IBX5A82D9E049639

Saturday, 21 April 2018

TERAPI BEHAVIORAL UNTUK MENANGANI KECANDUAN MEDIA TELEVISI SEORANG ANAK REMAJA DI KELURAHAN KETINTANG SURABAYA (STUDI KASUS SEORANG ANAK SMP YANG SERING MENGGUNAKAN MEDIA TELEVISI)


Abstract
This research was made to find the following research problem
1. How behavioral therapy applied to avoid a teenager in the village ketintang often watch tv?
2. How the result of the application of behavioral therapy to avoid a teenager in the village ketintang often watch tv?
The researcher used qualitative method. This research is explained using comparative describtive which is compared between the data and the existing data.
The researcher used behavioral therapy which is applied to a teenager in the village ketintang. The therapy have changed her/his behavior from melatif become adaptive. The researcher give a present and model technique in the behavior process therapy. Through this way, he/she is aware that what she/he did was disadvantage. Then. Their hearth and mind made her/his not to often watch tv and carry out his/her responsibilities with spirit. They are also aware that the responsibility is the main thing that can not be ignored. This is also supported by his/her statement and action. She/he said that a task on time is better. Besides, she/he also rarely watch TV and prioritize her/his reponsibility
 Keywords: Teen, Addictive, BehaviIor

Pendahuluan
Media televisi merupakan salah satu media komunikasi massa. Semua media pada umumnya merupakan sebuah media komunikasi massa dengan menyebarkan informasi kepada khalayak. Seseorang mendapatkan segala macam informasi bahkan mendapat pengalaman baru dari media massa. Peranan televisi sebagai pemersatu bangsa sangat besar pengaruhnya[1].
Perkembangan media elektronik atau teknologi komunikasi yang mendukung penyebaran pesan dengan cepat melalui televisi, radio, surat kabar, telepon seluler (smartphone), internet dan perangkat elektronik lainnya, semakin memudahkan komunikasi manusia[2]. Karena itu pembahasan terhadap teknologi komunikasi seringkali dihubungkan dengan adopsi terhadap penggunaan teknologi baru yang dipakai dalam komunikasi, dan dampak sosial, yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi komunikasi. Teknologi komunikasi cenderung memungkinkan terjadinya transformasi berskala luas dalam kehidupan manusia[3].
Media dan teknologi adalah sebuah alat (sarana) yang sering digunakan oleh semua manusia dan menjadikan manusia itu sendiri merasa nyaman. Sebuah teknologi pada hakikatnya diciptakan untuk membuat hidup manusia menjadi semakin mudah dan nyaman. Kemajuan teknologi yang semakin pesat saat ini membuat hampir tidak ada bidang kehidupan manusia yang bebas dari penggunaannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seiring arus globalisasi dengan tuntutan kebutuhan pertukaran informasi yang cepat, peranan teknologi komunikasi menjadi sangat penting salah satunya adalah televisi.
Media televisi saat ini bukan hanya sebagai wadah untuk menyebarkan informasi, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan hiburan bagi pendengar, pembaca sekalipun penontonya. Media televisi dalam berbagai macam wujud digemari oleh semua kalangan dan menjadi hal yang paling diminati dalam kehidupan. Televisi merupakan media yang paling kompleks karena menjadi alat yang interaktif dibandingkan media media yang lain. Tayangan-tayangan yang ditampilkan juga bermacam – macam, mulai dari tayangan anak-anak, berita, iklan, hiburan dan acara pendidikan ada tiap harinya. Antusiasme yang ada juga tidak berkurang seiring dengan berjalannya waktu.
Secara sadar atau tidak, manusia selalu berlangganan acara TV secara berkala. Berbagai macam informasi dan peristiwa terkini, hal-hal baru yang bisa dikatakan sebagai trend masa kini juga dapat dirasakan dengan melihat acara-acara televisi. Sebagai media yang sering digunakan dalam perkembangan, sudah menjadi media yang aktual di Indonesia selama lebih dari lima tahun terakhir. Kehebatan televisi kini telah mampu menyamai kegiatan rutin manusia layaknya sikat gigi dan mandi, menonton televisi telah menjadi ritual harian oleh kebanyakan dari kita diterima sebagai nasib teknologi.[4] Televisi sebagai acuan publik adalah bukan sepenggal kata yang aman melainkan sangat berbahaya. Secara tidak langsung televisi dapat membentuk moral perilaku seseorang yang melihatnya, karena manusia bersifat meniru maka segala macam bentuk yang ditayangkan dalam televisi menjadi bahan tiruan untuk masyarakat.
Seperti yang terjadi sekarang ini banyak tayangan-tayangan yang tidak bersifat mendidik dan bercerita tentang kehidupan-kehidupan yang tidak manusiawi serta realistis. Tayangan yang ada sekarang ini juga tidak bersifat rasional serta banyak dari iklan-iklan yang ada memiliki sifat dan kecenderungan yang mendekati logika pembohong.[5]
 Tayangan-tayangan yang tidak bersifat mendidik berlanjut hingga sekarang, tayangan yang ada berdampak pada banyaknya seseorang menonton televisi hingga tidak kenal waktu, sehingga menjadi malas melakukan aktivitas dan lalai terhadap tanggungjawabnya. Hal ini disebabkan program siaran yang disajikan makin lama makin menarik dan dibiayai dengan dana yang cukup tinggi, sehingga tidak mengherankan dapat memaksa khalayak penontonnya betah berjam-jam didepan televisi.[6] Media televisi sendiri menayangkan tayangan yang mencakup berbagai umur, baik tayangan mulai dari anak dibawah umur hingga tayangan untuk orang dewasa. Sehingga secara tidak langsung tayangan-tayangan tersebut dinikmati dari kalangan pelajar mulai dari TK yang mayoritas masih anak dibawah umur, pelajar SMP dan SMA yang termasuk dalam kategori remaja.
Dikalangan pelajar media massa seperti televisi tidaklah asing bagi mereka, karena di kalangan siswa saat ini kehidupannya tidak lepas dari media-media yang ada seperti televisi. Seiring dengan perkembangan zaman media massa atau televisi tidak hanya digunakan sebagai sarana penghibur bagi pelajar namun juga tempat memperoleh informasi dan berita-berita yang dapat digunakan sebagai rujukan tambahan pengetahuan. Jika dilihat dari fase pertumbuhannya, pelajar merupakan masa dimana proses pertumbuhan dari fase anak-anak menuju fase remaja. Kalangan pelajar didominasi oleh para remaja, sedangkan remaja merupakan salah satu fase dimana seorang anak yang masuk atau berproses menuju pada perkembangan fase dewasa.
Jika dikelompokkan dalam psikologi perkembangan dapat dikategorikan dalam tahap masa remaja yang dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. Masa remaja disini dimulai dari usia 10 – 13 tahun dan berakhir pada usia 18 dan 22 tahun.[7] Dalam masa anak anak umur 6 – 12 tahun merupakan tahap terpenting dalam kehidupannya karena mengembangkan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. [8]Dalam usia remaja merupakan fase dimana masih mencari jati diri dan menemukan apa yang ada dalam dirinya. Pencarian jati diri remaja merupakan akibat dari peralihan antara masa kehidupan anak – anak dan masa ehidupan orang dewasa.[9] Karena masih dalam proses pencarian jati diri dan dapat dikatakan Dalam kaum remaja masih sering labil terhadap dunia luar serta yang ada didalamnya seperti sebuah media.
Media merupakan sebuah alat yang muncul karena perkembangan zaman dan merupakan sebuah teknologi yang paling canggih. Dengan semakin berkembangnya zaman yang ada teknologi juga mengalami perkembangan, begitu pula media yang juga semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman. Dari perkembangan - perkembangan media, banyak memberikan dampak - dampak yang positif dan juga tidak pula dampak yang negatif.
Dampak positif adanya media adalah pelajar terbantu dengan adanya media – media yang ada saat ini. Dan dampak negatif dari adanya media pelajar adalah sering menggunakan media dan tidak menghiraukan yang lain. Pengaruh positif dalam media televisi juga memberi dorongan bagi upaya modernisasi di negara berkembang seperti Indonesia. Sedangkan perilaku negatifnya dapat menimbulkan wabah terhadap sesuatu secara berulang – ulang kali ditayangkan secara rutin dengan unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan.[10] Dampak yang muncul juga membuat menjadi menirukan apa yang ada dalam televisi.[11]
Seperti yang terjadi dikalangan remaja, mereka yang sudah dari awal selalu menggunakan media termasuk media televisi pada akhirnya akan terus bergantung kepada media tersebut dalam setiap hal yang dilakukannya. Contoh, di saat mereka sedang asyik melihat tayangan televisi mereka tidak melakukan aktivitas yang diperintahkan oleh orang tua. 
Banyak dari pelajar saat berada dirumah yang menghabiskan waktunya ber jam – jam hanya untuk melihat media massa atau televisi hingga mereka kecanduan akan televisi, akibatnya banyak waktu yang terbuang seperti waktu makan, waktu isitirahat dan lain lain. Kecanduan media ini sendiri dapat menimbulkan perubahan tingkah laku anak yang disebabkan terlalu sering melihat media massa atau televisi. Kecanduan timbul karena adanya kemauan dari anak untuk melakukan sesuatu. Anak secara sadar menciptakan sesuatu yang berdasarkan perasaan dan fikiran dalam dirinya.[12]
Saat anak diingatkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang ada, anak akan marah karena diganggu aktivitas yang dia senangi. Aktivitas tersebut seakan menjadi hobby tersendiri bagi anak. Anak sanggup berjam - jam, bahkan berhari – hari.[13] Tidak dapat dipungkiri media massa atau televisi ini sangat berpengaruh bagi anak termasuk pola pikir anak yang terlalu sering melihat media massa atau televisi dapat berubah. Mereka jadi sering berkhayal dan terbawa suasana dari cerita yang ada dalam televisi. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya dalam dunia fantasi.[14]
Kegiatan yang mereka lakukan terjadi karena adanya kesalahan pola asuh keluarga. Pola asuh yang salah memberikan dampak terhadap anak. Kesalahan pola asuh anak dalam keluarga juga dapat mempengaruhi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh anak. Orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya dan tidak menghiraukan anaknya menjadikan seorang anak kurang perhatian dan kasih sayang orang tua. Orang tua dapat mempengaruhi pemikiran moral anak dan remaja yang tengah dalam fase perkembangan. Oleh sebab itu pola asuh orang tua sangat mempengaruhi anak dan setiap anak mendapatka pola asuh yang berbeda.
Perbedaan pola asuh yang diterima oleh remaja atau anak tentu akan terdapat pula perbedaan proses pembentukannya.[15] Seorang anak dan remaja yang membutuhkan bimbingan dalam proses perkembangannya akhirnya melakuakn semua kegiatan secara mandiri dan mulai mencari kesibukan yang membuat dirinya merasa nyaman. Sebagai kesimpulannya, proses yang terjadi dalam keluarga memainkan pernaan yang lebih penting dalam perkembangannya.[16]
Dari hasil penelitian sementara, peneliti menemukan fenomena yang bukan lagi rahasia umum yakni tentang pemanfaatan media massa atau televisi yang sering digunakan untuk melihat film dan menonton sinetron yang ada serta menirukan apa yang ada didalamnya pada Seorang Remaja di kelurahan ketintang Surabaya. Seperti yang dialami oleh Mawar (nama samaran), kehidupan dita setelah pulang dari sekolah langsung melihat televisi. Mawar terkadang tidak langsung mengganti bajunya hingga malam dan suka tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh ibunya jika sedang melihat televisi.
Mawar seolah asyik dengan dunianya sendiri tanpa menghiraukan apa yang ada disekitarnya termasuk tanggung jawabnya sebagai anak dalam rumah dan kewajibannya dalam hal belajar. Sering kali Mawar melupakan belajarnya hingga pada akhirnya tugas-tugas yang dia kerjakan selalu menggunakan sistem kebut semalam. Dengan kebiasaan itu pada akhirnya banyak tugas Mawar menjadi salah dan tidak terkontrol. Kesibukan Mawar saat melihat televisi memang tidak dapat diatasi dengan baik oleh orang tuanya. Orang tuanya sering kali mengingatkan Mawar namun tidak dihiraukan oleh dirinya.
Mawar juga selalu berdiam diri dan berbaring dikamar jika sedang tidak melihat televisi. Televisi membuat Mawar menjadi berpikir dengan pola yang salah dan menganggap kehidupan di televisi menjadi bagian dari kehidupannya.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dalam penggunaan media massa atau televisi pada usia remaja paling sering digunakan untuk mencari informasi, melihat sinetron dan film serta meniru apa yang ada dalam media tersebut. Kehidupan remaja hanya sering melihat televisi tanpa menghiraukan apa yang ada di sekitarnya.
Metode Penelitian
Judul penelitian yang membahas masalah pribadi, dan penelitian ini akan mengkaji dan mendeskripsikan tentang  terapi behavioral untuk menangani kecanduan media televisi seorang anak remaja di kelurahan ketintang surabaya. Adapun fokus penelitian ini adalah bagaimana proses penerapan terapi Behavior untuk menangani perilaku kecanduan media televisi, maka dalam pelaksanaannya penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus sehingga bisa mengetahui lebih mendalam dan terperinci tentang suatu permasalahan atau fenomena yang hendak di teliti[17], dan menggunakan jenis penelitian kualitatif, sehingga dalam laporan hasil penelitian diungkapkan secara apa adanya dalam bentuk uraian naratif.
Teknik pengumpulan data
Mendapatkan data dari sumber penelitian maka ada beberapa teknik pengumpulan data yang sesuai yaitu:
a.    Interview (wawancara)
Wawancara ini dilakukan pada subjek. Menggunakan wawancara terstruktur yaitu digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
b.    Observasi (pengamatan)
Teknik observasi ini dklarifikasikan menurut tiga cara. Pertama, pengamat bertindak sebagai partisipan atau observasi partisipatif yaitu peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya, dengan observasi partisipan ini maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Kedua, observasi dapat dilakukan secara terus terang yaitu peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian. Jadi meraka yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhirtentang aktivitas peneliti. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini digunakan teknik observasi yang mana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukannya pola, dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.[18]
Definisi analisis data, banyak dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian. Menurut Lexy J. Moleong analisis data adalah proses mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai social, akademik dan ilmiah.
Dalam proses analisis data peneliti melakukan klasifikasi data dengan cara memilah-milah data sesuai dengan kategori yang disepakati. Teknis analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif yaitu setelah data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data tersebut.
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipakai adalah Deskriptif Komparatif atau biasa disebut Metode Perbandingan Tetap. Teknik ini secara tetap membandingkan kategori satu dengan kategori yang lain.[19]
Analisa yang dilakukan untuk mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan seorang mahasiswa mengalami kecanduan media massa atau televisi dan dampak yang dialami seorang mahasiswa tersebut, dengan menggunakan analisis deskriptif.
Deskriptif Komparatif digunakan untuk menganalisa proses konseling antara teori dan kenyataan dengan cara membandingkan teori yang ada dengan pelaksanaan Terapi Behavior yang dilakukan oleh konselor di lapangan , serta apakah terdapat perbedaan pada konseli antara sebelum dan sesudah mendapatkan Terapi Behavior.
Terapi Behavior
Behaviorisme merupakan aliran dalam psikologi yang timbul sebagai perkembangan dari psikologi pada umumnya.[20] Behaviorisme berpendapat bahwa pada waktu dilahirkan semua adalah sama.[21] Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada teori belajar. Dalam menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori belajar behavioristik, teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Dalam pandangan behavior kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku,  perilaku tersebut dibentuk berdasarkan pengalamannya berupa interaksi individu dengan lingkungannya.[22]
Jadi dapat disimpulkan, terapi behavioral adalah sebuah terapai yang berpusat pada perubahan pola perilaku manusia dengan cara belajar. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar.
Perhatian utama konselor dalam terapi behavioral adalah perilaku yang tampak. Sikap konselor behavior adalah lebih menerima dan mencoba memahami apa yang dikemukakan konseli. Dengan menggunakan teknik :
a.    Penguatan (reinforcement)
Penguatan positif adalah teknik pemberian stimulus yang dilakukan saat berada dalam suatu situasi, meningkatkan kemungkinan bahwa suatu perilaku akan terjadi.[23]  Penguatan positif  adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera tingkah laku yang diharapkan muncul. Salah satu contoh penguatan positif adalah dengan melakuak senyuman, pujian, bintang emas, medali, dan uang.[24] Penguatan positif dapat menjadikan individu melakukan suatu aktivitas secara berulang. Penguat positif adalah suatu peristiwa yang membuat tingkah laku yang dikehendaki berpeluang untuk diulangi lagi.[25] Penguatan positif lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih bisa diramalkan serta kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diinginkan akan lebih kecil.[26]
Dalam terapi penguatan positif terdapat dua model penerapan yang dilakukan, antara lain:
a)         Verbal
Pemberian penguatan yang dilakukan dengan berupa kata-kata seperti pujian, saya suka hasil kerja anda, dan tingkatkan terus kemampuanmu  dalam bekerja.
b)        Non-verbal
Pemberian penguatan yang dilakukan dengan memberikan gerakan seperti acungan jempol, memberikan senyuman, berupa tanda penghargaan dan hadiah-hadiah dengan mengkombinasikannya sehingga sikap yang diinginkan akan dibentuk dan sikap yang tidak baik akan sedikit demi sedikit dihilangkan.[27]
Terapi penguatan positif juga memiliki beberapa model yaitu :
a)         Sekunder
Memuaskan kebutuhan psikologi dan sosial, dan memiliki niai yang berkerja sama dengan penguatan primer. Contoh dalam penguatan ini adalah dengan senyuman, persetujuan, uang, pujian da hadiah.
b)        Primer
Memberikan penguatan dengan berhubungan kebutuhan biologis yang mendasar.[28] Contoh makanan atau tidur yang diberikan dalam terapi ini.[29]
Terdapat tiga jenis penguatan yang dapat digunakan untuk modifikasi tingkah laku, yaitu :
a)         Primary reinfocer yaitu penguatan yang dapat langsung dinikmati seperti makanan dan minuman.[30] Dalam penguatan ini semua benda nyata yang dapat disentuh.[31]
b)        Secondary reinfocer yaitu penguatan yang berupa tingkah laku manusia pada umumnya sepert senyuman, pujian
c)         Contingency reinforcement yaitu tingkah laku tidak menyenangkan dipakai sebagai syarat agar anak melakukan tingkah laku yang menyenangkan. Misalnya kerjakan dulu PR baru nonton TV.[32]
d)        Penguat Aktivitas yaitu kesempatan utnuk terlibat dalam aktivitas yang disukai.[33]
b. Percontohan (modelling)
Dalam teknik ini dapat mengamati seseorang yang dijadikan modelnya dalam berperilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini setiap penggunaannya konselor sering kali digunakan sebagai model.[34] Modelling merupakan belajar melalui observasi dengan menambhakan atau menguragi tingkah laku yang teramati.[35]
Dalam terapi percontohan(modelling) terdapat Macam macam modelling, antara lain:
a)         Live Model seperti terapis, guru, anggota keluarga
b)        Symbolic Model seperti tokoh dalam film
c)         Multiple model seperti dalam kelompok, seseorang merubah sikapnya saat melihat anggota lain dalam kelompok.[36]
Maka, dari penelitian ini terapi yang akan digunakan adalah Terap Behavior. Terapi Behavior adalah pendekatan pendekatan dalam konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan perilaku manusia dan merubahnya denagn cara belajar. Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan dalam proses belajar agar bisa menghasilkan perilaku yang lebih efektif dan mampu menanggapi sesuatu dengan lebih efisien lagi. [37]





Kecanduan Media Televisi
Kecanduan didefinisikan suatu aktivitas yang dilakukan berulang ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif .[38]kecanduan adalah suatu sifat yang berada dalam pikiran manusia yang dengan parahnya menginginkan atau memerlukan sesuatu agar bekerja dengan baik. Secanduan sendiri juga bisa dipandang sebagai keterlibatan terus menerus dengan sebuah aktivitas meskipun hal hal tersebut berakibat negatif.
Saat sedang mengalami kecanduan sesuatu yang pernah dilakukannya akan mengalami sakit jika tidak dapat terpenuhi segala keinginannya. Kecandan adalah sebuah ketergantungan psikologis yang abnormal atau bersifat negatif.
Media televisi merupakan salah satu media komunikasi massa. Semua media pada umumnya merupakan sebuah media komunikasi massa dengan menyebarkan informasi kepada khalayak. Seseorang mendapatkan segala macam informasi bahkan mendapat pengalaman baru dari media massa. Peranan televisi sebagai pemersatu bangsa sangat besar pengaruhnya[39].
Media Televisi merupakan media yang efektif untuk menyampaikan berbagai informasi, karena melalui televisi pesan – pesan atau informasi dapat tersampaikan kepada audiensi dengan jangkauan yang sangat luas.[40]
Kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak mampu lepas dari keadaan itu, individu kurang mampu mengontrol dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu yang disenangi. Seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya.
Berdasarkan uraian di atas maka kecanduan dapat di artikan sebagai suatu kondisi dimana individu merasakan ketergantungan terhadap suatu hal yang disenangi pada berbagai kesempatan yang ada akibat kurangnya kontrol terhadap perilaku sehingga merasa terhukum apabila tidak memenuhi hasrat dan kebiasaannya.[41]


Identifikasi Masalah
Dalam identifikasi masalah disini konselor mengulas permasalahan yang dihadapi oleh konseli secara detail dan mendalam. Hal yang paling utama yaitu mendiskusikan dengan seorang konseli tentang apa yang diinginkan atau didapatkan dari proses konseling. Adaya diskusi ini untuk menghindari kemungkinan adanya harpan dan sasaran yang tidak realistis. Dengan demikian, yaitu mendiagnosis apa permasalahanya, hasil, dan tujuan apa yang ingin dicapai.
Identifikasi dalam hal ini yaitu berkaitan dengan gejala-gejala apa sajakah yang sering muncul pada diri konseli. Sehingga konselor menggali lebih dalam informasi tentang konseli. Informasi tersebut di dapat dari hasil wawancara dengan keluarga konseli, sahabat konseli, dan tetangga konseli. Adapun data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1)        Data yang bersumber dari konseli
Konselor mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan hasil observasi yang telah dilakukan bahwasannya konseli apakah benar-benar kecanduan melihat televisi.
Berdasarkan penuturan konseli Di dalam wawancara tersebut klien menuturkan bahwa dirinya mulai melihat televisi saat kelas 3 SD namun dia mulai merasakan keinginan untuk melihat televisi secara terus menerus saat kelas 5 SD. Klien mengatakan bahwa saat melihat televisi dirinya menemukan sesuatu yang menyenangkan yang membuat dirinya merasa nyaman dan dirinya menjadi mengetahui apa saja yang akan ditayangkan dalam televisi.
Klien pun berkata bahwa dirinya  menyukai beberapa serial dalam televisi yang tidak dia lupakan dan tidak ingin ketinggalan melihat tayangan tersebut. Tayangan yang dia sukai saat pagi adalah tayangan kartun yang terdapat pada saluran RCTI dan MNC. Dalam saluran RCTI Konseli menyukai serial kartun Doraemon sedangkan di saluran MNC Konseli menyukai serial kartun Upin dan Ipin serta pada zaman dahulu. Konseli juga berkata bahwa dirinya menyukai tayangan yang menurut dia menghibur, seperti tayangan kartun, komedi dan sinetron. Menjelang siang Konseli mulai mengganti dengan tayangan lain yang bersifat sinetron di SCTV.
Perubahan tayangan tersebut  dikarenakan tayangan kartun yang sudah habis, namun jika terdapat tayangan kartun Konseli mengganti ke tayangan kartun. Saat memasuki waktu malam Konseli masih berada didepan televisi dan mulai menunggu untuk melihat serial sinetron kesukaannya.
Dengan hanya melihat televisi dalam sehari penuh, aktivitas lain seolah menjadi aktivitas tambahan bagi konseli. Aktivitas konseli dalam melihat televisi seakan menjadi yang paling utama dalam kesehariannya. Saat sedang asyik melihat televisi konseli tidak ingin diganggu oleh siapapun, Jika ada seseorang yang mengganti saluran televisi yang dia lihat maka dengan cepat konseli mengganti kembali ke saluran yang disukai. Saat konseli mendapati keluarga atau saudaranya mengganti tayangan yang ditonton, konseli mulai marah dan tidak ingin diganti karena menganggap televisi itu berada dikamarnya jadi yang boleh melihat televisi selain dirinya adalah orang tuanya.
Semua yang ada didalam kamar menurut konseli menjadi miliknya. Kesukaan konseli dalam melihat televisi membuat dirinya menjadi hafal dalam setiap tayangan yang ada, mulai dari jadwal tayangan di televisi hingga isi dari iklan yang ada. konseli mengatakan bahwa dirinya dapat menghafal lirik dan mengetahui iklan apa tanpa melihat iklan yang ditayangkan.
Semua itu disebakan karena konseli senang dan nyaman jika melihat televisi. Kesenangan yang konseli rasakan dengan melihat televisi terkadang membuat dirinya lupa akan kebersihan diri dan melakukan aktivitas yang lain sampai larut malam. konseli mengakui semakin hari dirinya ingin terus melihat televisi. Keinginan konseli tersebut didasarkan pada rasa malas yang dia miliki.

2)        Data yang bersumber dari teman rumah konseli
Konseli sering bercanda dan bermain dengan dirinya dulu, saat dirumah klien pun mereka terkadang menonton televisi bersama. Kosneli pun juga sangat memahami apa yang ada di televisi saat bersama Sari. Konseli menurut Sari sering mengatakan tentang serial televisi yang terkadang Sari sendiri tidak mengetahuinya. Sari mengatakan bahwa klien ini anak yang baik. Konselisudah dianggap sebagai saudara oleh Sari.
3)        Data yang bersumber dari teman sekolah konseli
Konseli termasuk seseorang yang baik dan aktif dalam kegiata disekolah dengan keaktifan itu konseli ikut pramuka dan juga disekolah menjadi seorang koordinator kebersihan lingkungan. Konseli juga merupakan teman yang asyik saat diajak ngobrol. Jadi, dia ini anak yang suka bercanda, baik dan aktif.
Diagnosis
Setelah identifikasi masalah klien, langkah selanjutnya yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi beserta factor-faktornya. Dalam hal ini konselor menetapkan masalah klien setelah mencari data-data dari sumber yang dipercaya. Dan dari hasil identifikasi maslah klien, masalah yang sedang dialami klien yaitu perilaku kecanduan televisi dan lupa terhadap tanggung jawabnya yaitu : tanggung jawab anak kepada orang tua, tanggung jawab pelajar, tanggung jawab religius.
Prognosis
Berdasarkan data-data dan kesimpulan dari diagnosis tersebut, maka konselor menetapkan jenis penelitian (terapi) yang akan diberikan konselor kepada konseli. Dalam hal ini konselor akan memberikan bimbingan dan konseling Islam dengan merujuk pada fungsi perbaikan yaitu memecahkan persoalan yang dihadapi, fungsi pengembangan yaitu sesuai dengan nilai-nilai islam bahwa seseorang haruslah mengembangkan potensi yang dia miliki serta fungsi pencegahan yaitu konselor mengupayakan agar konseli tidak terlalu kembali mengikuti hawa nafsunya dalam hal melihat televisi. Konselor menggunakan terapi behavior dengan teknik penguatan positif dan digabung dengan teknik modelling dalam menangani kecanduan konseli dalam melihat televisi. Adapun tehnik penguatan yag dipakai adalah intermitted reinforcement dan teknik modelling yang di pakai yaitu live model atau model nyata secara langsung dimana model tersebut adalah teman konseli.
Konselor menangani kecanduan media televisi dikarenakan konseli yang juga membutuhkan motivasi untuk berubah, konseli ingin untuk meruah dirinya agar semua yang dia lakukan tidak terasa sia sia dan mendapatkan amarah dari orang tuanya. Konseli diajak untuk meninggalkan televisi dengan diberikanannya reward dan punishmnet agar konseli dapat berubah menajdi remaja pada umumnya dan Konseli diajak meniru, mengamati, merasakan figur model dan mengentaskan kecanduannya melalui model. Alasan utama konselor memilih teknik penguatan dan model karena dalam teknik tersebut konseli dapat merubah dirinya dengan membentuk erilaku yang baru dibantu oleh model yan berasal dari kakaknya. Selain itu pula untuk penguatannya konselor menggunakan symbolic model yaitu berdasarkan dari figur tokoh yang terkenal, biografi, ataupun video. konselor menayangkan video atau film yang sesuai dengan kondisi permasalahan konseli. Film yang ditayangkan yaitu film motivasi mengenai perjuangan seseorang yang dahulunya bukan orang yang pandai namun dengan giat dan melaksanaan tanggung jawab dengan baik akhirnya bisa menjadi sukses.

Treatment
Setelah menentukan tehnik yang digunakan, konselor menerapkan langkah-langkah dalam tehnik penguatan dan modelling untuk diaplikasikan kepada konseli. Disini awalnya konselor memilih model yang cocok untuk diadaptasi perilakunya oleh konseli yaitu kakaknya sendiri yang pernah mengalami kecanduan. Lalu. Masalah konseli yang selalu melihat televisi konselor memberikan sebah reward kepada konseli jika dapat beruah akan mendapatkan reward dari keluaganya namun jika tidak dapat mennggalkan televisi akan mendapatkan hukuman serta memberikan terapi shalat agar dirinya tersadar akan dampak yang dilakukannya. Untuk menangani masalah tanggung jawab konselor mengajak konseli untuk membaca alquran dan meresapi apa yang ada didalamnya agar konseli mengetahui dapak dari dirinya meninggalkan tanggung jawab sebagai manusia dan konseli diberikan model yang telah dipilih untk mengamati perilaku dari model tersebut dan dapat menirunya untuk kepribadian konseli.

Hasil Penelitian
Setelah melakukan proses konseling dengan menggunakan Terapi Behavior untuk menangani Kecanduan Media Televisi, maka peneliti mengetahui hasil dari proses pelaksanaan terapi behavior yang dilakukan oleh konselor cukup memberikan perubahan pada diri konseli.
Untuk mengetahui perkembangan dari klien, konselor melakukan observasi dan wawancara orang terdekat dari klien. Adapun perubahan klien setelah proses pelaksanaan terapi behavior, setelah mendapatkan pengarahan dari konselor klien mengalami perubahan dalam dirinya yaitu: setelah memahami dan mendapatkan arahan konseli mengalami perubahan dalam diri yakni konseli mulai bersemangat untuk sholat, mulai membantu kegiatan keluarga, mulai menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
Konseli dalam hal ini mulai bisa meninggalkan televisi dan melakukan tanggung jawab dengan baik meskipun masih terdapat rasa malas pada drinya. Konseli juga mulai bergaul dengan masayrakat sekitar dan temannya kembali dengan tidak selalu melihat televisi jika dirinya sedang berada dirumah ataupun sendirian. Dalam masalah keluarga konsel mulai aktif membantu orang tuanya menyelesaikan pekerjaan rumah tanpa melihat televisi terlebih dahulu dan memiliki rasa kepekaan yang tinggi jika mengetahui ada hal yang kurang baik. Dalam hal shalat konseli mulai melakukan dengan tepat waktu dan selalu melaksanakan di masjid bersama denga teman temannta tanpa melakukan aktivitas yang lai terlebih dahulu.
Kesimpulan
1.      Proses konseling yang dilakukan kepada seorang mahasiswa yang bernama Mawar (samar) menggunakan Terapi Behavior, yang mengacu pada perubahan perilaku dari yang maladaptif menjadi adaptif, maka konselor dalam memberikan bimbingannya selalu berusaha menyadarkan serta menggerakkan hati dan fikirannya untuk selalu meninggalkan melihat televisi dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik dan benar.
2.      Setelah dilakukan proses terapi behavioral, dengan cara menyadarkan serta menggerakkan hati melalui pengutan yang diberikan dan teknik model . Dan ternyata melalui teknik ini klien dapat sadar akan apa yang telah dilakukannya itu tindakan yang merugikan diri sendiri. Tergerak hatinya untuk melakukan tanggung jawab dengan benar dan menurut klien jika dirinya melaksanak tanggung jawab dengan baik akan meringankan beban yang ada
Daftar Pustaka
Agustina, Prasiska: 249 – 262. Dampak tayangan drama Korea di televisi dalam perubahan sikap dan perilaku remaja , e-journal Ilmu Komunikasi, Volume 1, Nomor 3. 2013
Ahmadi, Abu.Psikologi Umum. Surabaya : PT. Bina Imu. 1982
Ali, Mohammad. Psikologi Remaja (perkembangan peserta didik). Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006
Atabik, Ahmad. “prospek dakwah melalui mdia televisi” , jurnal komunikasi penyiaran islam vol. 1 no. 2 .  Juli – Desember 2013
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2006
Bungin, Burhan. “konstruksi sosial media massa :kekuatan pengaruh media massa, iklan televisi dan keputusan konsumen serta kritik terhadap peter L berger”. Jakarta : kencana . 2008
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga. 2001
Corey gerald.teori dan praktek konseling da psikoterapi. Bandung : refika aditama. 2009
Darwanto sastro subroto. Televisi sebagai media pendidikan (cetak ketiga),Yogyakarta : Duta wacana University Press. 1995.
Departemen Agama RI. Al-Quran Dan Terjemahannya, Surabaya : Suta Ilmu Surabaya, 2002
Gantina komalasari, Teori dan teknik konseling, Jakarta : PT. Indeks 2011
Graeme Burton. Membincangkan Televisi (sebuah pengantar kajian televisi ). Yogyakarta : Jalasutra . 2011
Google Maps, tanggal 1 Desember 2016, Pukul 23.00
Hastuti. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Tugu Publisher. 2012
Hassan, Fuad. Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya: Tantangan Dalam Laju Teknologi. Orasi Ilmiah Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh November ke-39. Surabaya, . 11 November 1999
Hutagalung, Inge. “penggunaan media tv di indonesia” . jurnal komunikologi vol. 1 no 1. maret 2004
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, terjemahan oleh Wahyu Indianti Jakarta : Penerbit Erlangga, 2008
John W. Santrock. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta : erlangga. 2003.
Laili, Fitri Ma'rifatul. “penerapan konseling keluarga untuk mengurangi kecanduan game Online pada siswa kelas VIII SMP Nnegeri 21 Surabaya”, Jurnal BK, Volume 05 Nomor 01”. 2015.
Latipun. psikologi konseling. Malang: umm pres. 2006
Mohammad Ali,Psikologi Remaja,Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006,
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009
Ninik Murtiyani.  Hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di RW kelurahan Sidokare kecamatan Sidoarjo, Jurnal Keperawatan Vol. 1 No. 1. Januari 2011-Desember 2011.
Namora lumongga Lubis, memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik, (Jakarta: Kencana prenada media group) ,2011
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1988
Nirmana “Peran Televisi dalam Masyarakat citraaa Dewasa ini sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya” , jurnal desain komunikasi visual vol. 1 no. 2,. ,  juli 1999:95- 108.
Rizqi Amalia, efek tayangan on the spot terhadap pesan media massa bagi mahasiswa ilmu komunikasi universitas mulawarman, e-Journal MahasiswaIlmu Komunikasi, Volume 3, Nomor 2, 2015: 30-42,hal.33.
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Subagyo, Joko. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta. 2012
Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Bumi Aksara.  2006
Sujanto, Agus. Psikologi Perkembangan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.  1996
Suparmoko, M. Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta: BPFE. 1995
Susanto, Eko Harry. Komunikasi Manusia (Esensi Dan Aplikasi Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Politik). Jakarta : Mitra Wacana Media. 2010
Suryo, M dan Djumhur. Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Bandung: CV. Ilmu. 1975
Walgito, Bimo.pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. 2002
William L. “media massa & masyarakat modern”. Jakarta : kencana  . 2008
Wawan Kuswandi. Komunikasi massa (sebuah analisis isi media televisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta. 1996.
Yuly Rahmawati “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Teknik Modelling Untuk Mengatasi Online Shop Addict: Studi Kasus Seorang Warga Di Kelurahan Magersari Di Sidoarjo” (Skripsi, FDK Uneversitas Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016),



[1]  Inge hutagalung,  penggunaan media tv di indonesia” , jurnal komunikologi vol. 1 no 1, maret 2004. Hal 6
[2]  Dr. Eko Harry Susanto, Komunikasi Manusia(Esensi Dan Aplikasi Dalam Dinamika Sosial Ekonomi Politik), (Jakarta : 2010, Mitra Wacana Media), hlm. 12
[3]  Fuad Hassan. Teknologi Dan Dampak Kebudayaannya: Tantangan Dalam Laju Teknologi. Orasi Ilmiah Dies Natalis Institut Teknologi Sepuluh November ke-39. Surabaya, 11 November 1999.
[4]  Nirmana,  Peran Televisi dalam Masyarakat citraaa Dewasa ini sejarah, Perkembangan dan Pengaruhnya” , jurnal desain komunikasi visual vol. 1 no. 2, juli 1999:95- 108. Hal 97
[5]  Burhan bungin, “Konstruksi Sosial Media Massa :Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi Dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger”, Jakarta : kencana. 2008. Hal 115.
[6]  Darwanto sastro subroto,televisi sebagai media pendidikan (cetak ketiga),(Yogyakarta : Duta wacana University Press. 1995).  Hal. 20.
[7]  John W. Santrock, adolescence perkembangan remaja, Jakarta : erlangga, 2003. Hal 26
[8]  Hastuti, psikologi perkembangan anak,( Jakarta : Tugu Publisher, 2012)).  Hal. 19.
[9]  Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006). Hal 16.
[10]  Inge hutagalung,  Penggunaan Media Tv Di Indonesia” , jurnal komunikologi vol. 1 no 1, maret 2004. Hal. 8.
[11]  Prasiska Agustina, Dampak Tayangan Drama Korea Di Televisi Dalam Perubahan Sikap Dan Perilaku Remaja , e-journal Ilmu Komunikasi, Volume 1, Nomor 3, 2013 : 249 – 262. Hal 260.
[12]  Agus sujanto,  Psikologi Umum, (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006). Hal 86.
[13]  Agus sujanto,  Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta. 1996). Hal 133.
[14]  Mohammad Ali, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik), (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006). Hal 17
[15]  Ninik Murtiyani, Hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di RW kelurahan Sidokare kecamatan Sidoarjo, Jurnal Keperawatan Vol. 1 No. 1, Januari 2011-Desember 2011. Hal 6
[16]  John W. Santrock, adolescence perkembangan remaja, (Jakarta : erlangga, 2003), Hal. 453.
[17]  Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 20
[18] Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, hal. 248.
[19]                 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 288. 
[20]  Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : Andi Offset. 2002) hal. 53.
[21]  Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Surabaya : PT. Bina Imu, 1982). Hal 28.
[22]  Latipun, Psikologi Konseling. (Malang: umm pres, 2006), hal. 129.
[23]  Friedman Howard S , Kepribadian (teori klasik dan riset modern), (Jakarta: penerbit erlangga, 2008) hal 171a
[24]  Namora lumongga Lubis, memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik, (Jakarta: Kencana prenada media group,2011),hal.175.
[25]  Alwisol,  psikologi kepribadian, (Malang :UMM press, 2009), hal. 326.
[26]  
[27]  Anggi indayani,” pneerapan konseling behavioral dengan teknik penguatan positif sebagai upaya untuk meminimalisis perilaku membolos pada siswa kelas X SMA negeri 1 sawan”,e-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling Vol. 2No. 1,tahun 2014,hal.4.
[28]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, terjemahan oleh Wahyu Indianti (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2008),hal.434.
[29]  Ni nyoman oktavia ayu, “efektivitas konseling behavioral teknik penguatan positif dan teknik percontohan untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi antar pribadi siswa kelas VII SMPLaboratorium Undiksa”, e-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling Vol. 2No. 1,tahun 2014,hal.5.
[30]  Ganina komalasari, Teori dan teknik konseling, (Jakarta : PT. Indeks, 2011),hal.163.
[31]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, terjemahan oleh Wahyu Indianti (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2008),hal.435.
[32] Ganina komalasari, Teori dan teknik konseling, (Jakarta : PT. Indeks, 2011),hal.163.
[33]  Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, terjemahan oleh Wahyu Indianti (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2008),hal.435
[34]  Namora lumongga Lubis, memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik, (Jakarta: Kencana prenada media group,2011),hal.175.
[35]  Ganina komalasari, Teori dan teknik konseling, (Jakarta : PT. Indeks, 2011),hal.176.
[36]  Ganina komalasari, Teori dan teknik konseling, (Jakarta : PT. Indeks, 2011),hal.179.
[37] % Corey gerald, Teori Dan Praktek Konseling Da Psikoterapi. (Bandung : refika aditama, 2009), hal. 239.
[38]  Fitri Ma'rifatul laili, “Penerapan Konseling Keluarga Untuk Mengurangi Kecanduan Game Online Pada Siswa Kelas VIII SMP Nnegeri 21 Surabaya”, Jurnal BK, Volume 05 Nomor 01 2015”, (ejournal.unesa.ac.id diakses 25 maret 2015).
[39]  Inge hutagalung, “Penggunaan Media Tv Di Indonesia” , jurnal komunikologi vol. 1 no 1, maret 2004, Hal. 6.
[40]  Ahmad Atabik,  Prospek Dakwah Melalui Mdia Televisi” , jurnal komunikasi penyiaran islam vol. 1 no. 2, Juli – Desember 2013. Hal 195
[41]  Yuly Rahmawati “Bimbingan Dan Konseling Islam Dengan Teknik Modelling Untuk Mengatasi Online Shop Addict: Studi Kasus Seorang Warga Di Kelurahan Magersari Di Sidoarjo” (Skripsi, FDK Uneversitas Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016), hal. 44

No comments:

Post a Comment

you say