ARTIKEL
BIMBINGAN Anak Berkebutuhan Khusus
Kepedulian pemerintah
terhadap anak berkebutuhan khusus (abk)
Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan
tentang pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, sebagai bentuk kepedulian
pemerintah. Namun seperti halnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang lain,
adanya kebijakan pemerintah yang tertuang dalam berbagai dokumen kenegaraan
tidak serta merta manjamin mulusnya penyelenggaraan pendidikan bagi anak2
spesial tersebut. Banyak hal yang menjadi penyebabnya.
Di antara aturan2 tersebut adalah:
·
UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran”
·
UURI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat (2), “Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, mental/intelektual, sosial, dan emosional
berhak memperoleh Pendidikan Khusus”
Artinya sebenarnya negara telah menjamin bahwa anak-anak spesial tersebut
mendapat hak yang sama dengan anak-anak yang lain dalam hal hak untuk
mendapatkan pendidikan. Namun demikian kita tidak bisa tinggal diam dan
menunggu pemerintah melakukan sesuatu. Tidak hanya di Indonesia, di seluruh
dunia pun negara tidak mampu menangani hal ini sendirian, ada banyak diperlukan
bantuan dari gerakan swadaya masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan pendidikan
yang layak bagi para Anak berkebutuhan Khusus (ABK).
Jumlah mereka semakin banyak, mereka menunggu kita
semua untuk bangkit dan melakukan sesuatu. Mari tanyakan pada diri kita
sendiri, apa yang yang kita bisa sumbangkan untuk itu kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menerapkan
kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. Dengan ini,
Indonesia menjadi yang pertama kali di dunia yang menerapkannya, Musliar Kasim
(2014).
Untuk lebih mematangkan kurikulum ini, Kemendikbud telah
mengumpulkan 300 guru, kepala sekolah dan pakar untuk menyusun buku teks
pelajaran. Tak hanya itu mereka juga akan menyusun buku pedoman guru yang
sesuai dengan kurikulum pendidikan khusus tahun 2013.
Dengan penerapan kurikulum ini, pemerintah mendorong
agar seluruh anak Indonesia termasuk anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti
kurikulum di sekolah SLB maupun sekolah reguler. Bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) yang mengikuti pendidikan inklusif maka mereka akan mendapat
materi program kebutuhan khusus yang diberikan diluar sekolah, seperti tuna
rungu dengan program membaca gerak bibir, fashion design, dan mengasar
keterampilan lainnya. Juga memberikan buku
pembelajaran sesuai dengan kurikulum 2013 kepada tuna netral, tuna rungu, tuna
daksa, tuna grahita dan autisme. Pemerintah
juga akan menyiapkan guru-guru pembimbing khusus pada sekolah inklusif. Pada tahun ajaran 2014/2015, kurikulum pendidikan
khusus akan dilaksanakan pada kelas 1, 4, 7, dan 10. Dan bagi anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di
sekolah luar biasa, maka program kebutuhan khusus menjadi kegiatan
intrakulikuler yang diberikan pada jam sekolah.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Hari Penyandang Cacat Internasional organisasi
non-profit dunia Save the Children mengajak masyarakat Indonesia untuk
ikut berperan aktif mewujudkan persamaan hak dan kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus (disabilitas). Salah satunya melalui program Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM), serta pelayanan di Sekolah Inklusi dan
Sekolah Luar Biasa (LSB).
Sebelumnya, Save The Children telah menjalankan program Family-based Care
for Indonesian Children with Disabilities (Kepedulian Anak Berkebutuhan
Khusus Berbasis Keluarga). Tujuan dari program tersebut, di tahun 2015 semua
anak berkebutuhan khusus dan keluarganya di Indonesia, khususnya di wilayah
yang menjadi target untuk mendapatkan haknya melalui akses rehabilitasi
berbasis masyarakat (RBM), dukungan masyarakat, dan pendidikan yang berkualitas,
melalui kegiatan berbasis masyarakat ini, orangtua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (ABK) dapat lebih percaya diri dan diterima oleh
lingkungannya.
Menurut data tahun 2011, jumlah anak dengan disabilitas di Indonesia ada
sekitar 18.000 orang. Di tahun yang sama, Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas dan Undang-undang
No.19 Tahun 2011, sebagai upaya untuk menjamin persamaan hak untuk anak
berkebutuhan khusus. Namun pada kenyataannya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang
memiliki stigma tertentu terhadap anak berkebutuhan khusus. Akibatnya,
diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus tetap terjadi di tengah
masyarakat. Sehingga orangtuanya enggan atau malu membawa anak mereka ke pusat
layanan kesehatan, rehabilitasi, maupun sekolah. Tentu saja hal ini menyebabkan
fenomena anak berkebutuhan khusus jadi kian "terkunci" di dalam
keluarga, dan kurangnya kesadaran orang tua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Entah itu karena masalah ekonomi atau merasa bahwa anak mereka tidak
untuk disosialisasikan.
Melihat kondisi ini, maka Save the Children yang telah mendapat dukungan
dari pemerintah, berinisiatif memfasilitasi program untuk anak berkebutuhan
khusus berbasis keluarga, melalui kegiatan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
(RBM). Hingga saat ini, telah didirikan sebanyak 184 RBM dengan 312 kader untuk
memfasilitasi 2.853 anak dengan disabilitas. Tak hanya itu, Save the Children
juga dengan Dinas Pendidikan tingkat provinsi dan daerah setempat dalam
memberikan pelayanan di 31 Sekolah Inklusif dan 14 SLB.
Seharusnya yang menjadi tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus
(ABK) adalah pendidikan pertama yaitu orang tua dan agama, bagaimana menajadi
ikhlas dan sabar. Ketika pemerintah memberikan fasilitas berupa pendidikan di
sekolah maka kesadaran orang tua pun harus lebih tinggi lagi untuk memberikan
pendidikan terbaik bagi anaknya. Karena mereka juga membutuhnya pendidikan
sosial dengan teman sebaya atau orang lain diluar sana.
Dalam sekolah SLB juga sudah tersedianya ekstrakulikuler, untuk membantu ABK
agar lebih bisa berkembang seperti tuna rungu agar bisa mengerti dengan gerak
bibir orang yang sedang berbicara atau agar mereka bisa mengucapkan beberapa
kata dari bibir mereka. Tuna netra dengan cara membaca yang unik dan dalam
bidang seni musik yang banyak diapresiasikan, anak autis yang sudah mencetak
beberapa prestasi dalam bidang-bidang yang orang normalpun sudah belum tentu
bisa melakukannya.
Dengan diadakannya pendidikan formal bagi anak
berkebutuhan khusus ini (ABK) agar pandangan masyarakan luas tidak hanya
melihat dari pandangan luarnya saja tetapi kemauan mereka untuk belajar,
semangat mereka untuk berkembang, berprestasi deperti anak normal yang lain.
Tentu tidak menyia-nyiakan fasilitas dari pemerintah ini. Tidak ada
satupun anak manusia yang tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satupun anak
manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau
memiliki kekurangan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki
kelahiran anaknya menyandang kekurangan.
Bahkan kita sendiripun masih kerap kali memandang ABK
itu sepela dengan adanya pembelajaran ini kita akan lebih bisa memahami arti
sebuah kekurangan dan kelebihan itu. Pemerintah saja peduli dengan mereka
mengapa kita tidak? Karena kita belum mengenal mereka. Pepatah mengatakan “Tak
kenal maka tak sayang”, sebelum kita mengenal mereka kita enggan untuk
mempelajari hal sekecil apapun tentang kekurangan ABK tetapi ketika kita sudah
mempelajari dan ikut merasakannya tumbuhlah benih-benih kesadaran untuk selalu
bersyukur dan tentu saja untuk lebih menyayangi mereka.
Tidak ada manusia yang ingin dilahirkan/diciptakan
dengan ketidak sempurnaan, tetapi mereka adalah anak-anak yang terpilih. Semoga
program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) akan terus meluas dan
tentu diminati oleh Masyarakan, berkembang sehingga menciptakan
generai-generasi yang mengharumkan nama Bangsa Indonesia tanpa memangdang dari
kekurangan apapun.
Sumber:
1. Tabloid Nova
Rabu, 10 Desember 2014
No comments:
Post a Comment
you say