IBX5A82D9E049639

Saturday, 25 February 2017

ARTIKEL BIMBINGAN ABK

ARTIKEL 
BIMBINGAN Anak Berkebutuhan Khusus

Kepedulian pemerintah terhadap anak berkebutuhan khusus (abk)

Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, sebagai bentuk kepedulian pemerintah. Namun seperti halnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang lain, adanya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam berbagai dokumen kenegaraan tidak serta merta manjamin mulusnya penyelenggaraan pendidikan bagi anak2 spesial tersebut. Banyak hal yang menjadi penyebabnya.
Di antara aturan2 tersebut adalah:

·       UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”
·       UURI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat (2), “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, mental/intelektual, sosial, dan emosional berhak memperoleh Pendidikan Khusus”
Artinya sebenarnya negara telah menjamin bahwa anak-anak spesial tersebut mendapat hak yang sama dengan anak-anak yang lain dalam hal hak untuk mendapatkan pendidikan. Namun demikian kita tidak bisa tinggal diam dan menunggu pemerintah melakukan sesuatu. Tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun negara tidak mampu menangani hal ini sendirian, ada banyak diperlukan bantuan dari gerakan swadaya masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan pendidikan yang layak bagi para Anak berkebutuhan Khusus (ABK).
Jumlah mereka semakin banyak, mereka menunggu kita semua untuk bangkit dan melakukan sesuatu. Mari tanyakan pada diri kita sendiri, apa yang yang kita bisa sumbangkan untuk itu kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menerapkan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Dengan ini, Indonesia menjadi yang pertama kali di dunia yang menerapkannya, Musliar Kasim (2014).
Untuk lebih mematangkan kurikulum ini, Kemendikbud telah mengumpulkan 300 guru, kepala sekolah dan pakar untuk menyusun buku teks pelajaran. Tak hanya itu mereka juga akan menyusun buku pedoman guru yang sesuai dengan kurikulum pendidikan khusus tahun 2013. Dengan penerapan kurikulum ini, pemerintah mendorong agar seluruh anak Indonesia termasuk anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti kurikulum di sekolah SLB maupun sekolah reguler. Bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mengikuti pendidikan inklusif maka mereka akan mendapat materi program kebutuhan khusus yang diberikan diluar sekolah, seperti tuna rungu dengan program membaca gerak bibir, fashion design, dan mengasar keterampilan lainnya. Juga memberikan buku pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 kepada tuna netral, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita dan autisme. Pemerintah juga akan menyiapkan guru-guru pembimbing khusus pada sekolah inklusif. Pada tahun ajaran 2014/2015, kurikulum pendidikan khusus akan dilaksanakan pada kelas 1, 4, 7, dan 10. Dan bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah luar biasa, maka program kebutuhan khusus menjadi kegiatan intrakulikuler yang diberikan pada jam sekolah.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Hari Penyandang Cacat Internasional organisasi non-profit dunia Save the Children mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut berperan aktif mewujudkan persamaan hak dan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus (disabilitas). Salah satunya melalui program Rehabilitasi Berbasis Masyarakat  (RBM), serta pelayanan di Sekolah Inklusi dan Sekolah Luar Biasa (LSB).
Sebelumnya, Save The Children telah menjalankan program Family-based Care for Indonesian Children with Disabilities (Kepedulian Anak Berkebutuhan Khusus Berbasis Keluarga). Tujuan dari program tersebut, di tahun 2015 semua anak berkebutuhan khusus dan keluarganya di Indonesia, khususnya di wilayah yang menjadi target untuk mendapatkan haknya melalui akses rehabilitasi berbasis masyarakat (RBM), dukungan masyarakat, dan pendidikan yang berkualitas, melalui kegiatan berbasis masyarakat ini, orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat lebih percaya diri dan diterima oleh lingkungannya.
Menurut data tahun 2011, jumlah anak dengan disabilitas di Indonesia ada sekitar 18.000 orang. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dan Undang-undang No.19 Tahun 2011, sebagai upaya untuk menjamin persamaan hak untuk anak berkebutuhan khusus. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang memiliki stigma tertentu terhadap anak berkebutuhan khusus. Akibatnya, diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus tetap terjadi di tengah masyarakat. Sehingga orangtuanya enggan atau malu membawa anak mereka ke pusat layanan kesehatan, rehabilitasi, maupun sekolah. Tentu saja hal ini menyebabkan fenomena anak berkebutuhan khusus jadi kian "terkunci" di dalam keluarga, dan kurangnya kesadaran orang tua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Entah itu karena masalah ekonomi atau merasa bahwa anak mereka tidak untuk disosialisasikan.
Melihat kondisi ini, maka Save the Children yang telah mendapat dukungan dari pemerintah, berinisiatif memfasilitasi program untuk anak berkebutuhan khusus berbasis keluarga, melalui kegiatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM). Hingga saat ini, telah didirikan sebanyak 184 RBM dengan 312 kader untuk memfasilitasi 2.853 anak dengan disabilitas. Tak hanya itu, Save the Children juga dengan Dinas Pendidikan tingkat provinsi dan daerah setempat dalam memberikan pelayanan di 31 Sekolah Inklusif dan 14 SLB.
Seharusnya yang menjadi tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah pendidikan pertama yaitu orang tua dan agama, bagaimana menajadi ikhlas dan sabar. Ketika pemerintah memberikan fasilitas berupa pendidikan di sekolah maka kesadaran orang tua pun harus lebih tinggi lagi untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya. Karena mereka juga membutuhnya pendidikan sosial dengan teman sebaya atau orang lain diluar sana.
Dalam sekolah SLB juga sudah tersedianya ekstrakulikuler, untuk membantu ABK agar lebih bisa berkembang seperti tuna rungu agar bisa mengerti dengan gerak bibir orang yang sedang berbicara atau agar mereka bisa mengucapkan beberapa kata dari bibir mereka. Tuna netra dengan cara membaca yang unik dan dalam bidang seni musik yang banyak diapresiasikan, anak autis yang sudah mencetak beberapa prestasi dalam bidang-bidang yang orang normalpun sudah belum tentu bisa melakukannya.
Dengan diadakannya pendidikan formal bagi anak berkebutuhan khusus ini (ABK) agar pandangan masyarakan luas tidak hanya melihat dari pandangan luarnya saja tetapi kemauan mereka untuk belajar, semangat mereka untuk berkembang, berprestasi deperti anak normal yang lain. Tentu tidak menyia-nyiakan fasilitas dari pemerintah ini. Tidak ada satupun anak manusia yang tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satupun anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kekurangan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kekurangan.
Bahkan kita sendiripun masih kerap kali memandang ABK itu sepela dengan adanya pembelajaran ini kita akan lebih bisa memahami arti sebuah kekurangan dan kelebihan itu. Pemerintah saja peduli dengan mereka mengapa kita tidak? Karena kita belum mengenal mereka. Pepatah mengatakan “Tak kenal maka tak sayang”, sebelum kita mengenal mereka kita enggan untuk mempelajari hal sekecil apapun tentang kekurangan ABK tetapi ketika kita sudah mempelajari dan ikut merasakannya tumbuhlah benih-benih kesadaran untuk selalu bersyukur dan tentu saja untuk lebih menyayangi mereka.
Tidak ada manusia yang ingin dilahirkan/diciptakan dengan ketidak sempurnaan, tetapi mereka adalah anak-anak yang terpilih. Semoga program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) akan terus meluas dan tentu diminati oleh Masyarakan, berkembang sehingga menciptakan generai-generasi yang mengharumkan nama Bangsa Indonesia tanpa memangdang dari kekurangan apapun.

Sumber:
1.     Tabloid Nova
Rabu, 10 Desember 2014

No comments:

Post a Comment

you say