Muhammad Quthb
A.
Riwayat hidup M.Quthb
Berbicara tentang pemikiran Pendidikan Islam dewasa ini, tidak bisa
terlepas dan kontribusi pemikiran yang dikedepankan oleh seorang Pakar/Pemikir
Muslim yang kini menjadi guru besar di King Abdul ‘Aziz University, Arab Saudi,
beliau adalah Muhammad Quthb. Muhammad Quthb merupakan salah seorang Pemikir
muslim atau intelektual Muslim tingkat dunia yang cukup dikenal saat ini.
Selain dikenal sebagai pakar Teknologi, pakar Pemikir Islam, beliau juga
dikenal sebagai pemikir Pendidikan Islam. Muhammad Quthb adalah adik kandung Sayyed
Quthb, keduanya merupakan tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir.[1]
Muhammad Quthb lahir pada tahun 1919, di Kota Assyout, Mesir dari
keluarga yang amat shaleh dan taat beribadah. Ayahnya bernama Al-Haj Quthb Ibnu
Ibrahim, seorang petani terhormat yang relatif kaya dan komisaris Partai
Nasional di Assyout.[2]
Muhammad Quthb mempunyai empat orang saudara yaitu: Sayyid Quthb
adalah anak sulung, kemudian Muhammad Quthb, Aminah Quthb, dan si bungsu
Hamidah Quthb. Sayyid Quthb yang lahir 13 tahun sebelum Muhammad Quthb, atau
tepatnya pada tahun 1906, didaulat sebagai founder pemikir Islam modern oleh
Dunia Islam maupun Barat. [3]
Bagi penulis Muhammad Quthb dan keluarganya mempunyai perilaku yang
patut dicontoh, walaupun Muhammad Quthb berasal dari keluarga berada, namun
ketaatan kepada-Nya tak pernah lalai. Dengan prestasi yang dimiliki uhammad
Quthb dikenal sebagai pakar Pendidkan Islam dan pakar Teknologi.
B.
Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Muhammad Quthb
Menurut Muhammad Quthb realitas kontemporer yang dihadapi oleh
komunitas Muslim dewasa ini sangat menyedihkan. Mereka berada pada posisi
marginal, kumuh dan berputar dalam rotasi peradaban jahiliyah modern, yang
notabene-nya datang dari Barat. Terdapat keterbelakangan dan kelemahan
lain yang cukup memalukan. Keterbelakangan yang sangat memalukan tersebut
terdapat dalam semua aspek kehidupan: politik, militer, ekonomi, sosial,
materi, pemikiran dan moral, dan bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
pendidikan.[4]
Selaras dengan pemikiran kakak
kandungnya, yakni Sayyid Quthb tampaknya telah melewati beberapa tahapan, yang
membuatnya berangsur-angsur menjadi radikal. Ide-idenya yang biasanya
mencerminkan kekecewaan yang kian bertambah terhadap ketidaksanggupan pemerintah
nasionalis untuk menghasilkan perubahan selengkapnya dalam lingkungan sosial,
politik, dan ekonomi, cukup bermanfaat bagi semua orang.[5]
Kesamaan lain pemikiran Sayyid Quthb, sistem-sistem Barat sama
sekali bertentangan dengan landasan Islam tentang kehidupan yang berdasarkan
wahyu Tuhan. Dengan memisahkan dimensi sosial dari asas-asas agama, masyarakat
Barat menjadi musuh persepsi agama tentang makhluk.[6]
Bagi Muhammad Quthb, apa yang
dilakukan jahiliah modern di Barat, maka kami peringatkan dan kami pesankan
kepada seluruh lembaga pendidikan Islam mulai dari tingkat dasar sampai ke
perguruan tinggi, agar mereka tidak ikut-ikutan dalam kesalahan-kesalahan
tersebut, yaitu: memisahkan antara ilmu dan agama (Islam), lalu mengajarkan
ilmu pengetahuan terpisah dari pada islam begitupun sebaliknya.[7] Pemisahan
ini sangat jelek pengaruhnya dalam pendidikan dan betapa lebih jeleknya lagi
pada hakikatnya. Jika di sekolah-sekolah Islam diajarkan banyak materi-materi
pelajaran dengan berbagai metode yang berlawanan dengan ajaran-ajaran Islam.[8]
Selanjutnya kekeliruan-kekeliruan
yang kita lakukan di dalam mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan seperti ilmu
fisika, kimia, biologi, matematika, kedokteran dan sebagainya yang
keselruhannya terpisah dari pada unsur agama.[9]
Di sisi lain pendidikan agama terasa
menjadi gersang dan kehilangan keaktualannya, karena pendidikan agama banyak
diberikan hanya sebatas sebagai pelajaran tentang agama atau pengetahuan
tentang ilmu agama, dan kehilangan esensinya atau kekuatan vitalnya yang mampu
membangkitkan kelumpuhan rohani dan kecerahan hati nurani.[10]
Jika kita pandai menerapkan
pelajaran agama pada posisi sebenarnya di dalam sistem dan metode pendidikan
dan pengajaran, maka Muhammad Quthb mengemukakan bahwa kita harus melakukan dua
hal:[11]
1.
Janganlah
kita batasi bimbingan agama pada pelajaran agama yang formal saja
2.
Kita
harus tinjau kembali sistem dan metode pelajaran agama itu, kemudian kita
tegakkan pada dasar-dasar Islam
Pendidikan Islam mempunyai formula ideal yang pernah terwujud
secara konkret dalam kenyataan, terdapat dalam diri Rasulullah SAW. [12]
Sedangkan Muhammad SAW adalah manusia yang mengandung sifat-sifat
kemanusiaannya, di samping sifat-sifat kerasulan.[13]
itulah fakta dan kenyataan yang sudah dicapai oleh pendidikan
Islam: Pendidikan yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.[14]
Bagi Muhammad Quthb Islam telah
menetapkan bahwa generasi yang paling baik yang pernah ada di muka bumi adalah
generasi sahabat Nabi r.a, begitupun dalam pendidikan Islamnya.[15]
Menurut penulis sebaiknya dalam
memberikan ilmu pengetahuan tidak dipisahkan dengan Islam, karena di dalam ilmu
pengetahuan jika mengandung Islam dapat menjadikan ilmu menjadi lebih utuh
dengan akhlak yang baik. Ilmu. Seperti dalam pendapat Muhammad Quthb dalam
pemikirannya terhadap pendidika Islam.
C.
Latar Belakang Pemikiran M.Quthb
Oleh karena itu, di sini akan dilihat tentang sumber dan corak
pemikirannya:[16]
1.
Sumber-sumber
Pemikiran Muhammad Quthb
Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh Muhammad Quthb dalam
merumuskan dan mengkonstruk pemikiran pendidikannya adalah sebagai berikut: (1)
Wahyu, yaitu Al-Qur’an al-Karim; (2) Sunnah Rasul/Hadits; (3) Ijtihad atau
hasil pemikiran para sahabat Rasul dan para pemikir muslim klasik dan kontemporer;
dan (4) Pemikir-pemikir Barat dengan selektif.[17]
2.
Corak
Pemikiran
Metodologi yang ditawarkan/diterapkan oleh Muhammad Quthb dalam
berbagai tulisannya, khususnya mengenai pendidikan dan psikologi adalah dengan
menerangkan teori yang diambil dari pandangan berbagai teori ilmu jiwa, kemudian
memaparkan apa yang telah ditulis oleh orang-orang (pemikir-pemikir) Islam
tentang pendidikan pada masa-masa terdahulu, lalu mengadakan perbandingan
antara pandangan Islam dan pandangan Barat mengenai pendidikan tersebut.[18]
Pemikir Barat selalu menyatakan
pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Maksudnya membiarkan manusia
berkembang sesuai dengan kehendaknya masing-masing (how to be) atau
setiap individu bebas menentukan keinginannya asas untama pendidikan Barat ini
jelas menceritakan kepentingan ego atau liberalisme. Sehingga wajar jika di
Barat masyarakatnya lebih menuntut “hak” dibandingkan menunaikan “kewajiban”
manusia satu dengan yang lainnya.[19]
Penulis berpendapat bahwa pendidikan
harus sesuai dengan al-Qur’an dan as-sunnah seperti Rasullullah SAW sebagai
pendidik. Pendidikan akan lebih utuh dengan perilaku yang taqwa terhadap Allah.
Karena hal apapun tidak dapat dipisahkan dengan Islam.
D.
Teori Pendidikan Islam Menurut Muhammad Quthb
Menurut Muhammad Quthb, Pendidikan
Islam, pada hakikatnya adalah Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya,
rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya, serta segala aktivitasnya;
baik berupa aktivitas pribadi maupun hubungannya dengan masyarakat dan
lingkungannya, yang didasarkan pada nilai-nilai moral Islam. Dengan demikian, Muhammad
Quthb menyatakan bahwa Pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan
individu (anak didik) berdasarkan nilai-nilai moral Islam.[20]
Yang dimaksud dengan moral ialah,
norma-norma yang sesuai dengan konsep-konsep yang umum diterima tentang laku
perbuatan manusia, mana yang baik dan wajar. Atau moral adalah perilaku
perbuatan yang diterima oleh lingkungan pergaulan hidup.[21]
Menurut penulis jika pendidikan
tersebut berlandaskan Islam maka dapat menjadikan manusia yang memiliki nilai
moral yang tinggi, akhlakul karima, dan menjadi pribadi yang baik tanpa
dibuat-buat. Adanya kesinambungan antara akal dan hati, rohani dan jasmaninya,
semua akan sinkron.
Sedangkan proses pembentukan anak didik (subyek didik), menurut
M.Quthb, berlangsung di tiga tempat: rumah, sekolah dan masyarakat.[22]
1.
Rumah
Rumah tangga (keluarga), yaitu pendidikan primer untuk fase bayi
dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidikan adalah orang tua, sanak
kerabat, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.[23]
Lembaga pendidikan pertama dalam
Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Rumah sebagai lembaga pendidikan dalam
Islam sudah diisyaratkan oleh Al- Qur’an, seperti yang terkandunng dalam ayat
di bawah ini :[24]
öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat.” (Q.S. Asy-Syura 214)
Orang
tua, tentu saja, merupakan panutan, seorang ibu, demikian pula seorang ayah,
tidak boleh berdusta di hadapan seorang anak, sehingga si anak tidak akan
menyaksikan suatu kebohongan di hadapan matanya. Dari sini ia akan membiasakan
kejujuran karena kenyataan yang ada di dalam keluarga.[25]
Menurut
Al-Qabisy, pemerintah dan orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak
baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung jawab
pendidikan yang dikemukakan al-Qabisy ini berimplikasi secara tidak langsung
dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai dengan penanggung
jawabnya. Jika penanggung jawabnya orang tua maka jenis lembaga pendidikan
dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika penanggung jawabanya
adalah pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada
beberapa macam, seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika
penangung jawabnya adalah masyarakat, lembaga pendidikan yangdimunculkan
seperti panti asuhan, panti jompo dan sebagainya.[26]
Orangtua dituntut untuk menjadi
pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anakanya dan memberi sikap serta
keterampilan yang memadai, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya,
memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam
kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun ruhani.[27]
2.
Sekolah
Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidk anak mulai dari
usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidikannya adalah
guru yang professional.[28]
sekolah adalah lembaga pendidikan
yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak
kebutuhannya. Karena keterbatasannya, orangtua tidak mampu memenuhi kebutuhan
anak tersebut. Oleh karena itu, orangtua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya
kepada sekolah[29].
Baik
bapak maupun ibu guru janganlah mendustainya. Karena anak akan mencontoh
perilaku yang tidak mendidik tersebut atas dasar cerminan pendidiknya.[30]
Tugas guru dan pimpinan sekolah,
disamping memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, juga memberikan
dasar-dasar ilmu pengetahuan, pendidikan budi pekerti, dan keagamaan di sekolah
haruslah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa
yang diberikan dalam keluarga.[31]
Selain itu, tugas-tugas sekolah
Islam (Madrasah) juga membutuhkan administrasi yang memadai, yang mencakup
berbagai komponen, misalnya perencanaan, pengawasan, organisasi, evaluasi, dan
sebagainya sehingga dalam lembaga madrasah tersebut terdapat tertib
administrasi yang pada dasarnya bertujuan melancarkan pelaksaan pendidikan yang
dilakukan.[32]
3.
Masyarakat
Masyarakat, merupakan pendidikan tertier yaitu pendidikan
kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.[33] Masyarakat
ikut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan
sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara,
kebudayaan, dan agama setiap masyarakat.[34]
Corak pendidikan yang diterima
peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang,
baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan sikap, dan minat, maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan.[35]
Dengan
ia keluar melihat masyarakat, maka ia akan menemukan kejujuran sebagai suatu
realitas. Dengan sendirinya, ia akan tumbuh sebagai orang jujur dan tidak mau
berdusta.[36]
Diantara bahan pendidikan
kemasyarakatan dapat disebut antara lain:[37]
1.
Kepanduan
(pramuka)
2.
Perkumpulan-perkumpulan
olahraga
3.
Perkumpulan-perkumpulan
pemuda dan pemudi
4.
Perkumpulan-perkumpulan
sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam
5.
Kesempatan-kesempatan
berjamaah, seperti sholat jumat, acara tabligh, adanya kerabat yang meninggal
dunia
6.
Perkumpulan-perkumpulan
perekonomian seperti koperasi
7.
Partai
politik
8.
Perkumpulan-perkumpulan
keagamaan
Muhammad Quthb juga berpendapat
bahwa kita ajarkan juga kepada anak-anak kita bahwasannya masyarakat itu
membentuk kehidupan manusia, adat istiadatnya, perasaan, dan cara berfikirnya,
tingkah laku dan sebagainya.[38]
Beberapa
tugas pendidikan Islam di masyarakat, seperti pembangunan masjid. Masjid adalah
pusat mereka berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan, serta
pertolongan kepada-Nya. Di samping itu masjid merupakan tempat mereka
memakmurkan qalbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi di ruhaniah.
Dengan potensi tersebut, Allah memberi kesabaran, kekuatan, keberanian,
kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan semangat.[39]
Selain masjid ada pula tugas
pendidikan Islam lainnya, berupa pesantren, yaitu sebagai berikut :[40]
1.
Mencetak
ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama (Islam)
2.
Mendidik
muslim yang dapat melaksanakan syariat agama
3.
Mendidik
agar objek memiliki kemampuan dasar yang reelevan dengan terbentuknya
masyarakat beragama.
Bagi penulis tetap sejalan dengan
pendapat Muhammad Quthb, pendidikan dalam keluarga (orangtua), sekolah, ataupun
masyarakat sangatlah penting bagi manusia. Orangtua ialah pendidikan pertama
yang didapatkan oleh manusia. Kita sebagai calon orangtua harus berperilaku
baik dan mencontohkan perbuatan yang dapat bermanfaat bagi orang lain, karena
perilaku dan perbuatan orang tua akan dicontoh oleh manusia baru. Ketika orang
baru tersebut beranjak menjadi dewasa, orangtua mempercayai sekolah sebagai
tempat pendidkan ke dua setelah keluarga. Disisi lain masyarakat juga ikut
berperan dalam pendidikan manusia dewasa, seperti manusia dapat berprestasi
atau sebaliknya dengan adanya masyarakat.
E.
Tujuan Pendidikan islam Menurut M.Quthb
Sesungguhnya tujuan pendidikan Islam
adalah mencetak manusia muslim laki-laki dan perempuan. Akan tetapi tujuan itu
tidak akan mungkin dapat dicapai hanya dengan mengajarkan beberapa maklumat
saja dari agama yang dihafal di luar kepala.[41]
Secara umum tujuan pendidikan islam
menyebarkan dan menanamkan ajaran Islam ke dalam jiwa umat manusia, mendorong
penganutnya untuk mewujudkan nilai-nilai. [42] Ataupun
tujuan pendidikan Islam lebih lanjut dapat dikemukakan sebagai berikut:[43]
1.
Melakukan
pembuktian terhadap teori-teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau
cita-cita Islam yang harus diikhtiarkan agar menjadi kenyataan.
2.
Memberikan
bahan-bahan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya bagi
pengembangan pendidikan Islam tersebut. Di dalam pendidikan Islam memberikan
bahan masukan yang berharga kepada ilmu Islam.
Muhammad
Qutb mengatakan bahwa tujuan pendidikan ruhiyyah mengandung pengertian “ruh”
yang merupakan mata rantai pokok yang menghubungkan antara manusia dengan
Allah, dan pendidikan Islam harus bertujuan untuk membimbing manusia sedemikian
rupa sehingga ia selalu tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya.[44]
Setiap anak memiliki potensi. Setiap
anak mempunyai hak untuk hidup, memperoleh pendidikan dan bimbingan yang layak,
serta bersosialisasi dengan teman seusia sesuai dengan perkembangannya. Setiap
anak ingin diakui keberadaannya. Setiap anak berhak untuk bahagia. Sehingga
semua anak memerlukan bimbingan begitu pula pada pendidikan Islam.[45]
Muhammad Quthb dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, hanya
berbicara tentang tujuan akhir (umum), yakni untuk membentuk manusia yang
baik/yang bertaqwa dan beribadah kepada Allah SWT (shaleh). Rumusan tujuan
pendidikan Islam menurutnya, diambil dari ajaran Islam, sebagaimana firman
Allah:[46]
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka
beribadah kepada-Ku”. (Q.S. al-Dzariyat:56)
Dalam
ayat yang lain Allah berfirman:
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
“Sungguh yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah
yang paling taqwa”. (Q.S. al- Hujarât:13).
Sedangkan tujuan akhir pendidikan
Islam yang berbentuk Insan Kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan
naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang.[47]
Tujuan akhir pendidikan slam itu dapat dipahami dalam firman Allah:[48]
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qà)®?$# ©!$# ¨,ym ¾ÏmÏ?$s)è? wur ¨ûèòqèÿsC wÎ) NçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÉËÈ
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (Q.S.
Ali-Imran 102)
Menurut penulis tujuan pendidkan
Islam dapat menjadikan manusia yang taat dan bertaqwa. Dalam Islam banyak
terdapat kepribadian yang baik, jika kita tidak melupakan dan memisahkan
pembelajaran ilmu pengetahuan umum dengan Islam.
F.
Hakekat Manusia sebagai Makhluk Berpendidikan Islam Menurut
Muhammad Quthb
Muhammad Quthb dalam berbicara mengenai manusia, dengan tegas
menyatakan bahwa hormat dan beribadah kepada Tuhan merupakan sifat wajar
manusia. Muhammad Quthb menyatakan bahwa manusia terdiri atas tiga unsur yang
integral, yaitu: jasmani, rohani, akal. Semuanya berinteraksi secara
utuh dari kenyataan.[49]
1.
Akal
Kita dapat mengetahui manusia
mempunyai akal dan mengajarkan kepada anak-anak kita antropologi yang bersumber
dari teori Darwin, dimana kesimpulannya bahwa manusia pertama itu menyerupai
binatang kera, berjalan dengan empat kaki, kemudian ia berdiri tegak setelah
berulang-ulang berjalan dengan dua kaki dalam memetik buah-buahan. Maka di kala
itulah merupakan suatu kesempatan bagi otaknya untuk berkembang, lalu belajar
mengeluarkan kata-kata dan bertambahlah kecerdasannya untuk selanjutnya
sehingga dia dapat melakukan dia dapat melakukan berbagai macam perbuatannya.[50]
fungsi
akal manusia terbagi kepada enam yaitu sebagai berikut:[51]
a.
Akal adalah penahan nafsu.
b.
Akal adalah petunjuk yang dapat membedakan
hidayah dan kesesatan.
c.
Akal adalah kesadaran batin dan pengaturan
d.
Akal adalah pandangan batin yang berdaya tembus
melebihi penglihatan mata.
2.
Jasmani
Mendidik
jasmani dalam Islam, memiliki dua tujuan sekaligus yaitu: [52]
a.
Membina tubuh sehingga mencapai pertumbuhan
secara sempurna.
b.
Mengembangkan energipotensial yang dimiliki
manusia berlandaskan fisik, sesuai dengan perkembangan fisik manusia.
3.
Rohani
Manusia
mempunyai aspek rohani, ini dapat dilihat dalam firman Allah:[53]
#sÎ*sù ¼çmçF÷§qy àM÷xÿtRur ÏmÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ
“Maka bila
aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya roh-Ku, maka
sujudlah kalian kepadanya.” (Q.S. Al-Hijr:29)
Selanjutnya
ia menyatakan bahwa roh, akal dan tubuh ketiga-tiganya membentuk satu wujud
yang utuh yang disebut manusia, semuanya berinteraksi secara utuh dari
kenyataan.[54]
Bagi penulis
manusia itu terdapat elemen-elemen yang tidak dapat dipisahkan, seperti pada
paparan di atas. Manusia dengan akalnya berfikir dan melakukan perilaku dengan
rohani dan jasmaninya. Namun pemeliharaan ketiganya yang harus ditanamkan dalam
diri manusia, karena ketiganya saling berinteraksi satu sama lain.
KESIMPULAN
Seperti
pembahasan pemikiran teori pendidikan Islam menurut Quthb di atas, penulis
dapat simpulkan bahwa di dalam pendidikan tidak untuk dipisah-pisahkan antara
ilmu pengetahuan umum dengan Islam, karena keduanya saling berhubungan. Jika
dalam pendidikan tidak dipisah-pisahkan maka dapat membentuk manusia yang utuh,
dengan akal dan hatinya, serta rohani dan jasmaninya, semuanya sesuai. Sehingga
manusia yang mendapatkan pendidikan yang mengandung Islam akan memiliki
nilai-nilai moral yang Islami, dan dapat dicontoh untuk manusia-manusia baru
melalui pendidikan keluarga (orangtua), sekolah, dan masyarakat. Sama halnya
dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu menciptakan manusia yang mempunyai
pribadi yang baik dan bertaqwa.
Manusia
terdiri dari 3 elemen yang tidak dapat terpisahkan dan saling berinteraksi,
yaitu akal, jasmani, dan rohani. Segala yang diterima oleh manusia akan diserap
oleh akalnya, diaplikasikan dengan jasmaninya, dan dirasakan oleh rohaninya.
Ketiganya akan selalu ada dalam diri manusia. Manusia harus mampu mengendalikan
ketiganya, dengan begitu manusia akan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu
membentuk manusia yang baik/yang bertaqwa dan beribadah kepada Allah SWT
(shaleh/shalehah) sesuai dengan tujuan akhir pendidikan Islam menurut Muhammad
Quthb.
DAFTAR PUSTAKA
Abbudin Nata, Ilmu Pendidikan
Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2010
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori
Pendidikan Islam Berdasarkan Al-Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1990)
Aminudin, Pendidikan Agama Islam,
Graha Ilmu, Jakarta, 2006
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan
Islam, Amzah, Jakarta, 2011
John L Esposito, Dinamika
Kebangunan Islam, CV Rajawali, Jakarta, 1987
Muhammadiyah Ja’far, Beberapa
Aspek Pendidikan Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981
Muhibin
Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung,
1995
M. Bashori Muchsin, Pendidikan
Islam Humanistik, PT Rafika Aditama, Bandung, 2010
Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002
Susilawati, Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus, CV Confident, Cirebon, 2015
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan
Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1984
Rosdiana A. Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, Medan,
2016, tanpa volume, Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[1] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.15. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[2] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), hal.16. Diakses
dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal
17 Maret 2016
[3] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.16. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[4] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.14. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2,
Pada tanggal 17 Maret 2016
[5] John L
Esposito, Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali 1987), hal.107
[6] John L
Esposito, Dinamika Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali 1987),
hal.107-108
[7] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.71
[8] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.71-72
[9] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.79
[10] M. Bashori
Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik, (Bandung : Rafika Aditama, 2010),
hal.44
[11] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.80
[12] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.15. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[13] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.15. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2,
Pada tanggal 17 Maret 2016
[14] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.15. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[15] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.77
[16] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.17. Diakses dari http//: ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2,
Pada tanggal 17 Maret 2016
[17] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.17. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[18] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.17. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[19] M. Bashori
Muchsin, Pendidikan Islam Humanistik, (Bandung : Rafika Aditama, 2010),
hal.30
[20] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.18. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[21] Aminudin, Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta : Graha Ilmu, 2006), hal.95-96
[22] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.18. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[23] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[24] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.151
[25] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.18. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[27] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.153-154
[28] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[29] Bukhari Umar,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta : Amzah, 2011), hal.151-152
[30] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.18. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[31] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152
[32] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.157
[33] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.150
[34] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152
[35] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.152-153
[36] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.18. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[37] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.153
[38] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.73
[39] Bukhari Umar,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.158
[40] Bukhari Umar, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah, 2011), hal.160-161
[41] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.80-81
[42] Abbudin Nata,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2010), hal.20
[43] Abbudin Nata, Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2010), hal.21
[44] Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori
Pendidikan Islam Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990),
h.142
[45] Susilawati, Bimbingan
Anak Berkebutuhan Khusus , (Cirebon : Confiden, 2015), hal.1
[46] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.20. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[49] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.19. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[50] Muhammadiyah
Ja’far, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981),
hal.73
[51] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu
Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), h.65
[53] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.20. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
[54] Rosdiana A.
Bakar, Konsep Pendidikan Muhammad Quthb, (Medan , 2016), tanpa volume,
hal.20. Diakses dari http//:
ejournalpba.org//index.php/ihya/article/download/2/2, Pada tanggal 17 Maret 2016
No comments:
Post a Comment
you say