1.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kompleksnya
permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat yang mengglobal, menuntut
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu religius, cerdas,
terampil dan mandiri. Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan unggul tersebut
diperlukan pendidikan (Nurhayati, 2011: 3).
Pendidikan
adalah investasi sumber daya manusia terbesar yang memiliki nilai strategis
bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Sejarah telah membuktikan bahwa
kemajuan dan kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan di
bidang pendidikan (Fauzi, 2014:1). Menurut
Sanjaya
(2008: 2) pendidikan
adalah hal mendasar yang harus dimiliki setiap bangsa. Pendidikan tidak hanya
bertujuan untuk menghasilkan generasi muda berilmu, tetapi juga dapat
menjadikan manusia berakhlak mulia serta memiliki keterampilan untuk bekal
hidup dalam bermasyarakat.
Sarbini (2011:
12)
mengatakan bahwa pendidikan adalah sebuah sistem yang terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan
adalah suatu proses
pengubahan sikap masa depan bangsa, untuk
menyikapinya maka kehadiran seorang guru dalam dunia pendidikan sangat
diperlukan.
Menurut UU No.
20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Fokusindo,
2012: 2) Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Matematika
merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia,
mulai
dari pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan menengah. Secara umum tujuan
diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah adalah untuk mempersiapkan peserta
didik agar bisa menghadapi perubahan kehidupan dan
dunia yang selalu berkembang
dan sarat perubahan, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis,
rasional dan kritis (Masykur dan
Abdul,
2007: 36).
Pembelajaran matematika
pada umumnya didominasi oleh guru yang pengelolaan kelasnya kurang variatif
cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional dan latihan-latihan yang
diberikan kepada siswa. Dengan hal ini siswa kurang memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam pembelajaran.
Proses pembelajaran
dipengaruhi oleh berbagai faktor: faktor guru, kurikulum, tujuan yang ingin
dicapai, sarana, lingkungan, dan siswa itu sendiri. Dari sekian banyak faktor
ini, faktor guru mempunyai peranan yang lebih menentukan daripada faktor yang
lain, tanpa mengurangi faktor kondisi siswa yang dihadapi. Faktor yang
menyebabkan siswa tidak menyukai mata pelajaran matematika diantaranya adalah
suasana pembelajaran dikelas, sikap guru terhadap siswa, dan cara mengajar guru
di dalam kelas. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap siswa. Guru
harus mampu menciptakan suasana yang membuat siswa menyenangi pembelajaran
matematika. Dalam
hal ini dapat dilihat kualitas guru dalam mengajar di kelas apabila mendapatkan
siswa yang antusiasselama belajar maka dapat dikatakan kualitas mengajarnya
baik dan begitu pun sebaliknya.
Guru memegang peran
penting dalam proses pembelajaran, guru dapat dikatakan berhasil dalam proses
pembelajaran apabila siswa terlihat antusias selama proses pembelajaran
berlangsung. Terutama pada mata pelajaran matematika, banyak siswa yang tidak
menyukai matematika sehingga bermalas-malasan ketika belajar.
Belajar
bermakna bagi siswa ditentukan oleh sejauh mana guru dapat mengolah kelas dan
dapat memilih dan mengembangkan model pembelajaran yang membuat siswa aktif
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini keaktifan siswa yang dimaksud adalah
aktif dalam bernalar dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, mengomunikasikan
hasil nalarnya, lalu menuliskan hasil nalar tersebut sehingga guru dapat
mengetahui proses nalar siswa tersebut.
Strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz adalah strategi pemecahan masalah yang
dicetuskan oleh Wankat dan Oreovocz. Dalam strategi pemecahan masalahnya kita
dapat mengetahui sikap siswa dalam belajar matematika. Karena dalam strategi
tersebut siswa berperan penting dalam proses pembelajaran dan guru hanya
sebagai pemberi stimulus agar siswa dapat merespon dan memandang positif
terhadap pembelajaran matematika.
Sikap
siswa terhadap matematika merupakan bagian penting dan tidak dapat diabaikan
dalam proses pembelajaran matematika. Seorang peserta didik yang tidak memiliki
rasa suka (sikap negatif) terhadap pelajaran tertentu, maka akan mengalami
kesulitan dalam mencapai ketuntasan belajarnya secara maksimal. Sebaliknya
peserta didik yang memiliki rasa suka (sikap positif) terhadap pelajaran
tertentu, maka akan mengalami kemudahan dalam mencapai ketuntasan belajarnya
secara maksimal. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang
minat belajar, maka akan lebih mudah diberi motivasi, sehingga akan lebih mudah
menyerap materi pelajaran (Jihad & Haris, 2008: 102).
Menurut
hasil wawancara dengan salah satu guru di MTs N Babakan Ciwaringin,
pembelajaran matematika yang berjalan selama ini lebih cenderung hanya
menggunakan komunikasi satu arah dari guru kepada siswa. Bahkan ketika guru
memberikan beberapa masalah untuk diselesaikan, beberapa siswa hanya menunggu
guru untuk membahas penyelesaian masalah tersebut tanpa berusaha untuk
menyelesaikannya sendiri terlebih dahulu. Siswa hanya menerima apa yang
disampaikan oleh guru dan hanya beberapa siswa yang antusias ketika proses
pembelajaran berlangsung. Sehingga lebih banyak siswa yang bersikap negatif
terhadap matematika dibandingkan dengan yang bersikap positif terhadap
matematikadan hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah.
Pemecahan
masalah merupakan
hal
yang penting dalam
pembelajaran
matematika. Pemecahan masalah
merupakan kompetensi
strategi yang ditunjukkan siswa
dalam memahami memilih pendekatan dan strategi
pemecahan
dan menyelesaikan model untuk
menyelesaikan
masalah. Pemecahan masalahakan menjadi hal yang akan sangat menentukan keberhasilan pendidikan matematika, sehingga
pengintegrasian pemecahan masalah (problem
solving) selama
proses pembelajaran berlangsung hendaknya menjadi suatu
keharusan (Shadiq, 2004:
16).
Kemampuan
siswa dalam pemecahan masalah yang terjadi di MTsN Babakan Ciwaringin terbilang
rendah, menurut hasil observasi guru mata pelajaran matematika kelas VII dari
46 siswa yang mengikuti proses pembelajaran hanya 5 siswa atau 10,87% saja yang
dapat menyelesaikan secara mandiri permasalahan atau soal yang diberikan oleh
guru. Sedangkan siswa yang lain 89,13%hanya menunggu guru membahas soal yang
diberikan kepada mereka tanpa berusaha maksimal terlebih dahulu.
Berdasarkan
fenomena di atas, maka peneliti perlu melakukan penelitian agar mengetahui
bahwa di dalam proses belajar diperlukan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran matematika, tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai dengan
sikap dari para siswanya. maka untuk mendapat data yang lebih akurat mengenai
permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Strategi Wankat dan Oreovocz terhadap Sikap dan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika”.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah yang muncul, yaitu sebagai berikut:
1.
Dalam proses pembelajaran guru kurang variatif dalam menggunakan
metode pembelajaran.
2.
Proses pembelajaran yang menggunakan komunikasi satu arah dari guru
kepada siswa.
3.
Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.
4.
Sikap positif siswa dalam pembelajaran matematika masih kurang.
5.
Kemampuan Pemecahan Masalah pada siswa masih rendah.
1.3
Pembatasan Masalah
Untuk
mengantisipasi kesimpangsiuran dalam permasalahan penulisan penelitian ini,
maka diuraikan beberapa pembatasan masalah, sebagai berikut:
1.
Strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz merupakan metode
pembelajaran yang memiliki 7 tahap, yaitu sebagai berikut: Saya mampu/bisa (I can), mendefinisikan (define), mengeksplorasi (explore), merencanakan (plan), mengerjakan (do it), mengoreksi kembali (check),
Generalisasi (generalize). (Wena,
2014: 57)
2.
Sikap yang dimaksud adalah sikap positif siswa dalam pembelajaran
matematika. Siswa cenderung memberikan sikap positif apabila guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran.
3.
Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah mampunya siswa
dalam mengerjakan 8 butir soal
essay tanpa dibimbing oleh guru.
4.
Siswa yang akan menjadi objek penelitian adalah siswa kelas VII MTsN
Babakan Ciwaringin.
1.4
Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka
diuraikan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1.
Seberapa baik respon siswa terhadap strategi pemecahan masalah
Wankat dan Oreovocz?
2.
Seberapa positif sikap siswa terhadap matematika?
3.
Seberapa mampu siswa dalam memecahkan masalah matematika?
4.
Seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah Wankat dan
Oreovocz terhadap sikapsiswa pada matematika?
5.
Seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah Wankat dan
Oreovocz terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?
6.
Seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz
terhadap sikap dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa?
1.5
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui seberapa baik respon siswa terhadap strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz.
2.
Untuk mengetahui seberapa positif sikap siswa terhadap matematika.
3.
Untuk mengetahui seberapa mampu siswa dalam memecahkan masalah
matematika.
4.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah
Wankat dan Oreovocz terhadap sikapsiswa pada matematika.
5.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah
Wankat dan Oreovocz terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
6.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh strategi pemecahan masalah
Wankat dan Oreovocz terhadap sikap dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
1.6
Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian terdiri dari dua macam, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Adapun hasil penelitian ini nantinya diharapkan mempunyai manfaat sebagai
berikut:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pendukung atau referensi bagi
peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis atau penelitian lanjutan.
1.6.2 Manfaat Praktis
a)
Bagi Siswa
Siswa dapat berperan aktif dalam belajar matematika dan
mempengaruhi sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
b)
Bagi Guru
Hasil penelitian ini akan dapat dijadikan acuan dalam rangka
meningkatkan kualitas proses pembelajaran di MTs N Babakan Ciwaringin
c)
Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama
proses perkuliahan.
d)
Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini merupakan rangka meningkatkan mutu pendidikan
pada lembaga yang menjadi objek penelitian ke ranah yang lebih baik, terutama
pada bidang studi matematika.
ACUAN
TEORETIK
2.1
Deskripsi Teori
2.1.1 Strategi Pemecahan Masalah Wankat dan Oreovocz
1.
Strategi Pemecahan Masalah
Menurut
N.Sudirman (1987: 146) Metode Problem
Solving (pemecahan masalah) adalah
cara penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan
untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha untuk mencari pemecahan atau
jawaban oleh siswa. Sedangkan Menurut Polya dan Pasmep dalam Fadjar Shadiq
(2004: 13) beberapa strategi pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
a.
Mencoba-coba
Strategi
mencoba-coba (Trial and error) ini
tidak selalu berhasil, adakalanya gagal.
Proses mencoba coba ini memerlukan daya analisis yang tajam untuk
mendapatkan jawaban yang tepat.
b.
Membuat diagram
Strategi
ini menggunakan cara membuat gambar. Untuk menuangkan apa yang ada dalam
bayangan ke atasa kertas. Agar lebih mudah untuk mendapatkan gambaran umum
untuk menyelesaikan permasalahannya.
c.
Mencobakan pada soal yang lebih sederhana
Strategi
ini menggunakan contoh-contoh dengan permasalahan yang sama namun lebih mudah dan
lebih sederhana. Sehingga gambaran untuk menyelesaikan masalah akan lebih mudah
untuk dianalisa dan lebih mudah ditemukan jawabannya.
d.
Membuat tabel
Strategi
ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan dan jalan pikiran, dan
dituangkan dalam entuk tabel tidak hanya dibayangkan saja.
e.
Menemukan pola
Strategi
ini digunakan untuk mencari keteraturan dan keterkaitan. Keteraturan dan
keterkaitan akan memudahkan untuk menemukan penyelesaian masalahnya.
f.
Memecah tujuan
Strategi
ini berkaitan dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada
bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang
sebenarnya.
g.
Memperhitungkan setiap kemungkinan
Strategi
ini menggunakan penalaran dan aturan yang dibuat sendiri oleh objek yang
melakukan pemecahan masalah.
h.
Berpikir logis
Strategi
ini menggunakan nalar dan penarikan kesimpulan yang sah dan valid dari berbagai
sumber informasi atau data yang ada
i.
Bergerak dari belakang
Strategi
ini memulai proses pemecahan masalahnya dengan menganalisis apa yang ditanyakan
lalu bergerak menuju apa yang diketahui untuk mencapai pemecahan masalahnya.
j.
Mengabaikan hal yang tidak mungkin
Dalam
strategi ini setelah memahami masalah, apa yang diketahui lalu dan apa yang
ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan masalah yang akan
dipecahkan sebaiknya diabaikan.
2.
Strategi Pemecahan Masalah Wankat
dan Oreovocz
Terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah, strategi
pemecahan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pemecahan
masalah yang dikembangkan oleh Wankat dan Oreovocz.
Strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz adalah metode pembelajaran yang
berorientasi pada siswa, dimana siswa dibimbing untuk memecahkan masalah hanya
dengan beberapa tahapan.
a.
Tahap-tahap pemecahan masalah Wankat
dan Oreovocz
Wankat dan
Oreovocz (1995) mengemukakan dalam (Wena, 2014: 57) bahwa tahap-tahap strategi
operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut:
1.
Saya mampu/bisa (I can):
tahap membangkitkan motivasi dan membangun/ menumbuhkan keyakinan diri siswa.
2.
Mendefinisikan (Define):
membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar
grafis untuk memperjelas permasalahan.
3.
Mengeksplorasi (Explore):
merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk
menganalisis dimensi-dimensi permasalahan yang dihadapi.
4.
Merencanakan (Plan):
mengembangkan cara berpikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan
menggunakan flowchart untuk
menggambarkan permasalahan yang dihadapi.
5.
Mengerjakan (Do it):
membimbing siswa secara sistematis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin
untuk memecahkan masalah yang akan dihadapi.
6.
Mengoreksi kembali (Check):
membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada
beberapa kesalahan yang dilakukan.
7.
Geleralisasi (Generalize):
membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan apa yang telah saya pelajari dalam
pokok bahasan ini. Bagaimanakah agar pemecahan masalah yang dilakukan bisa
lebih efisien? Jika pemecahan masalah masih kurang benar, apa yang harus saya
lakukan? Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik / refleksi dan
mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada.
b.
Kelebihan dan Kelemahan Strategi
Pemecahan Masalah Wankat dan Oreovocz
Semua metode
pembelajaran pasti terdapat kelebihan dan kekurangannya, begitupun dengan
strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz. Kelebihan
strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz adalah sebagai berikut:
· Strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz meningkatkan aktivitas belajar siswa. menyelesaikan
masalah yang diberikan guru oleh siswa sendiri.
· Merangsang rasa
ingin tahu siswa.
· Strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz cocok untuk meningkatkan keterampilan
siswa dalam berpikir.
Selain
kelebihannya, strategi pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz juga memiliki
kelemahan, yaitu sebagai berikut:
· Dikhawatirkan
siswa tidak paham sama sekali konsepnya
· Membutuhkan
waktu yang cukup lama.
2.1.2
Konsep Sikap terhadap Matematika
1.
Sikap (Attitude)
a.
Pengertian Sikap
Sikap
adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki
konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap.
Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi (Hawkins, 1996: 106)
Purwanto (1997:
141) Sikap atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah
suatu cara tertentu terhadap suatu perangsang atau (stimulus). Suatu
kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang
atau situasi yang dihadapi, baik mengenai orang, benda-benda atau situasi-situasi
yang mengenai dirinya. Sikap siswa dalam belajar sangat berpengaruh terhadap
proses pembelajaran. Siswa akan bersikap positif terhadap apa yang dianggapnya
penting, dan akan bersikap negatif terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak
penting atau merugikan bagi dirinya.
Menurut Ahmadi
(2007: 151), sikap adalah kesiapan merespon yang bersifat positif atau negatif
terhadap objek atau situasi secara konsisten. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah respon positif atau
negatifnya objek yang dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap stimulus yang
diberikan.
b.
Fungsi Sikap
Menurut Katz
dalam Azwar (2005: 53) fungsi sikap bagi manusia terbagi menjadi empat macam,
yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi Instrumental
Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat. Fungsi ini menjelaskan
bahwa setiap individu dengan sikapnya berusaha untuk meminimalkan segala
sesuatu yang tidak diinginkan dan berusaha untuk memaksimalkan segala sesuatu
yang diharapkan atau diinginkannya.
2. Fungsi Pertahanan Ego
Fungsi
Sikap dalam hal ini adalah untuk merefleksikan masalah kepribadian yang tidak
terselesaikan.
3. Fungsi Pernyataan Nilai
Nilai adalah
konsep dasar mengenal apa yang dilihat baik dan tidak baik. Dengan fungsi
pernyataan nilai ini, maka individu sering kali mengembangkan sikap tertentu
untuk memperoleh nilai sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
4. Fungsi Pengetahuan
Menurut
fungsi ini, manusia memiliki dorongan untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.
c.
Struktur sikap
Menurut Azwar
(2012:23) struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang
yaitu:
1. Komponen
kognitif
Komponen
kognitif berupa kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang
benar bagi objek sikap.
2. Komponen
afektif
Komponen
afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek
sikap.
3. Komponen
perilaku/konatif
Komponen
perilaku atau konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau
kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek
sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen
sikap ini memiliki keterkaitan. Dengan mengetahui perasaan suatu objek sikap
tertentu, maka akan dapat diketahui pula kecenderungan perilakunya. Dan ketiga
komponen dari sikap memiliki keterkaitan dengan kecenderungan objek dalam
berperilaku. Tetapi, lama kelamaan disadari banyak kejadian di mana perilaku
tidak didasarkan pada sikap.
d.
Perubahan Sikap
Menurut Sarwono
(2009 : 203), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu:
1.
Adopsi
Adopsi
yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan
terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan
mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.
2.
Diferensiasi
Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan
dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis,
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut
dapat terbentuk sikap tersendiri pula.
3.
Integrasi
Pembentukan
sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap
mengenai hal tersebut.
4.
Trauma
Trauma
adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang
meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap.
Menurut Kelman
dalam Azwar (2012: 55) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan
sikap yaitu :
1. Kesediaan (Compliance)
Terjadinya
proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh
dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh
reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil
menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan perilaku yang
terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya
hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan
sikap yang ditunjukkan.
2. Identifikasi (Identification)
Proses
identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau
sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang
dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang
dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk
memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara
menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.
3. Internalisasi (Internalization)
Internalisasi
terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu
dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan
sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakikat sikap yang
diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah
yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya
tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan masih bertahan.
2.
Sikap Siswa terhadap Matematika
Sikap siswa
terhadap matematika sangat beragam, dan dipengaruhi banyak sumber seperti orang
tua, guru, atau temannya. Sikap dapat terbentuk di lingkungan yang berbeda
pula, seperti dirumah, disekolah, dan di lingkungan siswa itu bersosialisasi.
Sikap yang terbentuk di lingkungan rumah tentu saja sangat berkaitan dengan
orang tua. Namun ketika siswa berada di lingkungan sekolah, gurulah yang
menjadi objek tiruan sikap oleh siswa tersebut. Apabila guru bersikap baik dan
simpatik maka siswa akan menirunya, maka guru sebaiknya bersikap positif dan
simpatik agar murid meniru sikap yang dilakukan oleh guru. Selanjutnya sikap
yang terbentuk di lingkungan tempat dimana siswa itu bersosialisasi, siswa
memiliki waktu berada diluar sekolah dan di luar rumah. Di lingkungan inilah
siswa dipengaruhi sikapnya oleh teman sekelompoknya.
Sikap siswa
terhadap matematika merupakan salah satu bagian yang tidak dapat diabaikan
dalam pembelajaran matematika. Sikap positif siswa sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran matematika karena ketikasiswa menyukai pembelajaran
matematika atau bersikap positif terhadap matematika maka siswa cenderung akan
memperhatikan dan menaruh minat pada matematika. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang dapat menentukan
sikap siswa dalam mempelajari matematika diantaranya: Paham dan yakin akan pentingnya tujuan dan isi matematika, Kemauan
untuk mempelajari dan menerapkan materi matematika, keseriusan
dalam mempelajari matematika, senang membaca
atau mempelajari dari buku, pandangan siswa
terhadap cara mengajar guru, interaksi siswa
dengan guru, upaya memperdalam mata pelajaran matematika.
2.1.3
Kemampuan Pemecahan Masalah
1.
Pemecahan Masalah
Pemecahan
masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya
yang dalam situasi baru yang belum dikenal. Kemampuan pemecahan masalah
merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus dimiliki siswa. karena hampir
dalam setiap kegiatan atau hal apapun diperlukan suatu pemecahan masalah, entah
itu pemecahan masalah terhadap soal ataupun kehidupan sehari-hari.
Menurut Sumarno
(2005: 21) pemecahan masalah sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita,
menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan
sehari-hari atau keadaan lain. Selain itu, menurut Ruseffendi (2001 : 337)
suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: pertama, persoalan
itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan
mentalnya maupun pengetahuan siapnya, terlepas apakah akhirnya ia sampai atau
tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah
baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya. Untuk mengatasi hal ini, guru
disarankan untuk mengenalkan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa dan
manfaatnya apabila siswa tersebut dapat menyelesaikannya, guru juga harus
pandai menggunakan strategi agar siswa antusias atau bersikap positif terhadap
soal yang diberikan sehingga siswa memiliki niat untuk menyelesaikan persoalan
tersebut.
2.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Pemecahan
masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin (TIM MKPBM, 2001:
83).
Pemecahan
merupakan kemampuan memproseskan informasi untuk membuat keputusan dalam
memecahkan masalah (Sumiati & Asra, 2008: 139) dan menurut Polya yang
dikutip oleh Firdaus (2004: 19) bahwa pemecahan masalah merupakan suatu usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak
begitu segera dapat dicapai. Indikator yang menunjukkan keberhasilan pemecahan
masalah antara lain adalah (Shadiq, 2009:
14):
a)
Menunjukkan pemahaman masalah.
b)
Mengorganisasi
data dan memilih informasi
yang
relevan
dalam
pemecahan masalah.
c)
Menyajikan masalah secara matematika
dalam
berbagai bentuk.
d)
Memilih pendekatan
dan
metode pemecahan masalah
secaratepat.
e)
Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
f)
Membuat dan
menafsirkan model
matematika
dari suatu masalah.
g)
Menyelesaikan masalah yang
tidak rutin.
2.2
Penelitian yang Relevan
Dari beberapa
hasil penelusuran untuk menghindari adanya kesamaan dengan penelitian-penelitian
terdahulu yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti, ditemukan
beberapa hasil penelitian yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan
diteliti, yaitu:
1.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Berpikir Aljabar
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika (Studi Kasus di Kelas VIII SMP
Negeri 1 Kaliwedi Kabupaten Cirebon)”. Penelitian ini dilakukan oleh Winda
Sari, mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon untuk kepentingan
Skripsi. Dari tes yang diberikan kepada siswa diperoleh data bahwa kemampuan
berpikir aljabar siswa termasuk kategori sedang dengan nilai rata-rata 62,50
dan untuk kemampuan pemecahan masalah matematikanya memiliki nilai rata-rata
63,06. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap ada peningkatan kemampuan
berpikir aljabar, maka akan mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika
sebesar 0,630.
Persamaan dalam penelitian tersebut dengan penelitian penulis yaitu
terletak pada jenis penelitiannya yang menggunakan metode kuantitatif dan juga
pada variabel Y yaitu kemampuan pemecahan masalah. Namun perbedaannya terletak
pada variabel X, Winda Sari menggunakan variabel X yaitu kemampuan berpikir
aljabar sedangkan penulis menggunakan variabel X yaitu Strategi Pemecahan
masalah Wankat dan Oreovocz.
2.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Matematika Berbasis
Problem Open Ended Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah (Studi Kasus di Kelas VII MTs Sunan Kalijaga Siwuluh
Kabupaten Brebes”. Penelitian ini dilakukan oleh Anisatul Fitri, mahasiswa
Jurusan Tadris Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon untuk kepentingan Skripsi. Dari hasil
penelitiannya, berdasarkan perhitungan analisis regresi, disimpulkan bahwa
pengaruh penerapan pembelajaran matematika berbasis problem Open Ended terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah pada sub pokok bahasan bangun datar segiempat
sebesar 20,1% dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain. Oleh karena nilai thitung
> ttabel (3,055 > 2,024) artinya respon peserta didik
mengenai penerapan pembelajaran matematika berbasis problem Open Ended mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan
masalah dalam matematika sub pokok bahasan bangun datar segiempat. Adapun
persamaan regresinya adalah Ŷ =
31,744 + 0,601 X. Persamaan ini memiliki koefisien arah regresi linier (b)
=0,601 bertanda positif artinya jika respon siswa naik satu satuan maka hasil
kemampuan pemecahan masalah akan meningkat 0,601 kali.
Persamaan dalam penelitian tersebut dengan penelitian penulis yaitu
terletak pada jenis penelitiannya yang menggunakan metode kuantitatif dan juga
pada variabel Y yaitu kemampuan pemecahan masalah. Namun perbedaannya terletak
pada variabel X, Anisatul Fitri menggunakan variabel X yaitu pembelajaran
matematika berbasis problem Open Ended
sedangkan penulis menggunakan variabel X yaitu Strategi Pemecahan masalah
Wankat dan Oreovocz dan jumlah variabel yang digunakan juga berbeda, karena
penulis menggunakan tiga variabel dengan adanya dua variabel Y.
3.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Sikap Siswa Pada Matematika
terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMPN 2 Lemahabang Pokok
Bahasan Bangun Ruang”. Penelitian ini dilakukan oleh Rohman A, mahasiswa
Jurusan Tadris Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon untuk kepentingan Skripsi dari angket
yang diberikan kepada siswa diperoleh data bahwa rata-rata sikap siswa pada
matematika yang termasuk kriteria baik yaitu sebesar 68,96%. Sikap siswa
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa sebesar 46% dan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara sikap
siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika siswa. Jika sikap
siswa meningkat satu satuan maka hasil belajar matematika siswa akan meningkat
sebesar 0,781.
Persamaan dalam penelitian tersebut dengen penelitian yang akan
diteliti oleh penulis adalah jenis penelitiannya yang menggunakan metode
kuantitatif dan meneliti tentang sikap. namun perbedaannya terletak pada setiap
variabelnya, Rohman menggunakan variabel X yaitu sikap siswa pada matematika
namun penulis meletakkan sikap pada variabel Y.
2.3
Kerangka Pemikiran
Seorang guru
harus mampu mengelola kelas dengan baik, agar tujuan dalam pembelajaran
tercapai sesuai yang diharapkan. Dan untuk mengelola kelas tersebut diharapkan
guru paham tentang strategi pembelajaran dan penerapannya dalam kelas, terutama
dalam proses pembelajaran guru harus tepat dalam menerapkan strategi
pembelajaran dengan materi yang diajarkan untuk membangkitkan antusias belajar
siswa agar tingkat keberhasilan belajarnya tinggidan dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Strategi Wankat
dan Oreovocz adalah salah satu dari sekian banyak strategi pemecahan masalah
lain. Namun bedanya dengan strategi pemecahan masalah yang lain adalah strategi
pemecahan masalah ini memiliki tujuh tahap, yaitu: Saya mampu/bisa (I can), mendefinisikan (define), mengeksplorasi (explore), merencanakan (plan), mengerjakan (do it), mengoreksi kembali (check),
generalisasi (generalize). Guru
memberikan kesempatankepada siswa agar dapat menyelesaikan masalah
matematikanya dengan mandiri dan guru hanya sebagai pemberi stimulus dan
fasilitator yang bertujuan agar siswa mampu berdiskusi dengan siswa yang lain
dan tidak hanya bergantung dan menunggu guru menjawab soal yan dibagikan
seperti yang biasanya terjadi.
Strategi
pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz yang menjadikan siswa sebagai tokoh utama
dalam pembelajaran dan membuat siswa belajar secara mandiri diharapkan dapat
meningkatkan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Karena sikap
positif siswa dalam pembelajaran akan berpengaruh pada proses pembelajaran yang
akan ditunjukkan dengan antusias siswa dan cenderung memperhatikan ketika
proses pembelajaran.
Sikap siswa
terhadap matematika dapat dinilai dari beberapa pertanyaan pada angket yang
akan diajukan oleh peneliti dan kemampuan pemecahan masalah dapat dinilai dari
beberapa soal tes yang akan diberikan yang berbentuk 10 butir soal essay.
Apabila bernilai bagus maka dengan strategi Wankat dan Oreovocz dinilai
berpengaruh dalam proses pembelajaran untuk membentuk sikap positif dan berpengaruh
juga terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa dalam mata pelajaran
matematika.
Secara grafis,
peneliti menggambarkan kerangka berpikir pada penelitian ini sebagai berikut:
Proses
Belajar Mengajar
|
Strategi
Wankat dan Oreovocz (X1)
|
Sikap
Siswa (Y1)
|
Kemampuan
Pemecahan Masalah (Y2)
|
Angket
|
Tes
|
Terdapat
pengaruh yang signifikan antara strategi
Wankat dan Oreovocz terhadap sikap dan kemampuan pemecahan masalah matematika
|
2.4
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka
pemikiran tersebut, maka hipotesis yang diajukan dan diuji kebenarannya adalah:
“Terdapat pengaruh yang signifikan antara strategi Wankat dan Oreovocz terhadap sikap dan
kemampuan pemecahan masalah matematika”.
No comments:
Post a Comment
you say