IBX5A82D9E049639

Monday, 27 February 2017

Muhammad Quthb

Muhammad Quthb 

A.    Riwayat hidup M.Quthb
Berbicara tentang pemikiran Pendidikan Islam dewasa ini, tidak bisa terlepas dan kontribusi pemikiran yang dikedepankan oleh seorang Pakar/Pemikir Muslim yang kini menjadi guru besar di King Abdul ‘Aziz University, Arab Saudi, beliau adalah Muhammad Quthb. Muhammad Quthb merupakan salah seorang Pemikir muslim atau intelektual Muslim tingkat dunia yang cukup dikenal saat ini. Selain dikenal sebagai pakar Teknologi, pakar Pemikir Islam, beliau juga dikenal sebagai pemikir Pendidikan Islam. Muhammad Quthb adalah adik kandung Sayyed Quthb, keduanya merupakan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir.[1]
Muhammad Quthb lahir pada tahun 1919, di Kota Assyout, Mesir dari keluarga yang amat shaleh dan taat beribadah. Ayahnya bernama Al-Haj Quthb Ibnu Ibrahim, seorang petani terhormat yang relatif kaya dan komisaris Partai Nasional di Assyout.[2]
Muhammad Quthb mempunyai empat orang saudara yaitu: Sayyid Quthb adalah anak sulung, kemudian Muhammad Quthb, Aminah Quthb, dan si bungsu Hamidah Quthb. Sayyid Quthb yang lahir 13 tahun sebelum Muhammad Quthb, atau tepatnya pada tahun 1906, didaulat sebagai founder pemikir Islam modern oleh Dunia Islam maupun Barat. [3]
Bagi penulis Muhammad Quthb dan keluarganya mempunyai perilaku yang patut dicontoh, walaupun Muhammad Quthb berasal dari keluarga berada, namun ketaatan kepada-Nya tak pernah lalai. Dengan prestasi yang dimiliki uhammad Quthb dikenal sebagai pakar Pendidkan Islam dan pakar Teknologi.


B.    Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Muhammad Quthb
Menurut Muhammad Quthb realitas kontemporer yang dihadapi oleh komunitas Muslim dewasa ini sangat menyedihkan. Mereka berada pada posisi marginal, kumuh dan berputar dalam rotasi peradaban jahiliyah modern, yang notabene-nya datang dari Barat. Terdapat keterbelakangan dan kelemahan lain yang cukup memalukan. Keterbelakangan yang sangat memalukan tersebut terdapat dalam semua aspek kehidupan: politik, militer, ekonomi, sosial, materi, pemikiran dan moral, dan bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.[4]
Selaras dengan pemikiran kakak kandungnya, yakni Sayyid Quthb tampaknya telah melewati beberapa tahapan, yang membuatnya berangsur-angsur menjadi radikal. Ide-idenya yang biasanya mencerminkan kekecewaan yang kian bertambah terhadap ketidaksanggupan pemerintah nasionalis untuk menghasilkan perubahan selengkapnya dalam lingkungan sosial, politik, dan ekonomi, cukup bermanfaat bagi semua orang.[5]
Kesamaan lain pemikiran Sayyid Quthb, sistem-sistem Barat sama sekali bertentangan dengan landasan Islam tentang kehidupan yang berdasarkan wahyu Tuhan. Dengan memisahkan dimensi sosial dari asas-asas agama, masyarakat Barat menjadi musuh persepsi agama tentang makhluk.[6]
Bagi Muhammad Quthb, apa yang dilakukan jahiliah modern di Barat, maka kami peringatkan dan kami pesankan kepada seluruh lembaga pendidikan Islam mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, agar mereka tidak ikut-ikutan dalam kesalahan-kesalahan tersebut, yaitu: memisahkan antara ilmu dan agama (Islam), lalu mengajarkan ilmu pengetahuan terpisah dari pada islam begitupun sebaliknya.[7] Pemisahan ini sangat jelek pengaruhnya dalam pendidikan dan betapa lebih jeleknya lagi pada hakikatnya. Jika di sekolah-sekolah Islam diajarkan banyak materi-materi pelajaran dengan berbagai metode yang berlawanan dengan ajaran-ajaran Islam.[8]
Selanjutnya kekeliruan-kekeliruan yang kita lakukan di dalam mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, kedokteran dan sebagainya yang keselruhannya terpisah dari pada unsur agama.[9]
Di sisi lain pendidikan agama terasa menjadi gersang dan kehilangan keaktualannya, karena pendidikan agama banyak diberikan hanya sebatas sebagai pelajaran tentang agama atau pengetahuan tentang ilmu agama, dan kehilangan esensinya atau kekuatan vitalnya yang mampu membangkitkan kelumpuhan rohani dan kecerahan hati nurani.[10]
Jika kita pandai menerapkan pelajaran agama pada posisi sebenarnya di dalam sistem dan metode pendidikan dan pengajaran, maka Muhammad Quthb mengemukakan bahwa kita harus melakukan dua hal:[11]
1.     Janganlah kita batasi bimbingan agama pada pelajaran agama yang formal saja
2.     Kita harus tinjau kembali sistem dan metode pelajaran agama itu, kemudian kita tegakkan pada dasar-dasar Islam
Pendidikan Islam mempunyai formula ideal yang pernah terwujud secara konkret dalam kenyataan, terdapat dalam diri Rasulullah SAW. [12] Sedangkan Muhammad SAW adalah manusia yang mengandung sifat-sifat kemanusiaannya, di samping sifat-sifat kerasulan.[13]
itulah fakta dan kenyataan yang sudah dicapai oleh pendidikan Islam: Pendidikan yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.[14]
Bagi Muhammad Quthb Islam telah menetapkan bahwa generasi yang paling baik yang pernah ada di muka bumi adalah generasi sahabat Nabi r.a, begitupun dalam pendidikan Islamnya.[15]
Menurut penulis sebaiknya dalam memberikan ilmu pengetahuan tidak dipisahkan dengan Islam, karena di dalam ilmu pengetahuan jika mengandung Islam dapat menjadikan ilmu menjadi lebih utuh dengan akhlak yang baik. Ilmu. Seperti dalam pendapat Muhammad Quthb dalam pemikirannya terhadap pendidika Islam.

C.    Latar Belakang Pemikiran M.Quthb
Oleh karena itu, di sini akan dilihat tentang sumber dan corak pemikirannya:[16]
1.     Sumber-sumber Pemikiran Muhammad Quthb
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh Muhammad Quthb dalam merumuskan dan mengkonstruk pemikiran pendidikannya adalah sebagai berikut: (1) Wahyu, yaitu Al-Qur’an al-Karim; (2) Sunnah Rasul/Hadits; (3) Ijtihad atau hasil pemikiran para sahabat Rasul dan para pemikir muslim klasik dan kontemporer; dan (4) Pemikir-pemikir Barat dengan selektif.[17]
2.     Corak Pemikiran
Metodologi yang ditawarkan/diterapkan oleh Muhammad Quthb dalam berbagai tulisannya, khususnya mengenai pendidikan dan psikologi adalah dengan menerangkan teori yang diambil dari pandangan berbagai teori ilmu jiwa, kemudian memaparkan apa yang telah ditulis oleh orang-orang (pemikir-pemikir) Islam tentang pendidikan pada masa-masa terdahulu, lalu mengadakan perbandingan antara pandangan Islam dan pandangan Barat mengenai pendidikan tersebut.[18]
Pemikir Barat selalu menyatakan pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Maksudnya membiarkan manusia berkembang sesuai dengan kehendaknya masing-masing (how to be) atau setiap individu bebas menentukan keinginannya asas untama pendidikan Barat ini jelas menceritakan kepentingan ego atau liberalisme. Sehingga wajar jika di Barat masyarakatnya lebih menuntut “hak” dibandingkan menunaikan “kewajiban” manusia satu dengan yang lainnya.[19]
Penulis berpendapat bahwa pendidikan harus sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah seperti Rasullullah SAW sebagai pendidik. Pendidikan akan lebih utuh dengan perilaku yang taqwa terhadap Allah. Karena hal apapun tidak dapat dipisahkan dengan Islam.

D.    Teori Pendidikan Islam Menurut Muhammad Quthb
Menurut Muhammad Quthb, Pendidikan Islam, pada hakikatnya adalah Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya, serta segala aktivitasnya; baik berupa aktivitas pribadi maupun hubungannya dengan masyarakat dan lingkungannya, yang didasarkan pada nilai-nilai moral Islam. Dengan demikian, Muhammad Quthb menyatakan bahwa Pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu (anak didik) berdasarkan nilai-nilai moral Islam.[20]
Yang dimaksud dengan moral ialah, norma-norma yang sesuai dengan konsep-konsep yang umum diterima tentang laku perbuatan manusia, mana yang baik dan wajar. Atau moral adalah perilaku perbuatan yang diterima oleh lingkungan pergaulan hidup.[21]
Menurut penulis jika pendidikan tersebut berlandaskan Islam maka dapat menjadikan manusia yang memiliki nilai moral yang tinggi, akhlakul karima, dan menjadi pribadi yang baik tanpa dibuat-buat. Adanya kesinambungan antara akal dan hati, rohani dan jasmaninya, semua akan sinkron.
Sedangkan proses pembentukan anak didik (subyek didik), menurut M.Quthb, berlangsung di tiga tempat: rumah, sekolah dan masyarakat.[22]
1.     Rumah
Rumah tangga (keluarga), yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidikan adalah orang tua, sanak kerabat, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.[23]
Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Rumah sebagai lembaga pendidikan dalam Islam sudah diisyaratkan oleh Al- Qur’an, seperti yang terkandunng dalam ayat di bawah ini :[24]
öÉRr&ur y7s?uŽÏ±tã šúüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ  
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S. Asy-Syura 214)

Orang tua, tentu saja, merupakan panutan, seorang ibu, demikian pula seorang ayah, tidak boleh berdusta di hadapan seorang anak, sehingga si anak tidak akan menyaksikan suatu kebohongan di hadapan matanya. Dari sini ia akan membiasakan kejujuran karena kenyataan yang ada di dalam keluarga.[25]
Menurut Al-Qabisy, pemerintah dan orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab pendidikan yang dikemukakan al-Qabisy ini berimplikasi secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai dengan penanggung jawabnya. Jika penanggung jawabnya orang tua maka jenis lembaga pendidikan dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika penanggung jawabanya adalah pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada beberapa macam, seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika penangung jawabnya adalah masyarakat, lembaga pendidikan yangdimunculkan seperti panti asuhan, panti jompo dan sebagainya.[26]
Orangtua dituntut untuk menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anakanya dan memberi sikap serta keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.[27]
2.     Sekolah
Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidk anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidikannya adalah guru yang professional.[28]
sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Karena keterbatasannya, orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut. Oleh karena itu, orangtua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah[29].
Baik bapak maupun ibu guru janganlah mendustainya. Karena anak akan mencontoh perilaku yang tidak mendidik tersebut atas dasar cerminan pendidiknya.[30]
Tugas guru dan pimpinan sekolah, disamping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, juga memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan, pendidikan budi pekerti, dan keagamaan di sekolah haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga.[31]
Selain itu, tugas-tugas sekolah Islam (Madrasah) juga membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup berbagai komponen, misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, evaluasi, dan sebagainya sehingga dalam lembaga madrasah tersebut terdapat tertib administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksaan pendidikan yang dilakukan.[32]
3.     Masyarakat
Masyarakat, merupakan pendidikan tertier yaitu pendidikan kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.[33] Masyarakat ikut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap masyarakat.[34]
Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan sikap, dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.[35]
Dengan ia keluar melihat masyarakat, maka ia akan menemukan kejujuran sebagai suatu realitas. Dengan sendirinya, ia akan tumbuh sebagai orang jujur dan tidak mau berdusta.[36]
Diantara bahan pendidikan kemasyarakatan dapat disebut antara lain:[37]
1.     Kepanduan (pramuka)
2.     Perkumpulan-perkumpulan olahraga
3.     Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi
4.     Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam
5.     Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti sholat jumat, acara tabligh, adanya kerabat yang meninggal dunia
6.     Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi
7.     Partai politik
8.     Perkumpulan-perkumpulan keagamaan
Muhammad Quthb juga berpendapat bahwa kita ajarkan juga kepada anak-anak kita bahwasannya masyarakat itu membentuk kehidupan manusia, adat istiadatnya, perasaan, dan cara berfikirnya, tingkah laku dan sebagainya.[38]
Beberapa tugas pendidikan Islam di masyarakat, seperti pembangunan masjid. Masjid adalah pusat mereka berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan, serta pertolongan kepada-Nya. Di samping itu masjid merupakan tempat mereka memakmurkan qalbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi di ruhaniah. Dengan potensi tersebut, Allah memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan semangat.[39]
Selain masjid ada pula tugas pendidikan Islam lainnya, berupa pesantren, yaitu sebagai berikut :[40]
1.     Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama (Islam)
2.     Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama
3.     Mendidik agar objek memiliki kemampuan dasar yang reelevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.
Bagi penulis tetap sejalan dengan pendapat Muhammad Quthb, pendidikan dalam keluarga (orangtua), sekolah, ataupun masyarakat sangatlah penting bagi manusia. Orangtua ialah pendidikan pertama yang didapatkan oleh manusia. Kita sebagai calon orangtua harus berperilaku baik dan mencontohkan perbuatan yang dapat bermanfaat bagi orang lain, karena perilaku dan perbuatan orang tua akan dicontoh oleh manusia baru. Ketika orang baru tersebut beranjak menjadi dewasa, orangtua mempercayai sekolah sebagai tempat pendidkan ke dua setelah keluarga. Disisi lain masyarakat juga ikut berperan dalam pendidikan manusia dewasa, seperti manusia dapat berprestasi atau sebaliknya dengan adanya masyarakat.

E.    Tujuan Pendidikan islam Menurut M.Quthb
Sesungguhnya tujuan pendidikan Islam adalah mencetak manusia muslim laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tujuan itu tidak akan mungkin dapat dicapai hanya dengan mengajarkan beberapa maklumat saja dari agama yang dihafal di luar kepala.[41]
Secara umum tujuan pendidikan islam menyebarkan dan menanamkan ajaran Islam ke dalam jiwa umat manusia, mendorong penganutnya untuk mewujudkan nilai-nilai. [42] Ataupun tujuan pendidikan Islam lebih lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut:[43]
1.     Melakukan pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau cita-cita Islam yang harus diikhtiarkan agar menjadi kenyataan.
2.     Memberikan bahan-bahan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi pengembangan pendidikan Islam tersebut. Di dalam pendidikan Islam memberikan bahan masukan yang berharga kepada ilmu Islam.
Muhammad Qutb mengatakan bahwa tujuan pendidikan ruhiyyah mengandung pengertian “ruh” yang merupakan mata rantai pokok yang menghubungkan antara manusia dengan Allah, dan pendidikan Islam harus bertujuan untuk membimbing manusia sedemikian rupa sehingga ia selalu tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya.[44]
Setiap anak memiliki potensi. Setiap anak mempunyai hak untuk hidup, memperoleh pendidikan dan bimbingan yang layak, serta bersosialisasi dengan teman seusia sesuai dengan perkembangannya. Setiap anak ingin diakui keberadaannya. Setiap anak berhak untuk bahagia. Sehingga semua anak memerlukan bimbingan begitu pula pada pendidikan Islam.[45]
Muhammad Quthb dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, hanya berbicara tentang tujuan akhir (umum), yakni untuk membentuk manusia yang baik/yang bertaqwa dan beribadah kepada Allah SWT (shaleh). Rumusan tujuan pendidikan Islam menurutnya, diambil dari ajaran Islam, sebagaimana firman Allah:[46]
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ  
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (Q.S. al-Dzariyat:56)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Sungguh yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling taqwa”. (Q.S. al- Hujarât:13).

Sedangkan tujuan akhir pendidikan Islam yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang.[47] Tujuan akhir pendidikan slam itu dapat dipahami dalam firman Allah:[48]
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? Ÿwur ¨ûèòqèÿsC žwÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ  
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (Q.S. Ali-Imran 102)
Menurut penulis tujuan pendidkan Islam dapat menjadikan manusia yang taat dan bertaqwa. Dalam Islam banyak terdapat kepribadian yang baik, jika kita tidak melupakan dan memisahkan pembelajaran ilmu pengetahuan umum dengan Islam.

F.    Hakekat Manusia sebagai Makhluk Berpendidikan Islam Menurut Muhammad Quthb
Muhammad Quthb dalam berbicara mengenai manusia, dengan tegas menyatakan bahwa hormat dan beribadah kepada Tuhan merupakan sifat wajar manusia. Muhammad Quthb menyatakan bahwa manusia terdiri atas tiga unsur yang integral, yaitu: jasmani, rohani, akal. Semuanya berinteraksi secara utuh dari kenyataan.[49]
1.     Akal
Kita dapat mengetahui manusia mempunyai akal dan mengajarkan kepada anak-anak kita antropologi yang bersumber dari teori Darwin, dimana kesimpulannya bahwa manusia pertama itu menyerupai binatang kera, berjalan dengan empat kaki, kemudian ia berdiri tegak setelah berulang-ulang berjalan dengan dua kaki dalam memetik buah-buahan. Maka di kala itulah merupakan suatu kesempatan bagi otaknya untuk berkembang, lalu belajar mengeluarkan kata-kata dan bertambahlah kecerdasannya untuk selanjutnya sehingga dia dapat melakukan dia dapat melakukan berbagai macam perbuatannya.[50]
fungsi akal manusia terbagi kepada enam yaitu sebagai berikut:[51]
a.     Akal adalah penahan nafsu.
b.     Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan hidayah dan kesesatan.
c.     Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan
d.     Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus melebihi penglihatan mata.
2.     Jasmani
Mendidik jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu: [52]
a.     Membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan secara sempurna.
b.     Mengembangkan energipotensial yang dimiliki manusia berlandaskan fisik, sesuai dengan perkembangan fisik manusia.


3.     Rohani
Manusia mempunyai aspek rohani, ini dapat dilihat dalam firman Allah:[53]
#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ  
Maka bila aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepadanya.” (Q.S. Al-Hijr:29)

Selanjutnya ia menyatakan bahwa roh, akal dan tubuh ketiga-tiganya membentuk satu wujud yang utuh yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh dari kenyataan.[54]
Bagi penulis manusia itu terdapat elemen-elemen yang tidak dapat dipisahkan, seperti pada paparan di atas. Manusia dengan akalnya berfikir dan melakukan perilaku dengan rohani dan jasmaninya. Namun pemeliharaan ketiganya yang harus ditanamkan dalam diri manusia, karena ketiganya saling berinteraksi satu sama lain.











KESIMPULAN

Seperti pembahasan pemikiran teori pendidikan Islam menurut Quthb di atas, penulis dapat simpulkan bahwa di dalam pendidikan tidak untuk dipisah-pisahkan antara ilmu pengetahuan umum dengan Islam, karena keduanya saling berhubungan. Jika dalam pendidikan tidak dipisah-pisahkan maka dapat membentuk manusia yang utuh, dengan akal dan hatinya, serta rohani dan jasmaninya, semuanya sesuai. Sehingga manusia yang mendapatkan pendidikan yang mengandung Islam akan memiliki nilai-nilai moral yang Islami, dan dapat dicontoh untuk manusia-manusia baru melalui pendidikan keluarga (orangtua), sekolah, dan masyarakat. Sama halnya dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu menciptakan manusia yang mempunyai pribadi yang baik dan bertaqwa.
Manusia terdiri dari 3 elemen yang tidak dapat terpisahkan dan saling berinteraksi, yaitu akal, jasmani, dan rohani. Segala yang diterima oleh manusia akan diserap oleh akalnya, diaplikasikan dengan jasmaninya, dan dirasakan oleh rohaninya. Ketiganya akan selalu ada dalam diri manusia. Manusia harus mampu mengendalikan ketiganya, dengan begitu manusia akan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk manusia yang baik/yang bertaqwa dan beribadah kepada Allah SWT (shaleh/shalehah) sesuai dengan tujuan akhir pendidikan Islam menurut Muhammad Quthb.











DAFTAR PUSTAKA

Abbudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Islam Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1990)
Aminudin, Pendidikan Agama Islam, Graha Ilmu, Jakarta, 2006
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Amzah, Jakarta, 2011
John L Esposito, Dinamika Kebangunan Islam, CV Rajawali, Jakarta, 1987
Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995
M. Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik, PT Rafika Aditama, Bandung, 2010
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002
Susilawati, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, CV Confident, Cirebon, 2015
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1984
Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, Medan, 2016, tanpa volume, Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016


[1] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.15. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[2] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), hal.16. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[3] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.16. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[4] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.14. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[5] John L Esposito, Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali 1987), hal.107
[6] John L Esposito, Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali 1987), hal.107-108
[7] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.71
[8] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.71-72
[9] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.79
[10] M. Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik, (Bandung : Rafika Aditama, 2010), hal.44
[11] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.80
[12] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.15. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[13] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.15. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[14] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.15. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[15] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.77
[16] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.17. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[17] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.17. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[18] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.17. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[19] M. Bashori Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik, (Bandung : Rafika Aditama, 2010), hal.30
[20] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.18. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[21] Aminudin, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Graha Ilmu, 2006), hal.95-96
[22] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.18. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[23] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[24] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.151
[25] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.18. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[26] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi kasara, 1984), h.39
[27] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.153-154
[28] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[29] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Amzah, 2011), hal.151-152
[30] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.18. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[31] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152
[32] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.157
[33] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[34] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152
[35] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152-153
[36] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.18. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[37] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.153
[38] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.73
[39] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.158
[40] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.160-161
[41] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.80-81
[42] Abbudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2010), hal.20
[43] Abbudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2010), hal.21
[44] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Islam Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.142
[45] Susilawati, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus , (Cirebon : Confiden, 2015), hal.1
[46] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.20. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[47] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi kasara, 1984), h.31
[48]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi kasara, 1984), h.31
[49] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.19. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[50] Muhammadiyah Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981), hal.73
[51] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h.65
[52] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h.108-109
[53] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.20. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016
[54] Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume, hal.20. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal  17 Maret 2016

No comments:

Post a Comment

you say