakikat Konsep Diri
a.     Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah presepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Setiap tingkah laku orang biasanya menggambarkan konsep dirinya. Burns (1977) mengatakan :
The self concept refers to the connection of attitude and beliefs we hold about ourselves” (Slameto, 2010:182}

Konsep ini merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri sendiri relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orang tua, guru, dan teman-teman. Harry Stack Sullivan menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung menghormati dan menerima diri kita. sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita, dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyukai diri kita (Jalaluddin Rakhmat, 2007:101)
Siswa yang memiliki konsep diri yang buruk dalam beberapa hal tampaknya menolak pengalaman-pengalaman suksesnya pada pertama kali. Akan tetapi perubahan yang menetap dalam prestasinya akan membawa perubahan pada sikap terhadap diri sendiri. Studi dari Meichenbaum (Slameto, 2010:184) membuktikan bila siswa dibantu menyatakan hal-hal positif mengenai dirinya sendiri dan diberikan penguatan (reinforcement). Maka hal ini akan menghasilkan suatu konsep diri yang lebih positif. Namun perlu diingat bahwa perubahan dalam tingkah laku hanya akan diikuti dengan perubahan konsep diri, bila sesuai dengan kenyataan. Perubahan akan mudah dilakukan bila konsep diri yang dimiliki siswa tidak realistis.
Telah dikatakan bahwa konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Penelitian Perderson (1960) dan Zahran (1967) memperlibatkan bahwa guru mempunyai pengaruh yang kuat terhadap konsep diri siswa. Guru dapat meningkatkan atau menekannya, dengan perkataan lain, guru dapat mempengaruhi dasar aspirasi dan penampilan siswa (Slameto, 2010:184).
Guru atau pengajar harus paham tentang hal ini dan perlahan-lahan mengamati keadaan lingkukan sekolah, sehingga peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan yang dapat merendahkan atau menurunkan konsep diri siswa dapat dikurangi. Konsep diri ada dua macam, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Yang harus dikembangkan dalam hal ini adalah konsep diri positif yang dimiliki oleh siswa. Suasana lingkungan yang hangat dan nyaman akan sangat membantu siswa dalam menegmbangkan konsep diri yang positif. Menurut William D Brooks dan Philip Emmert (Jalaludin Rakhmat, 2007:105) ada empat tanda orang yang dimilikikonsep diri negatif. Pertama, peka pada kritik. Ia tidak terima terhadap kritikan orang lain tentang dirinya, mudah marah dan tersinggung. Ia menggap orang yang mengeritiknya akan menjatuhkan harga dirinya. Kedua, sangat responsif tehadap pujian. Ia senang tehadap pujian yang diberikan orang lain dan sangat kritis kepada orang lain. Ketiga, sikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela, meremehkan apapun dan siapapun, dan tidak mau menghargai bahkan mengakui kelebihan yang dimiliki orang lain. Keempat, cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, tidak dapat bersahabat dengan orang lain dan ia selalu merasa menjadi korban dalam lingkungan tersebut. Kelima, bersikap pesimis, ia tidak mau untuk bersaing dalam meraih prestasi dan selalu merasa dirinya kalah dan persaingan itu akan merugikan dirinya sendiri.
Selain konsep diri negatif, ada juga konsep diri positif. Menurut Jalaluddin Rakhmat, ada lima tanda orang yang mempunyai konsep diri positif. Pertama, yakni akan kemampuannya dalam mengatasi masalah. Kedua, merasa setara dengan orang lain. Ketika, menerima pujian tanpa rasa malu. Keempat, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. Kelima, mampu memperbaiki dirinya.
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. William James membedakan antara “The I”, diri yang sadar dan aktif, dan “The Me” diri yang menjadi objek renungan kita. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of oursalves that we have derived fram experiences and our interaction with orders” (Jalaluddin Rakhmat, 2007:99)
Konsep diri bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita sendiri. Karena itu, Anita Taylor et al, mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire comples of beliefs and attitudes you hold about yourself” (Jalaluddin Rakhmat, 2007:100). Dengan demikian ada dua komponen konsep siri, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi sosial komponen kognitif disebut citra diri (self image), dan komponen efektif disebut harga diri (self esteem). Gabriel Marcel, filusuf eksistensialis, yang mencoba menjawab misteri keberadaan, The Mystery of Being, menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, “The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by strating from them.” Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu (Jalaluddin Rakhmat, 2007:100).
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. G.H. Mead (1934) menyebut konsep diri sebagai suatu produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari “dirinya sendiri” yang diterima dari orang-orang yang berpengaruh pada dirinya sendiri (Slameto, 2010:182).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Jika seorang siswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan giat datang ke sekolah, mencatat, mempelajari pelajran disekolah dengan sungguh-sungguh, mengerjakan PR, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh pemahaman konsep yang baik dan hasil belajar yang baik, seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat (2007:104) mengatakan bahawa :
“Bila Anda berpikir Anda orang bodoh, Anda akan benar-benar akan menjadi orang bodoh. Bila Anda memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan, maka permasalahan apa pun yang Anda hadapi pada akhirnya dapat Anda atasi. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang Anda lekatkan pada diri Anda. Hubungan konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpulkan dengan ucapan para pengajar berfikir positif. You don’t what you are, you are what you think.”

B.    Kerangka Berpikir
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari kemampuan pemahaman konsep siswa. Dalam mencapai pemahaman konsep yang baik banyak faktor yang mempengaruhi siswa. Diantarannya adalah Kecerdasan Intrapersonal yang berperan dalam memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Orang-orang yang berkecerdasan intrapersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercermin pada apa yang mereka lakukan dan terus-menerus membuat penilaian diri.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Siswa yang memilki konsep diri yang buruk dalam beberapa hal tampaknya menolak pengalaman-pengalaman suksesnya pada pertama kali. Akan tetapi perubahan yang menetap dalam prestasinya akan membawa perubahan pada sikap terhadap diri sendiri.
Dari uraian diatas, diduga bahwa kecerdasan intrapersonal dan konsep diri berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep matematika. Artinya, pemahaman konsep siswa akan tinggi jika kecerdasan intrapersonal dan konsep dirinya tinggi, dan sebaliknya pemahaman konsep matematika siswa akan rendah jika kecerdasan intrapersonal dan konsep diri rendah.
C.    Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipostesis peneltian sebagai berikut :
1.     Adanya pengaruh positif antara kecerdasan intrapersonal terhadap pemahaman konsep matematika.
2.     Adanya pengaruh positif antara konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.
3.     Adanya pengaruh positif antara kecerdasan intrapersonal dan konsep diri terhadap pemahaman konsep matematika.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Waktu dan Tempat Penelitian
1.     Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK........ yang beralamat di........
2.     Waktu dan Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada tahun ajaran 2017/2018 dengan pembagian waktu sebagai berikut :
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No.
Kegiatan
Januari
Februari
Maret
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Persiapan Penelitian












2
Penelitian dan Pengumpulan Data












3
Analisis Data












4
Penyusunan Laporan














B.    Metode Penelitian
1.     Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan analisis deskriptif dan korelasi. Dengan angket (kuisioner) untuk kecerdasan intrapersonal dan konsep diri, dan untuk data pemahaman konsep matematika peneliti mengambil dari hasil tes sumatif.
2.     Desain Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang diukur yaitu, kecerdasan intrapersonal, konsep diri sebagai variabel bebas dan pemehaman konsep matematika sebagai variabel terkait. Hubungan antara variabel digambarkan sebagi berikut :

X1

X2

Y



Gambar 3.1 Desain Penelitian
Keterangan:
        = Kecerdasan Intrapersonal
        = Konsep Diri
Y         = Pemahaman Konsep Matematika
Peneliti mengambil 3 jenis data dalam peelitian ini. Ketiga data tersebut terbentuk skor diperoleh dari data kecerdasan intrapersonal, konsep diri dan pemahaman konsep matematika. Data kecerdasan intrapersonal dan konsep diri dikumpulkan dengan instrument yang berbentuk kuisioner dan data pemahaman konsep matematika diperoleh dari hasil tes sumatif.
C.    Populasi dan Sampel
1.     Populasi Target
Ridwan dan Lestari mengatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pngukuran yang menjadi obyek panelitian.”  (Supardi, 2012:25). Dengan demikian, yang dimaksud dengan populasi target dalam peneitian ini adalah seluruh siswa ........ tahun ajaran 2017/2018.
2.     Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah keseluruhan subyek penelitian yang jumlahnya terjangkau sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Dengan demikian, populasi terjaungkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas .............. .... tahun ajaran 2017/2018 berjumlah .... siswa.
3.     Sampel
Arikunto (Supardi, 2012:26) mengatakan bahwa. “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagian sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Seluruh populasi (representative). Dari populasi terjangkau diambil sampel hanya ..... siswa.
4.     Teknik Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel teknik random sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak.
D.    Metode Pengumpulan Data
1.     Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a.     Variabel bebas
  : Kecerdasan Intrapersonal
  : Konsep Diri
b.     Variabel terkait
Y   : Pemahaman Konsep Matematika
2.     Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :




Tabel 3.2
Variabel
Sumber Data
Pemahaman Konsep Matematika
Siswa
Kecerdasan Intrapersonal
Siswa
Konsep Diri
Siswa

3.     Metode Pegumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara:
Tabel 3.3
Variabel penelitian
Teknik
pengumpulan Data
Tipe
Data
Kecerdasan Intrapersonal
Angket
Interval
Konsep Diri
Angket
Interval
Pemahaman Konsep Matematika
Tes
Interval



E.    Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah angket (kuisioner). Angket (kuisioner) digunakan untuk mengumpulan data tentang kecerdasan intrapersonal dan konsep diri, sedangkan data pemahaman konsep matematika diperoleh dari hasil tes sumatif.
1.     Angket Kecerdasan Intrapersonal
a.     Definisi Konseptual
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang memahami diri sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunkan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya.
b.     Definisi Operasional
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang dimiliki seseoarang memahami diri sendiri, membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya yang dapat diukur malalui: (1) mengenali diri sendiri, (2) mengetahui apa yang diinginkan, (3) mampu memotivasi dan melakukan disiplin diri, (4) menghindari tempat dan situasi tertentu.
c.     Kisi-kisi
Untuk lebih jelasnya penerapan definisi operasional dapat diterapkan dalam bentuk tabel kisi-kisi konsep diri sebagai berikut:
Tabel 3.4
No.
Indikator
Pernyataan
Jumlah
Positif
Negatif
1
Mengenali diri sendiri



2
Mengetahui apa yang diinginkan



3
Mampu memotivasi dan melakukan disiplin diri



4
Menghindari tempat dan situasi tertentu




d.     Uji Coba Instrumen
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebelum digunakan untuk menjaring dan penelitian, instrumen amgket konsep diri siswa perlu diuji coba agar diketahui tingkat kehandalan instrumen. Untuk itu dilakukan       peninjauan terhadap tingkat kesukaran butir angket, daya beda, validitas butir angket, dan reabilitas angket.


1)    Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang digunakan. Dalam pengujian validitas butir atau item menggunakan rumus korelasi product moment (pearson). Langkah-langkah dalam analisis item angket adalah sebagai berikut:
a)     Mentabulasi skor jawaban
b)    Membuat tabel kerja analisis item
c)     Menghitung nilai “r” dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

   
Keterangan:
r                 : koefisien korelasi
X               : skor tiap butir
Y               : skor total
         : jumlah hasil skor X dan Y yang berpasangan
          : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
          : jumlah skor yang dikuadratkan dalam Y
n                : jumlah subyek penelitian
Untuk menentukan valid atau tidaknya butir angket selanjutnya nilai rhitung  dikonsultasikan dengan nilai rtabel pada α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk= n – 2 ).
                        Kaidah keputusan :    Jika  ˃  berarti valid
                                                           Jika <  berarti tidak valid

2)    Pengujian Reabilitas
Reabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mencari reabilitas dari setiap butir item angket digunakan uji Alpha Cronbach. Namun sebelumnya menghitung variasi sitiap butir dengan tujuan untuk memperoleh jumlah varians butir.
Keterangan :
                   : nilai reablitas
                 : jumlah varian skor tiap-tiap item
St                     : varians total
k                      : jumlah item
Keputusan dengan membandingkan  dengan rtabel.
            Kaidah keputusan       : Jika >  berarti Reliabel
                                                  Jika <  berarti tidak Reliabel
Untuk nilai r uji validitas maupun uji reanilitas menggunakan indeks korelasi dengan klasifikasi sebagai berikut :
0,800-1,000     : Sangat tinggi
0,600-0,799     : tinggi
0,400-0,599     : cukup tinggi
0,200-0,399     : rendah
0,000-0,199     : sangat rendah (tidak valid)
Tes layak digunakan apabila korelasi berada pada spesifikasi cukup, tinggi dan sangat tinggi.
2.     Angket Konsep Diri
a.     Definisi konseptual
Telah diuraikan secara jelas pula pada bab II bahwa yang dimaksud dengan konsep diri merupakan suatu susunan konsep yang berdasarkan karakteristik proses fisik, perilaku, dan kewajiban dari seseorang yang terdiri dari aspek fisik, diri sebagai proses.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pemandangan fisik dan psikologis individu terhadap dimensi pengetahuan, pengharapan, dan penilaian yang akan berpengaruh terhadap penyesuaian dalam kehidupan, seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri, aspirasi, dan kemampuan diri.
b.     Definisi Operasional
Konsep diri merupakan suatu kepercayaan  mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
Dalam definisi operasional ini, konsep diri adalah skor tentang :
1)    Citra diri
2)    Harga diri
3)    Ideal diri
c.     Kisi-kisi
Untuk lebih jelasnya penerapan definisi operasional dapat diterapkan dalam bentuk tabel kisi-kisi konsep diri sebagai berikut:
Tabel 3.5
No.
Indikator
Pernyataan
Jumlah
Positif
Negatif
1
Citra diri



2
Harga diri



3
Ideal diri




d.     Uji Coba Instrumen
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Sebelum digunakan untuk menjaring data penelitian. Instrumen angket konsep diri siswa perlu diuji coba agar diketahui tingkat kehandalan instrumen. Untuk itu dilakukan peninjauan terhadap tingkat kesukaran butir angket, daya beda, validitas butir angket, dan reabilitas angket.
1)    Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang digunakan. Dalam pengujian validitas butir atau item menggunakan rumus korelasi product moment (pearson). Langkah-langkah dalam analisis item angket adalah sebagai berikut:
a)     Mentabulasi skor jawaban
b)    Membuat tabel kerja analisis item
c)     Menghitung nilai “r” dengan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
   
Keterangan:
r                 : koefisien korelasi
X               : skor tiap butir
Y               : skor total
         : jumlah hasil skor X dan Y yang berpasangan
          : jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
          : jumlah skor yang dikuadratkan dalam Y
n                : jumlah subyek penelitian
Untuk menentukan valid atau tidaknya butir angket selanjutnya nilai rhitung  dikonsultasikan dengan nilai rtabel pada α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk= n – 2 ).
                        Kaidah keputusan :    Jika  ˃  berarti valid
                        Jika <  berarti tidak valid
2)    Pengujian Reabilitas
Reabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Dalam penelitian ini untuk mencari reabilitas dari setiap butir item angket digunakan uji Alpha Cronbach. Namun sebelumnya menghitung variasi sitiap butir dengan tujuan untuk memperoleh jumlah varians butir.
Keterangan :
             : nilai reabilitas
           : jumlah varian skor tiap-tiap item
St               : varians total
k                : jumlah item
Keputusan dengan membandingkan  dengan rtabel.
Kaidah keputusan : Jika >  berarti Reliabel
                                      Jika <  berarti tidak Reliabel
Untuk nilai r uji validitas maupun uji reanilitas menggunakan indeks korelasi dengan klasifikasi sebagai berikut :
0,800-1,000          : Sangat tinggi
0,600-0,799          : tinggi
0,400-0,599          : cukup tinggi
0,200-0,399          : rendah
0,000-0,199          : sangat rendah (tidak valid)
Tes layak digunakan apabila korelasi berada pada spesifikasi cukup, tinggi dan sangat tinggi.
3.     Instrumen Pemahaman Konsep Matematika
a.     Definisi Konseptual
Pemahaman konsep matematika adalah pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami sesuatu yang tersimpan dalam pikiran sebagai langkah unyuk memerikan label kepada sesuatu atau sebagai alat untuk berpikir, yang dapat membantu seseorang untuk mengenal, mengerti, dan memahami terhadap sesuatu konsep tersebut.

b.     Definisi Operasional
Pemahaman konsep matematika adalah skor tentang hasil yang diperoleh nilai ulangan harian semester genap matematika pada siswa kelas XI ............

1)      Pengujian Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang digunakan. Pengujian validitas tiap butir insrtumen angket kecerdasan emosional menggunakan korelasi Product Moment. Supardi (2013:169) menyebutkan bahwa korelasi ini digunakan untuk data interval/rasio dengan data interval/rasio. Rumus korelasi Product Moment sebagai berikut:
 =
Keterangan :
            : koefisien korelasi Product Moment
            Jumlah skor dalam sebaran X
            Jumlah skor dalam sebaran Y
               : Jumlah sampel uji coba
           : Jumlah hasil kali skor X dan Y
          : Jumlah skor yang dukuadratkan dalam sebaran X
           : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y
Kemudian membandingkan atau  hasil perhitungan dengan Product Moment untuk α = 0,05  dan derajat kebebasan (dk = n-2). Pada penelitian ini  adalah … dengan n (jumlah responden) berjumlah .... peserta didik. Kriteria pengujiannya adalah:
Jika        :         maka Tidak Valid
         maka Valid
Berikut ini merupakan hasil perhitungan instrumen angket kecerdasan emosional, dengan menggunakan program Microsoft Excel 2010.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, setelah dibandingkan dengan r tabel = … maka peneliti memperoleh butir pernyataan yang tidak valid  sebanyak …
2)    Pengujian Reliabilitas
Tujuan uji reabilitas adalah untuk mengetahui kesenjangan pertanyaan tes apabila diberikan berulang kali pada objek yang sama. Pengujian reliabilitas  untuk soal essay menggunakan rumus Alpha Cronbach.
 =
Keterangan:
            Koefisian reliabilitas tes
k               Banyaknya butir valid
           = Varians skor total
            = Varians skor i
Dengan kriteria koefisien reliabilitas sebagaimana terdapat dalam tabel berikut
Kemudian membandingkan  hasil perhitungan dengan  Product Moment,

Kriteria pengujiannya adalah:
Jika , maka instrumen tersebut dikatakan reliable.
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Alpha Croncbach diperoleh skor koefisien reliabilitas.

1.      Analisis Statistik Deskriptif
Statistika deskriptif menurut Supardi (2013:31) adalah “Statistika deskriptif adalah statistika yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat simpulan yang berlaku untuk umum. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a.       Penyajian Data
1)      Mengurutkan data dari yang terkecil sampai terbesar.
2)      Menghitung jarak atau rentang (R)
Rumus untuk mencari jangkauan adalah:
3)      Mengitung jumlah kelas (K)
Rumus untuk mencari jumlah kelas adalah:
K = 1 + 3,3 log n
Keterangan:
K = Banyaknya kelas
n = Banyaknya data
4)      Menentukan panjang kelas interval dengan rumus:
Keterangan:
P = Panjang kelas / interval
R = Rentang atau jangkauan
K = Jumlah kelas
b.      Pengolahan Data
Dari data yang sudah disajikan, langkah selanjutnya adalah mencari mean, median, modus, simpangan baku dan disajikan kedalam bentuk grafik histogram.
1)      Menentukan rata-rata hitung (mean)
Keterangan:
               : Nilai rata-rata
              : Nilai tengah interval kelas
               : Frekuensi
n               : Jumlah data
2)      Menghutung nilai tengah data (median)

Keterangan:
            : Median
               : Tepi batas bawah kelas median
               : Panjang Kelas
n               : Jumlah data
               : Frekuensi kelas median
F               : Jumlah frekuensi sebelum kelas median

3)      Menghitung Modus
Keterangan:
          : Modus
            : Tepi batas bawah kelas modus
P             : Panjang kelas
          : Frekuensi kelas modus – frekuensi kelas
                sebelumnya
           : Frekuensi kelas modus – frekuensi kelas sesudah
4)      Varians
Keterangan:
            : Varians
               : Jumlah data
               : Frekuensi kelas ke
              : Titik tengah kelas ke

5)      Simpangan Baku
Keterangan:
               : Simpangan baku
            : Varians

2.      Uji Persyaratan Analisis Data
a.       Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan penaksiran rata-rata dan simpangan baku yaitu dengan uji Chi-KuadratMenurut Supardi (2013:138)langkah-langkah pengujian normalitas data dengan Chi-Kuadratadalah sebagai berikut:
Pertama-tama awali dengan menentukan taraf signifikasi, misalnya α = 0,05 untuk menguji hipitesis:
 : Sampel berdistribusi normal
 : Sampel tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria pengujian:
Jika <  terima , dan
Jika >  tolak
Kedua lakukan langkah-langkah uji normalitas dengan Chi-Kuadrat  sebagai berikut:
a.       Membuat daftar tabel distribusi frekuensi, dari data yang berserakan kedalam distribusi frekuensi data kelompok.
b.       Mencari rata-rata (mean) data kelompok.
c.       Mencari simpangan baku data kelompok.
d.       Tentukan batas nyata (tepi kelas) tiap interval kelas dan jadikan sebagai ( , , ,..., ).
Kemudian lakukan konversi, setiap nilai tepi kelas  menjadi nilai baku , ,…, . Dimana nilai baku Z ditentukan dengan rumus
e.       Tentukan besar peluang setiap nilai tabel distribusi Z berdasarkan nilai Z (luas lengkungan dibawah Kurva Normal Standar dari 0 sampai Z, dan disebut dengan  skor , dengan ketentuan:
Jika > 0maka  = 0,5 + dan
Jika < 0maka  = 0,5 -
f.       Tentukan luas normal tiap kelas intervaldengan cara mengurangi nilai  yang lebih besar diatas atau dibawahnya, yaitu :
g.      Mencari  (frekuensi ekspektasi)dengan cara mengalikan luas tiap kelas intervaldengan memberof cases (n banyaknya sampel), yaitu
h.      Masukan frekuensi observasi (faktual) sebagai
i.        Cari nilai  tiap interval dengan rumus:
j.        Mencari nilai , dengan rumus
k.      Tentukan nilai  pada taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = k – 1 (dengan k = banyak kelas/kelompok interval).
l.        Membandingkan  dengan apabila:
Jika  , maka data berdistribusi tidak normal
Jika  , maka data berdistribusi normal.

b.      UjiLiniearitas Regresi
Regresi adalah bentuk hubungan fungsional antara variabel-variabel. Sementara itu, analisis regresi adalah mempelajari bagaimana antar variabel saling berhubungan. Uji kelinearitasan diperlukan untuk melakukan analisis inferensial dalam uji asosiasi. Menurut Supardi (2013:150) uji kelinearan dilakukan untuk menguji hipotesis:
(Linear)
(Tidak Linear)
Berikut ini langkah-langkah uji linearitas regresi (Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika) atas  (Kecerdasan Emosional) dan  (Kemandirian Belajar) perhitungannya sebagai berikut:
1.      Sajikan data X dan Y dalam tabel penolong
2.      Tentukan persamaan regresi X dan Y atau  , dengan terlebih dahulu menentukan nilai rerata X ( , rerata Y, a dan b dengan rumus antara lain sebagai berikut:
3.      Tentukan jumlah nilai kuadrat (JK) setiap sumber varians, yaitu:
a.       Jumlah Kuadrat Total:
b.       Jumlah Kuadrat Regresi a:
c.       Jumlah Kuadrat Regresi b terhadap a
d.       Jumlah Kuadrat Residu
e.       Jumlah Kuadrat Eror
Dengan urutan langkah:
1)      Urutkan data X dari terkecil hingga terbesar disertai dengan pasangannya (data Y)
2)      Buat tabel penolong untuk mengelompokan data Y berdasarkan urutan data X, sehingga setiap data X yang sama dianggap satu kelompok data Y
3)      Hitung besaran Kuadrat Eror tiap data diatas
4)      Jumlah Kuadrat Eror dari setiap kelompok tersebut, yaitu:
f.        Jumlah Kuadrat Tuna Cocok

4.      Tentukan nilan derajat kebebasan (dk) untuk setiap sumber varians, yaitu:
a)      dk total : dk (t) = n
b)      dk regresi a : dk (reg a) = 1
c)      dk regresi b terhadap a : dk (reg b/a) = 1 (banyaknya variabel bebas)
d)      dk residu : dk (res) = n – 2
e)      dk eror : dk (err) = n – k
f)       dk tuna cocok : dk (TC) = k – 2
Keterangan:
n = banyaknya pasang data
k = banyaknya kelompok daya Y berdasarkan kategori X
5.      Buat tabel penolong ANAVA untuk uji kelinieran regresi, serta sekaligus tentukan nilai rerata jumlah kuadrat (RJK) tiap sumber varians yang diperlukan.  dan  untuk uji kelinieran seperti berikut:
a)      Hitung rata-rata jumlah kuadrat regrasi a
b)      Hitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b terhadap a

c)      Hitung rata-rata jumlah kuadrat residu
d)      Hitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok
e)      Hitung rata-rata jumlah kuadrat eror
f)       Mencari nilai
g)      Mencari nilai  menggunakan tabel F
h)      Bandingkan nilai  dengan  dengan syarat:
Jika  , maka terinma,  berarti linier
Jika  , maka terinma,  berarti tidak linier






Tabel 3.16
Tabel Pertolongan Variabel X dan Y Untuk Uji Linieritas

Sumber Varian (SV)
dk
JK
RJK
Fhitung
Ftabel
Total
N
ƩY2
-
Fhitung
F(1-α,dk1,dk2)
Regresi (a)
Regresi (b/a)
Residu
1
1
n-2
JKreg(a)
JKreg(b/a)
JKres
RJKreg(a)
RJKreg(b/a)
RJKres
Tuna Cocok Kesalahan (eror)
k-2
n-k
JKTC
JKE
RJKTC
RJKE

c.       Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu situasi dimana beberapa atau semua variabel bebas berkorelasi kuat. Jika terdapat korelasi yang kuat di antara sesama variabel independen maka konsekuensinya adalah:
a)      Koefisien-koefisien regrei menjadi tidak dapat ditaksir
b)      Nilai standar eror setiap koefisien regresi menjadi tidak terhingga.
Dengan demikian berarti semakin besar korelasi diantara sesama variabel independen, maka tingkat kesalahan dari koefisien regresi semakin besar yang mengakibatkan standar erornya semakin besar pula. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas adalah dengan menggunakan Variance Inflation Factors (VIF).
Dimana  adalah koefisien determinasi yang diperoleh dengan meregresikan salah satu variabel bebas Xi terhadap variabel bebas lainnya. Jika nilai VIF nya kurang dari 10 maka dalam data tidak terdapat multikolinieritas.
3.      Uji Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis penelitian ini, digunakan dua macam analisis korelasional yaitu analisis korelasi ganda dan analisis korelasi sederhana. Analisis korelasi ganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel kecerdasan emosional (X1) dan kemandirian belajar (X2) secara bersama-sama terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika (Y). Sedangkan analisis korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel kecerdasan emosional (X1) atau kemandirian belajar (X2) secara sendiri-sendiri.
a.       Korelasi Ganda
Korelasi merupakan hubungan antar dua variabel atau lebih. Tingkat hubungan korelasi menurut Arikunto (2010:319) diuraikan dalam tabel 3.17
Menurut Supardi (2012:181) rumus korelasi ganda dari dua variabel (X1 dan X2) dengan satu variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut:
1)      Korelasi sederhana antara variabel X1 dan Y
a)      Koefisien Korelasi
b)      Koefisien determinasi
Koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar persentase faktor variabel penyebab (X) mempengaruhi faktor akibat (Y). Rumusnya adalah:
KD = r2 x 100%
Keterangan :
KD     = Koefisien determinasi
r         = Koefisien korelasi
c)      Pengujian hipotesis korelasi sederhana antara X1 dan Y
Untuk menguji keberartian koefisien korelasi antara X1 dan Y dapat dilakukan dengan uji-t sebagai berikut :
Kaidah pengujian signifikansi jika:
thitung< ttabel , maka H0 diterima, artinya tidak signifikan
thitung> ttabel , maka H0 ditolak, artinya signifikan
2)      Korelasi sederhana antara variabel X2 dan Y
a)      Koefisien Korelasi
b)      Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar persentase faktor variabel penyebab (X) mempengaruhi faktor akibat (Y). Rumusnya adalah:
KD = r2 x 100%
Keterangan :
KD     = Koefisien determinasi
r         = Koefisien korelasi
c)      Pengujian hipotesis korelasi sederhana antara X2 dan Y
Untuk menguji keberartian koefisien korelasi antara X2 dan Y dapat dilakukan dengan uji-t sebagai berikut :
Kaidah pengujian signifikansi jika:
thitung< ttabel , maka H0 diterima, artinya tidak signifikan
thitung> ttabel , maka H0 ditolak, artinya signifikan
3)      Korelasi sederhana antara variabel X1 dan variabel X2
a)      Koefisien Korelasi
4)      Korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan variabel Y.
a)      Koefisien korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama variabel Y


b)      Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar persentase faktor variabel penyebab (X) mempengaruhi faktor akibat (Y). Rumusnya adalah:
KD = r2 x 100%
Keterangan:
KD                 = Koefisien determinasi
r                     = Koefisien korelasi
c)      Rumus uji signifikansi korelasi ganda antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan variabel Y
Kaidah pengujian signifikansi (Supardi , 2011:182):
1)      Ftabel = F(1-α) dengan dk pembilang = k, dk penyebut = n-k-1 dimana k = banyak variabel bebas dan n = banyak anggota sampel
2)      Terima H0 Jika Fhitung < Ftabel
3)      Tolak H0 Jika Fhitung > Ftabel
b.      Regresi Ganda
Jika dalam regresi linear sederhana hanya ada satu peubah bebas (X) yang dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas (Y) sedangkan dalam regresi linear berganda ada beberapa variabel bebas (X1), (X2), ..., (Xn) yang merupakan bagian dari analisis multivariat dengan tujuan untuk menduga besarnya koefisien regresi yang akan menunjukan besarnya pengaruh beberapa variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Dalam uji regresi berganda, seluruh presiktor (bebas) dimasukkan ke dalam perhitungan regresi secara serentak serangkaian variabel bebas. Persamaan regresi kemudian menghasilkan konstanta dan koefisien regresi bagi masing-masing variabel bebas.
Jika terdapat dua variabel bebas (X1) dan (X2) serta variabel tidak bebas (Y) maka persamaan regresi ganda diselesaikan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Supardi, 2012:232):
1.       Menentukan skor deviasi ukuran deskriptif seperti berikut :
a.      
b.     
c.      
d.     
e.      
f.      
2.       Menentukan koefisien-koefisien dan konstanta persamaan regresi ganda:
a.       Koefisien regresi X1
b.      Koefisien regresi X2
c.       Koefisien regresi ganda
3.       Persamaan Umum Regresi Ganda:
4.       Menentukan Jumlah Kuadrat (JK) sumber varian yang di perlukan:
a.       JKReg, yaitu jumlah kuadrat regresi ganda Y atas X1 dan X2 , diperoleh dari : JKReg =
b.      JKRes, yaitu jumlah kuadrat Residu/sisa, diperoleh dari JKRes=
5.       Menentukan derajat kebebasan (dk) sumber varian yang diperlukan, yaitu:
a.       dkReg = k
b.      dkRes = n-k-1
k = banyaknya variabel bebas
n = banyaknya pasang data (banyaknya subjek sampel)
6.       Menentukan Rerata Jumlah Kuadrat (RJK) sumber varian yang di perlukan:
a.       RJKReg =
b.      RJKRes =
7.       Menentukan harga Fhitung, yaitu:
Fh =
8.       Menentukan harga Ftabel dan menguji hipotesis penelitian.
Hipotesis yang diuji yaitu:
H0 = regresi ganda Y atas X1 dan X2 tidak berarti/ tidak nyata (Tidak Signifikan)
H1=regresi ganda Y atas X1 dan X2 berarti/ nyata (Signifikan)
Atau secara statistik ditulis:
H0 : β1 = β2 = 0
H1 : selain H0
Hipotesis tersebut diuji menggunakan uji-F dengan kriteria pengujian : terima H0 jika Fh< Ftabel, dan tolak H0 jika Fh> Ftabel .
Ftabel ditentukan dari tabel distribusi F untuk α tertentu (misal α = 0,05) serta dkpembilang = k dan dkpenyebut = n-k-1.
9.       Selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk menguji keberartian pengaruh setiap variabel bebas secara parsial/sendiri-sendiri.Pengujian hipotesis uji lanjut ini dilakukan dengan uji-t dengan langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut(Supardi, 2012:235):
1)      Hitung varian kekeliruan taksiran regresi ganda:
2)      Hitung R = koefisien korelasi antara variabel X1 yang dianggap sebagai variabel terikat dengan variabel-variabel bebas lainnya yang ada dalam system regresi. Untuk regresi dengan 2 variabel bebas, maka:
3)      Hitung varian dan atau simpangan kekeliruan baku setiap koefisien regresi b:
4)      Tentukan nilai thitung:
5)      Menentukan nilai ttabel dan pengujian hipotesis:
Harga ttabel dibaca dari tabel distribusi-t untuk taraf signifikasi tertentu, misal α = 0,05 dengan dk = n-k-1; k = banyaknya variabel bebas.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan kriteria:
terima H0 jika |th| < tt dan tolak H0 jika  |th| > tt
G.   Hipotesis Statistik
1.      Hipotesis Statistik I
Hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : βy12 = 0tidak ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)
H0 : βy12 ≠ 0;        ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)
Hipotesis Statistik II
H0 : βy1 = 0;        tidak ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)
H0 : βy1 ≠ 0;         ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)

Hipotesis Statistik III
H0 : βy2 = 0;        tidak ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)
H0 : βy2 ≠ 0;         ada pengaruh antara variabel X1(Kecerdasan Intrapersonal) terhadap X2 (Konsep Diri) secara bersama-sama dengan variabel Y (Pemahaman Konsep Matematika)




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sani, R. 2013. Inovasi Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara.
Abdurrahman, Mulyono.1997.Pendidikan BagiAnak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Depdikbud.
Alshatti, dkk. 2011. Enhancing the teaching of family and consumer sciences: the role of graphic organisers. Journal of Family and Consumer Science Education. Vol 28(2).
Alwi, Idrus. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Saraz publishing.
Ananda, Fitria.2011.AnalisisPerkembangan Usaha Mikro dan Kecil Setelah Memperoleh Pembiayaan Mudharabah Dari Bmt At Taqwa Halmahara di Kota Semarang. Skripsi.Fakultas Ekonomi Universitas Doponegoro, Semarang.
Boedi. 2014. Pembelajaran dan Pemahaman Konsep. http://pak-boedi.blogspot.co.id/2014/06/pembelajaran-dan-pemahaman-konsep.html. Diakses pada 8 Oktober 2017.
Cakir, Mustafa.2008. Constructivist Approaches to Learning in Science Their Implication for Science Pedagogy: A Literature Review. International Journal of Environmental & Science Education, 3 (4): 193-206.
Dafril, A.2011. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Peningkatan Pemahaman Matematika Siswa. Palembang: Prosiding PGRI, hal. 795-796.
Depdiknas.2006.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang Pengertian Matematika. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Didiksukanto.2011. Pembelajaran dan Pemahaman Konsep Matematika. https://whi5eza.wordpress.com/2011/04/21/pembelajaran-dan-pemahaman-konsep-matematika. Diakses pada 8 Oktober 2017.
Dimyati dan Mudijono.2009.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dirjen Dikdasmen.2004. No.506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November Tentang Rapor. Jakarta: tidak diterbitkan.
Erman, Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontempore. Yogyakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.
Ernawati.2003.Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI (tidak dipublikasikan).
Haryadi.2007.Retorika Membaca: Model, Metode, dan Teknik.Semarang: Rumah.
Herman    Hudojo. 2005.  Pengembangan    Kurikulum    dan    Pembelajaran    Matematika.Malang:IKIP.
Hudojo, H.2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang: UM Press.
Hudoyo, H.1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : DepDikbud.
Leonard.2008.Pengaruh Konsep Diri, Sikap Siswa pada Matematika dan Kecemasan Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika (Survei pada SMP di Wilayah DKI Jakarta). (http://leoriset.blogspot.com/2008/10/pengaruh-konsep-diri-sikap-siswa-pada/html). Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017.
Leonard. 2010. Statistic For Research. Jakarta : KataDIA Publising.
Muhibin, Syah.2005.Psikologi Belajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulyasa, E.2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi.Bandung: Remaja Rosda Karya.
Murizal, Angga. 2012.Pengertian Pemahaman Konsep. Diakses pada 8 Oktober 2017.
Oemar Hamalik. 2008.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Ogle, D. M. 1986. K-W-L: A Teaching Model That Develops Active Reading of Expository Text. International Reading Association, (Online), 39(6): 564-570, (http://www.jstor.org/stable/20199156), retrieved on October 10, 2017.
Rahim, Farida. 2009. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Rakhmat, Jalaludin.2007. Persepsi Dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta: Rajawali Pers.
Riduwan. 2010.Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Ritandiyono dan Retnaningsih.1996.Aktualisasi Diri. Jakarta: Gunadarma.
Rohana.2011.Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Pemahaman Konsep Mahasiswa FKIP Universitas PGRI.Palembang: Prosiding PGRI.
Ruseffendi.2010.Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bahan non-Eksakta Lainnya.Bandung: Tarsito.
Sanjaya, Wina.2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sardiman. 2010. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Slameto. 2010.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedarso.1991.Sistem Membaca Cepat dan Efektif.Jakarta: PT Gramedia.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: DEPDIKNAS.
Sudarmanto, Y.B.1994.Tuntunan Metodologi Belajar.Jakarta: PT Grasindo.
Sudaryono.2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sudiarta, I Gusti Putu. 2010. “Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif”. Makalah disampaikan dalam Pendidikan dan Pelatihan MGMP Matematika SMK. Universitas Pendidikan Ganesha, Karangasem Agustus 2010.
Sugiyono.2010.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RND.Bandung: Alfabeta.
-------.2007.Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.
Sujana, Christine. 2008.Cara Mengembangkan Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: PT INDEKS.
Supardi.2012.Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Jakarta: Change Publication.
Suparni. 2009. Mencari Integrasi Nilai Moral dalam Pembelajaran MatematikaJogjakarta: Jurnal          Prosidding Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Sekolah.
Virlianti, Y.2002.Analisis Pemahaman Konsep Siswa dalam Memecahkan Masalah Kontekstual pada Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Realistik. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI (tidak dipublikasikan).
Zulkardi.2003. Pendidikan Matematika di Indonesia: Beberapa Permasalahan dan Upaya Penyelesaiannya. Palembang: Unsri.




No comments:

Post a Comment

you say