IBX5A82D9E049639

Wednesday, 15 March 2017

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia sebelumnya disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia merdeka, yang merupakan nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan, serta nilai-nilai religius.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk memahami Pancasila secara lengkap diperlukan pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk membentuk suatu negara yang berdasarkan suatu asas hidup bersama demi kesejahteraan hidup bersama yaitu negara yang berdasarkan Pancasila.

Zaman Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang
berupa 7 yupa (tiang batu).
Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarah pertama kalinya telah menampilkan nilai
nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para
Brahmana.

Zaman Sriwijaya
Pada abad ke VII muncul suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Sriwijaya, dibawah
kekuasaan wangsa Syailendra.
Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin pada kerajaan
Sriwijaya yaitu berbunyi “marvuat vanua Criwijaya siddhatra subhiksa” (suatu cita-cita
negara yang adil dan makmur)

Zaman kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit
Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti.
Di Jawa Tengah, berdiri kerajaan Kalingga pada abad ke VII dan Sanjaya pada abad ke VIII.
Refleksi puncak budaya di Jawa Tengah dalam periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha abad ke IX) dan candi Prambanan (candi agama Hindu abad ke X)
Di Jawa Timur muncul kerajaan Isana (abad ke IX), Darmawangsa (abad X), dan Airlangga (abad IX).
Raja Airlangga memiliki sikap toleransi dalam beragama, serta telah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan kerajaan lain (nilai-nilai kemanusiaan)
Tahun 1019 para pengikutnya (rakyat dan brahmana) bermusyawarah untuk memohon Airlangga menjadi Raja (nilai-nilai sila keempat)
Pada tahun 1037 Raja Airlangga memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan pertanian rakyat (nilai-nilai sila kelima)
Di wilayah Kediri berdiri pula kerajaan Singasari (abad ke XIII) yang kemudian sangat
erat hbungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara.
Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu membentang dari sepanjang melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat melalui Kalimantan Utara
Tahun 1365 Empu Prapanca menulis kitab Negarakertagama yang telah terdapat istilah “Pancasila” di dalamnya.
Sedangkan Empu Tantular mengarang kitab Sutasoma dan didalam buku itulah dijumpai seloka persatuan nasional yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” artinya walaupun berbeda, namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda.
Majapahit banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia. Namun, karena faktor keadaan dalam negeri sendiri, seperti perselisihan dan perang saudara pada permulaan abad XV, maka sinar Majapahit berangsur-angsur memudar dan akhirnya mengalami keruntuhan pada abad XVI (Tahun 1520).

Zaman Setelah Kerajaan Majapahit
Setelah Majapahit runtuh pada permulaan abad XVI berkembanglah agama Islam  dengan pesatnya yang diikuti denganberkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak.
Bersamaan dengan itu, datanglah orang-orang Eropa di nusantara yaitu orang Portugis dan diikuti oleh orang Spanyol yang ingin mencari rempah-rempah.
Bangsa Portugis pada awalnya berdagang, namun lama-kelamaan mereka mulai menunjukkan praktik penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis
Pada akhir abad ke XVI Belanda datang pula ke Indonesia dan kemudian membentuk serikat dangan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah “kompent”.
Praktik-praktik VOC mulai kelihatan dengan paksaan-paksaan sehingga rakyat mulai mengadakan perlawanan, seperti Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan ke Batavia tahun 1628-1629. Walaupun tidak berhasil namun Gubernur Jendral J.P Coen dalam penyerangan tersebut.
Pada abad XVII Belanda berusaha keras untuk memperkuat dan mengintesifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Puncaknya ketika Belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870)
Melihat praktik-praktik penjajahan belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyad diberbagai wilayah nusantara, antara lain : Patimura di Maluku (1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minang Kabau (1821-1837), Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), dan masih banyak perlawanan di berbagai daerah nusantara lainnya.
Dorongan akan cinta tanah air menimbulkan semangat untuk melawan penindasan Belanda, namun karena tidak adanya persatuan dan kesatuan diantara mereka , maka perlawanan tersebut senantiasa kandas dan menumbulkan banyak korban.

Kebangkitan Nasional
Pada abad XX di panggung politik internasional terjadilah pergolakan kebangkitan Dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatannya sendiri.  Seperti terbentuknya Republik Pilipina (1898), kemenangan Jepang atas Rusiadi Tsunia (1905), gerakan Sun Yat Sen dengan Repblik Cinanya (1911), partai kongres di India dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di Indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangsaan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan budi utomonya.
Budi Utomo didirikan tanggal 10 Mei 1909, kemudian diikuti oleh kemunculan organisasi pergerakan lainnya seperti Serikat Dagang Islam (1909) yang berubah menjadi Serikat Islam (1911) dibawah H.O.S Cokroaminoto, dan Indische Partij (1913) yang dipimpin oleh tiga serangkai (Douwes Dekker, Ciptomangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat yang lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Kemudian munculah Partai Nasional Indonesia (1927). Saat itu perjuangan nasional Indonesia mulai dititik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Kemudian munculah tokoh-tokoh pemuda yaitu M. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purboprantolo, dan yang lainnya yang kemudian diikuti oleh sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928, yang isinya satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air Indonesia. Pada saat itulah lagu Indonesia Raya pertama kali dikumandangkan.

Zaman Penjajahan Jepang
Tahun 1940 Belanda diserbu dan jatuh ke tangan Jerman. Pada tahun tersebut Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa”. Akan tetapi Jepang semakin terdesak dalam perang melawan sekutu-sekutu Barat (Amerika, Inggris, Rusia, Prancis, Belanda, dan lainnya). Oleh karena itu, agar mendapat dukungan dari bangsa Indonesia, Jepang bersikap murah hati dengan menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Sebagai realisasi dari janji tersebut, maka dibentuklah suatu badan persiapaan kemerdekaan yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr. K.R.T Radjiman Wedio Diningrat dengan dua orang ketua muda yaitu Iclubangse dan R.P Soeroso.
Pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 diadakan sidang BPUPKI pertama selama empat hari berturut-turut. Pada sidang tersebut berturut-turut telah tampil untuk berpidato menyampaikan usulnya yakni       Mr. Muh Yamin (29 Mei), Prof. Soepomo (31 Mei), dan Soekarno (1 Juni).
Dalam pidatonya Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara sebagai berikut : I. Peri Kebangsaan, II. Peri Kemanusaiaan, III. Peri Ketuhanan, IV. Peri Kerakyatan (permusyawaratan, perwakilan, dan kebijaksanaan) dan V. Kesejahteraan Rakyat (keadilan sosial). Muh. Yamin juga menyerahkan naskah sebagai lampiran yaitu rancangan usulan sementara berisi rumusan UUD RI.
Berbeda dengan usulan Muh. Yamin, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan tentang teori-teori negara yaitu teori negara perseorangan (Individualis), paham negara kelas (class theory), dan piagam negara integralistik.
Pada tanggal 10-16 Juli 1945 kembali diadakan sidang BPUPKI kedua. Dalam sidang tersebut Ir. Soekarno sebagai ketua panitia kecil melaporkan hasil penyelidikan yang dilakukan sejak sidang BPUPKI pertama.
Beberapa keputusan penting dalam sidang BPUPKI kedua ini yaitu tentang keputusan bentuk negara Indonesia. Dari 64 suara, 55 orang pro republik, 6 orang kerajaan, dan 1 orang blangko.
Pada tanggal 11 Juli 1945 keputusan yang penting lain adalah tentang luas wilayah negara baru. Angan-angan sebagian badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia itu adalah wilayah Indonesia sekarang kecuali Irian, Tarakan, dan Morotal yang masih dikuasai Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan dan Sidang PPKI
Kemenangan sekutu atas Jepang membawa hikmah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 7 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa pada pertengahan Agustus akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Untuk keperluan membentuk panitia itu pada tangga 8 Agustus 1945 Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman diberangkatkan ke Saigon atas panggilan Jendral Besar Terauci.
Sekembalinya dari Saigon tanggal 14 Agustus 1945, karena peristiwa bom Hirosima dan Nagasaki oleh sekutu, Ir. Soekarno mengumumkan bahwa bangsa Indonesia akan merdeka secepat mungkin dan kemerdekaan bangsa Indonesia bukan merupakan hadiah dari bangsa Jepang.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut nyata bahwa PPKI yang semula adalah badan bentukan Jepang, sejak Jepang jatuh, maka berubahlah sifatnya dari badan Jepang menjadi badan Nasional.
Setelah Jepang menyerah pada sekutu, kesempatan itu digunakan sebaik-baiknya oleh pejuang bangsa Indonesia. Namun terjadi perbedaan pendapat dalam waktu pelaksanaan proklamasi yaitu golongan pemuda yang menghendaki kemerdekaan secepat mungkin.
Perbedaan itu memuncak dengan diamankannya Ir. Soekarno dan Muh. Hatta ke Rengasdengklok agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang. Setelah diperoleh kepastian bahwa Jepang telah menyerah, maka Soekarno-Hatta setuju untuk dilaksanakannya Proklamasi kemerdekaan tetapi dilaksanakan di Jakarta.
Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada hari Jumat jam 10.00 WIB Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan ditandatanganinya naskah teks proklamasi oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Sehari setelah proklamasi, PPKI mengadakan sidang pertama yang dihadiri oleh 27 orang yang menghasilkan keputusan-keputusan meliputi pengesahan UUD 1945, pemilihan presiden dan wakil presiden pertama, dan menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai badan musyawarah darurat.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang PPKI kedua yang menetapkan tentang pembagian Indonesia menjadi delapan provinsi dan di bentuknya 12 departemen.
Pada tanggal 20 Agustus diadakan sidang PPKI ketiga yang membahas tentang agenda Badan Penolong Keluarga Korban Perang yang terdiri dari delapan pasal yang salah satunya adalah tentang Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Pada sidang PPKI keempat tanggal 22 Agustus dilakukan pembahasan agenda tentang Komite Nasional Partai Nasional Indonesia, yang pusatnya berkedudukan di Jakarta.

Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Untuk melawan propaganda Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia, pemerintah mengeluarkan tiga buah maklumat yaitu :
1.Maklumat wakil presiden yang menghentikan kekuasaan luar biasa dari presiden dan memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang presiden kepada KNIP.
2.Maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai.
3.Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 yaitu mengubah sistem presidentil menjadi sistem parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal
Keadaan demikian telah membawa ketidakstabilan di bidang politik. Akibatnya pemerintah mengalami jatuh bangun kabinet sehingga berdampak pada kedaulatan Indonesia pada saat itu.
Pada tanggal 27 Desember 1949 bentuk negara Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai hasil dari Konfernsi Meja Bundar (KMB) di Deen Haag.
Anak persetujuan dari KMB lainnya yaitu, 1) konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat yaitu 16 negara bagian. 2) konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas demokrasi liberal. 3) Mukadimah konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD 1945.
Sebagai akibat dari hal tersebut maka secara spontan negara-negara bagian RIS menggabungkan diri dengan negara proklamasi RI di Yogyakarta untuk kembali membentuk negara kesatuan. Pada akhirny anegara RIS hanya tinggal tiga bagian yaitu Negara bagian RI proklamasi, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan dengan konstitusi sementara yang berlaku mulai tanggal 17 Agustu 1945.
Walaupun UUDS 1950 merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi pada asas demokrasi liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila.
Sampai tahun 1959, knstituante yang bertugas membentuk UUD tetap bagi negara RI ternyata gagal, walaupun telah bersidang selama dua setengah tahun. Hal ini disebabkan konstituante yang seharusnya bertugas membuat UUD ternyata membahas kembali dasar negara.
Atas dasar hal-hal tersebut maka Presiden akhirnya mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya : 1) mebubarkan konstituante, 2) menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950, 3) dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Berdasarkan dekrit presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara republik Indonesia hinggs saat ini.
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, keadaan tatanegara Indonesia mulai berangsur stabil. Keadaan ini dimanfaatkan oleh kalangan komunis yaitu dengan menambahkan ideologi bahwa ideologi belum selesai sebelum tercapainya masyarakat yang adil dan makmur, maka revolusi permanen merupakan suatu nilai ideologis tertinggi negara. Akibatnya terjadilah pemusatan kekuasaan ditangan presiden.
Ideologi Pancasila saat itu dirancang oleh PKI dan diganti dengan ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Peristiwa demi peristiwa dicoba oleh komunis untuk menggantikan Ideologi Pancasila. Salah satunya dengan dibangkitkan bangsa Indonesia untuk berkonfrontasi dengan Malaysia pada peristiwa Kanigoro, Boyolali, Indramayu, dan sebagainya.
puncak peristiwa tersebut yaitu meletusnya pemberontakan Gestapu PKI atau G 30 S PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut kekuasaan yang sah RI yang disertai dengan pembunuhan yang keji pada Jendral-jendral yang tidak berdosa.
Masa pemerintahan sampai meletusnya G 30 S PKI dalam sejarah Indonesia disebut orde lama, sedangkan tatanan pemerintahan setelah G 30 S PKI disebut orde baru, yaitu suatu tatanan masyarakat dan pemerintah yang menuntut dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Munculnya orde baru diawali dengan munculnya aksi-aksi dari seluruh masyarakat dengan suatu tuntutan yang dikenal dengan nama Tritura (Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat), yang isinya adalah: 1) pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, 2) pembersihan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI, 3) Penurunan harga.
Karena orde lama tak mampu lagi menguasai pimpinan negara, maka presiden memberikan kekuasaan penuh pada Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto yaitu dalam bentuk suatu Surat Perintah 11 Maret 1966 (Super Semar). Kemudian Letjen Soeharto akhirnya diangkat menjadi presiden menggantikan Presiden Soekarno. 


No comments:

Post a Comment

you say