IBX5A82D9E049639

Saturday, 25 February 2017

Media Pendidikan Ruhani

Media Pendidikan Ruhani

A.    Media Pendidikan
1.     Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius atau medium  yang secara harfiah berarti “lengan”, perantara atau pengantar. Maksudnya adalah sebagaimana perantara atau media itu untuk menyampaikan sesuatu.[1] Sedangkan dalam kepustakaan asing, ada sementara ahli yang menggunakan istilah: Audio Visual Aids (AVA) untuk menunjuk kepada pengertian yang sama.[2] Banyak pula para ahli yang menggunakan istilah: Teaching Material atau Instructional Material, yang artinya identik dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata “raga” artinya sesuatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar dan yang dapat diamati melalui panca indera kita.[3]
2.     Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata didik. Pendidikan ialah proses perubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan disebut tarbiyah yang berasal dari kata ‘rabba’. Tuhan disebut juga sebagai Rabb karena Ia Yang Memperbaiki, Yang Mengatur, Yang Berkuasa Mutlak, Yang Tegak, yang Menjadi Sandaran, Yang Memelihara, Yang Meluruskan, dan Yang Memberi Nikmat.[4]
Dalam bahasa inggris istilah pendidikan menggunakan perkataan “education”, biasaya istilah tersebut dihubungkan dengan pendidikan di sekolah, dengan alasan, bahwa disekolah tempatnya anak dididik dibimbing oleh para ahli yang khusus mengalami pendidikan dan latihan sebagai profesi. Kata education berhubungan dengan kata latin “educere”, yang bearti “mengeluarkan sesuatu kemampuan” (e = keluar, ducere = memimpin), jadi bearti membimbing untuk mengeluarkan suatu kemampuan yang tersimpan dalam diri anak. Kata “educere”  kita temukan dalam kata konduktor, yaitu seseorang yang memimpin sekelompok pemain musik, juga seseorang yang “memimpin kereta api dalam perjalanan (kondektur)”. Dalam ilmu listrik, konduktor ialah bahan (biasanya logam) yang dapat “membawa” aliran listrik.[5]
Dalam nahasa Belanda kita temukan untuk pendidikan kata “opvoeden” (op= ke atas, voeden = memberi makan). Memberi makan disini diambil dari arti kiasannya, yaitu memberi makanan rohani untuk meningkatkan kecakapan dan deraja seorang anak. Dalam bahasa Jerman untuk mendidik dipakai kata “orziehen” (or = ke atas, zhiehen = menarik) jadi “orziehen” yang bearti “menarik ke atas” menggambarkan secara kias bahwa mendidik itu meningkatkan (menarik ke atas) kecakapan dan derajat seseorang.[6]
Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pendidikan, terjadi proses perkembangan potensi manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan.[7]
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.[8]  Pendidikan diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai mahluk individu dan mahluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.[9]  

Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan bahwa “pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlngsung seumur hidup”. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya ,masyarakat, bangsa, dan negara.[10]
Selanjutnya makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. [11]
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagai mana mestinya. Ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pendidikan,[12] yaitu:
a.     Pendidik (orangtua, guru/ustadz/dosen/ulama/pembimbing).
b.     Peserta didik (anak/santri/mahasiswa/mustami).
c.     Ilmu atau pesan yang disampaikan (nasihat, materi pelajaran/kuliah/bimbingan).

3.     Pengertian Media Pendidikan
Menurut S. Gerlach dan P. Ely dalam bukunya yang berjudul Teching and Media (1971) mengartikan media pendidikan dalam arti luas dan arti sempit. Media dalam arti luas adalah: orang, material, kejadian-kejadian yang dapat menciptakan kondisi, sehingga memungkinkan pelajar memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap yang baru. Rumusan tersebut menekankan bahwa: guru, buku dan lingkungan sekolah termasuk media pendidikan. Sedangkan media dalam arti sempit, yaitu grafis, potret, gambar, media-media mekanik, elektronik yang dapat dipergunakan untuk menangkap serta menyampaikan informasi visual, verbal.[13]
Menurut Robert M. Gagne dalam bukunya yang berjudul Ten Conditions of Learning (1970), menggunakan istilah media pendidikan untuk menunjuk berbagai macam komponen lingkungan belajar yang dapat menimbulkan rangsangan untuk si pelajar. Termasuk dalam pengertian ini adalah orang tua, serta berbagai macam media mulai dari buku sampai pada televisi secara umum mempunyai fungsi dalam upaya dan memberikan input kepada siswa.[14] Media pendidikan adalah media, metode, dan teknik yang dipergunakan dalam upaya untuk lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.[15]
Selain dengan pendapat di atas, Al-Qur’an menginformasikan bahwa yang dijadikan rujukan dalam mendefinisikan media pendidikan adalah tentang keguruan dan keteladanan Nabi Muhammad saw. keguruan Nabi Muhammad,[16] sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Jumu’ah ayat 2:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada meraka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebenarnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”.

Dengan demikian, media pendidikan adalah media atau perantara yang menunjang berlangsungnya proses pendidikan dan pembelajaran baik yang berupa media, materi maupun non-materi, yaitu segala sesuatu yang dapat merangsang dapat mendorong terjadinya proses interaksi belajar pada diri siswa.[17]
Menurut pandangan penulis sendiri, pengertian media pendidikan adalah segala bentuk media, alat maupun perantara yang digunakan oleh guru untuk membantu dan menunjang terjadinya proses kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mecapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

B.    Ruhani/Spiritual
Ruh adalah nama bagi nafsu yang dengannya mengalir kehidupan, gerakan, upaya mencari kebaikan, dan upaya menghindarkan keburukan dari dalam diri manusia.[18] Ruh itulah yang disebutkan dalam firman Allah SWT: 
“Dan meraka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S Al-Israa’:85).

Selain itu, Allah juga berfirman dalam Surat Al-Hijr:
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadaNya dan bersujud” (Q.S Al-Hijr: 29).

Rasulullah saw. pernah ditanya tentang ruh, baik yang bertanya itu adalah kalangan musyrik Mekah yang diprovokasi oleh kalangan Yahudi yang mempunyai hubungan dengan mereka, maupun kalangan Yahudi itu sendiri. Al-Qur’an telah menceritakan hal itu dalam firman Allah SWT:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh...” (Q.S Al-Israa’: 85).

Pertanyaan mereka dijawab oleh Rasulullah saw. sesuai dengan perintah Allah SWT:
“...Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S Al-Israa’:85).

Masalah ruh dan hakikatnya telah menjadi bahan pemikiran para cerdik cendekia sejak zaman lampau. Karena, dengan jelas dapat ditangkap bahwa di dalam tubuh manusia yang hidup ada sesuatu selain tubuh itu. Dengannya, manusia menjadi dapat menangkap pemahaman dan kemampuan untuk menangkap pemahaman. Dengan itu, diketahui bahwa di dalam tubuh manusia ada sesuatu selain anggota tubuh yang tampak dan tidak tampak. Karena ditemukan dengan jelas bahwa ketika tubuh mayat dibedah, tidak ada suatu anggota tubuh bagian dalamnya yang hilang yang ada saat ia masih hidup.[19]

Jika akal manusia tidak mampu memahami hakikat ruh dan cara perhubungannya dengan tubuh, bagaimana ruh itu lepas dari tubuh dan bagaimana pula kelanjutannya setelah ruh itu lepas dari tubuh, maka jawablah bahwa ruh adalah masalah Allah. Artinya, ia merupakan satu eksistensi yang dimuliakan Allah, namun hanya Allah SWT lah yang mengetahui hakikatnya.  Makna ruh adalah bagian dari hal-hal yang besar yang hanya diketahui Allah SWT. Maka, penyandaran kata “amr’urusan’” kepada Allah SWT adalah dengan makna lam ikhtishash atau ia adalah perkara yang pengetahuan tentangnya hanya dimiliki oleh Allah SWT.[20]
Orang yang memiliki kecerdasan ruhani sangat memperhatikan kualitas dirinya dalam hubungannya dengan kebenaran. Mereka dihinggapi semacam sense of urgency sehingga dalam segala sesuatu yang diperbuatnya, dia merasa ada semacam desakan yang mendorong dirinya untuk selalu berbuat secara optimal dan menumbuhkan rasa mahabbah serta ishlah.[21]
Mayoritas ulama dan kalangan mutakkalim dan fuqaha, seperti Abu Bakar bin Al-Arabi dalam kitabnya al-Awashim minal-Qawashim, serta Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, berpendapat bahwa ruh merupakan suatu substansi yang mutlak. Pendapat ini tak beda jauh dengan ungkapan ulama lain bahwa ruh adalah jisim lathif. Sementara menurut pendapat para filosof zaman lampau, ruh adalah qadim ‘terdahulu’. Hal ini mirip dengan pendapat mereka yang mengatakan bahwa alam adalah qadim.[22]
Ada yang berpendapat, ruh diciptakan sebelum diciptakannya tubuh yang kemudian mendapatkan tiupan ruh itu. Ini merupakan pendapat yang paling tepat sesuai dengan zahir sabda Rasulullah saw. ruh telah ada semenjak azal (dahulu), seperti adanya malaikat dan setan. Sementara pendapat lain mengatakan, ruh diciptakan saat dikehendaki kehidupan dalam tubuh yang diletakkan ruh itu. Mereka bersepakat bahwa ruh tetap ada setelah hancurnya tubuh manusia dan ruh itu juga akan dihadirkan pada hari perhitungan.[23]

C.    Media Pendidikan Ruhani/Spiritual
Media pendidikan ruhani adalah semua aktifitas yang ada hubungannya dengan metode pendidikan agama/spiritual baik berupa alat (peraga), teknik, maupun metodenya yang secara efektif dapat digunakan guru dalam ranga untuk mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan denga syri’at agama itu sendiri. Pendidikan Ruhiyah ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi/Rasul, Hari Akhir dan Takdir. Termasuk di dalamnya adalah materi tata cara ibadah, baik ibadah mahdlah seperti sholat, zakat, shaum/puasa, dan haji. Maupun ibadah ghair mahdlah seperti berbuat baik kepada sesama.[24]
Gilbert Highet dalam bukunya yang berjudul The Art of Teaching menyebut Nabi Isa as sebagai guru yang termahsyur di dunia dengan memiliki empat macam media sebagai perantara dalam menyebarkan ajaran agamanya, yakni media khutbah, media perbuatan, media kalimat-kalimat arif dan media propaganda, baik yang meliputi semua aktivitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan yang berupa media peraga, teknik maupun metodenya yang secara efektif dapat digunakan oleh guru dalam mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan syari’at agama itu sendiri.[25]
Dalam kaitannya dengan pendidikan agama/spiritual, Zuhairin, dkk (1983: 38-39) memberikan beberapa model media pendidikan ruhani/spiritual yang digolongkan menjadi tiga kelompok,[26] yaitu:
1.     Media Pendidikan Ruhani/Spiritual
Dalam media pembelajaran ruhani/spiritual ini meliputi:
a.     Media pembelajaran klasikal, seperti: papan tulis, kapur, tempat sholat dan lain-lain.
b.     Media pembelajaran individual, seperti: media-media tulis, buku pelajaran untuk siswa, buku pegangan, buku persiapan guru.
c.     Media peraga yang dalam hal ini ada dua macam, yaitu: (1). Media peraga langsung, misalnya bak air untuk wudhu, keimanan pada kitab suci langsung pada Al-Qur’an. (2) media peraga tidak langsung, misalnya haji, dibuat ka’bah tiruan atau gambarnya.
d.     Media pembelajaran modern, seperti: visual aids (radio, tape recorder) dan audio visual (televisi, film, dan slide).
2.     Media Pendidikan Ruhani/Spiritual Langsung
Media pendidikan ruhani/spiritual langsung, yaitu dengan menanamkan pengaruh yang positif kepada siswa dengan memberikan contoh teladan, memberikan nasihat, melatih dan membiasakan suatu amalan juga dengan menggunakan emosi dan dramatisasi.
3.     Media Pendidikan Ruhani/Spiritual Tidak Langsung
Media pendidikan ruhani tak langsung bersifat kuratif. Tujuannya agar anak menyadari perbuatannya yang salah dan berusaha untuk memperbaikinya, misalnya pada umur 7 tahun sudah dilatih untuk shalat dan umur 10 tahun juga masih belum shalat agar dipukul.

Media pembelajaran pendidikan spiritual/ruhani merupakan wadah dari pesan yang disampaikan oleh sumber atau penyalurnya yaitu pendidik, kepada sasaran atau penerima pesan, yakni peserta didik yang belajar pendidikan agama Islam. Tujuan penggunaan media pembelajaran pendidikan spiritual tersebut adalah supaya proses pembelajaran pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Dari jenisnya, media pembelajaran pendidikan agama dapat diklasifikasikan menjadi media audio, media cetak, dan media elektronik.[27]
1.     Media audio
Hubungan media audio ini dengan tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam sangat erat. Dari sisi kognitif media audio ini dapat dipergunakan untuk mengajarkan berbagai aturan dan prinsip. Dari segi afektif media audio ini dapat menciptakan suasana pembelajaran dan segi psikomotor, media audio ini untuk mengajarkan media ketrampilan verbal.

2.     Media cetak
Hubungan media cetak ini untuk tujuan kognitif dapat berfungsi untuk menyampaikan informasi yang bersifat nyata. Untuk tujuan afektif media cetak ini dapat menunjang suatu materi dalam hubungannya dengan perubahan sikap dan tingkah laku. Untuk tujuan psikomotor media cetak ini dapat menunjukkan posisi sesuatu yang sedang terjadi dan mengajarkan berbagai langkah dan prinsip dalam proses pembelajaran.
3.     Media elektronik
Media ini diciptakan untuk menyampaikan informasi pendidikan yang dapat dimanfaatkan secara umum, baik di kalangan pendidikan maupun masyarakat secara luas. Beberapa media elektronik yang di maksud antara lain:
a.     Slide dan film strip
Merupakan gambar yang diproyeksikan dan dapat dilihat, serta dapat dioprasikan secara mudah. Media ini berfungsi untuk memeudahkan penyajian seperangkat materi tertentu, membangkitkan minat anak dan menjangkau semua bidang pelajaran , termasuk pendidikan agama Islam.
b.     Film
Media ini mempunyai nilai tertentu, seperti dapat melengkapi berbagai pengalaman yang dimiliki peserta didik, dapat memancing inspirasi baru, menarik perhatian, serta dapat memperlihatkan perlakuan objek yang sebenarnya.
c.     Televisi
Penggunaan media ini dapat dilakukan dengan alternatif dari melihat siaran televisi. Dengan menggunakan media ini materi pembelajaran yang diberikan dapat bersifat langsung dan nyata, jangkauannya luas, dan memungkinkan penyajian aneka ragam peristiwa.
d.     Radio
Melalui media ini peserta didik dapat mendengarkan siaran dari berbagai penjuru dan berbagai peristiwa. Media ini dapat memberikan berbagai berita yang sesuai dengan pembelajaran, menarik minat, jangkauannya luas, dapat mendorong timbulnya kreatifitas dan mempunyai nilai-nilai yang rekreatif.

Dalam rangka melaksanakan pendidikan, Islam memiliki sarana-sarana dan media pendidikan yang khas dengan tanpa menutup dan menerima media lain yang tidak bertentangan dengan agama.[28] Media dan sarana prasarana pendidikan tersebut antara lain:
1.     Masjid
Aktivitas pertama Rasulullah saw. ketika di Madinah adalah membangun masjid, karena masjid merupakan suatu tempat yang dapat menghimpun berbagai jenis kegiatan kaum muslimin. Di dalam masjid, selain tempat ibadah, seluruh muslimin dapat membahas dan memcahkan persoalan hidup, bermusyawarah untuk mewujudkan berbagai tujuan, menjauhkan diri dari kerusakan, serta menghadang berbagai penyelewengan akidah. Sesuatu yang sudah mulai terlupakan pada zaman ini, dahulu masjid digunakan sebagai markas besar tentara, dan merupakan pusat pendidikan yang mengajak manusia pada keutamaan spiritual, dan tempat i’tikaf, berzikir dan berpikir tentang ciptaan Allah SWT. serta berzikir mengingat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
2.     Rumah
Rumah keluarga muslim merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan syari’ah Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syari’ah Islam.
Di dalam rumah itu anak akan dididik antara lain agar ia dapat mendirikan syari’ah Islam. Allah membolehkan seorang sitri meminta talak kepada suaminya karena kekhawatiran ketidakmampuan keluarganya dalam melaksanakan syari’ah Allah.[29]
  
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Baqarah: 229)

Yang kedua, di dalam keluarga itu diharapkan dapat terwujud ketentraman psikologis jika kedua suami-istri bersatu di atas landasan kasih sayang, sehingga anak-anak pun akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tennteram, kasih sayang serta jauh dari kekacauan.[30]. seperti firman Allah di bawah ini:
   
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang bersyukur” (QS. Al- A’raaf: 189)


3.     Madrasah atau Sekolah
Dalam konsep Islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai media merealisasikan pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan syari’ah demi terwujudnya penghambaan (pengabdian) kepada Allah, sikap mengesankan-Nya serta mengembangkan segala  bakat atau profesi manusia sesuai fitrahnya, sehingga manusia terhidar dari berbagai penyimpangan.
4.     Pendidikan di Perguruan Tinggi
Pendidikan agama di Perguruan Tinggi mempunyai kekhususan tersendiri ditinjau dari sifat-sifat pendidikannya serta materi yang harus disampaikannya. Tujuan pendidikan agama bagi mahasiswa adalah untuk lebih mengetahui dan memahami agama, serta lebih menghayatinya sehingga mereka mampu membudayakan diri dan lingkungannya dengan nilai-nilai agama. Di samoing itu, dapat pula mengamalkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.


Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbagai jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media elektronik, dan objek nyata atau realita. Media pendidikan sangat berperan penting terhadap jalannya sebuah pendidikan. Oleh sebab itu, pendidik hendaknya tidak meremehkan masalah alat. Pendidik hendaknya mengadakan studi secara mendalam tentang masalah ini. Tidak sedikit kegagalan dalam pendidikan disebabkan pendidik tidak memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan alat, seperti fungsi, pemilihan, dan cara-cara menggunakannya.
Alat dan juga media tidak terpisahkan dari tujuan, karena tujuan tidak mungkin tercapai tanpa alat. Ini berarti bahwa alat berfungsi mengantarkan penggunanya untuk mencapai tujuan. Dalam kaidah ushul fiqih mengatakan bahwa alat mempunyai nilai yang sejalan dengan nilai tujuan.
Selain itu penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses belajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, dan menyajikan data.
Jika pendidikan dijadikan sebagai media untuk mendidik generasi muda, kita dituntut untuk memahami pertumbuhan, fungsi, dan metode yang dapat meninggikan kualitas dan manfaat media pendidikan tersebut melalui konsep-konsep Islam. Dengan demikian, tujuan pendidikan dapat melingkupi tujuan pendidikan kontemporer dengan memberikan arahan kepada sistem itu dengan jiwa yang berlandaskan konsep-konsep Islam



Daftar Pustaka

Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005.
I Wayan Ardhana, dkk, Media Instructional, Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, Malang, 1982.
Jalaluddin dan Idi A, Filsafat Pendidikan. Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997.
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2000.
MukhtarDesain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, CV Misaka GalizaJakarta, 2003
Oemar Hamalik, Media Pendidikan, Penerbit Alumni, Bandung, 1976.
Surya M, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhani (Transcedental Intellegence), Gema Insani Press, Jakarta, 2001.
Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, UIN-Malang Press, Malang, 2009.
Uyoh Sadulloh, Pedagogik, Alfabeta, Bandung, 2014.




[1]  Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Jilid I, hal.43
[2]  Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung : Penerbit Alumni, 1976), Jilid III, hal.227
[3]  Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung : Penerbit Alumni, 1976), Jilid III, hal.23
[4] Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), Jilid II, hal.240
[5] Uyoh Sadulloh, Pedagogik, (Bandung Alfabeta, 2014), Jilid IV, hal.2
[6] Uyoh Sadulloh, Pedagogik, (Bandung Alfabeta, 2014), Jilid IV, hal.3
[7] Surya M, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), Jilid II, hal.4
[8] Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), Jilid I, hal.15
[9] Jalaluddin dan Idi A, Filsafat Pendidikan. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), Jilid I, hal.15
[10]  Jalaluddin dan Idi A, Filsafat Pendidikan. (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1997), Jilid I, hal.15
[11] Uyoh Sadulloh, Pedagogik, (Bandung Alfabeta, 2014), Jilid IV, hal.5
[12]  Heri Juhaeri Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), Jilid I, hal. 14
[13]  I Wayan Ardhana, dkk., Media Instrucnional, (Malang : Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, 1982), Jilid I, hal.3
[14]  I Wayan Ardhana, dkk., Media Instructional, (Malang : Sub Proyek Penulisan Buku Pelajaran Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, 1982),  Jilid I, hal 4
[15]  Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung : Penerbit Alumni, 1976), Jilid III, hal.22
[16] Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, (Malang : Malang Press, 2009), Jilid I, hal.45-46
[17]  Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, (Malang : Malang Press, 2009), Jilid I, hal.45
[18] Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Jilid I, hal.67
[19] Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Jilid I, hal.67
[20] Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Jilid I, hal.67
[21] Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Trancendental Intellegence), (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), Jilid I, hal.80
[22] Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Jilid I, hal.68
[23] Ali Abdul Halim Mahmud, at-Tarbiyyah ar-Ruuhiyyah, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), Jilid I, hal.68
[24] Heri Juhaeri Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rossakarya, 2005), Jilid I, hal. 16
[25] Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, (Malang : Malang Press, 2009), Jilid I, hal.45
[26] Triyo Supriyatno, Humanitas-Spiritual dalam Pendidikan, (Malang : Malang Press, 2009), Jilid I, hal.46
[27] MukhtarDesain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : CV Misaka Galiza, 2003), hal.103 – 112
[28] Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), Jilid II, hal.249-250
[29] Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), Jilid II, hal.250
[30] Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000), Jilid II, hal.250

No comments:

Post a Comment

you say