“Anakau, pada awal waktu, dunia ini masih penuh dengan keajaiban dan perubahan yang tak terkatakan. Keindahan tidak bias diabadikan dengan kata-kata atau dilukiskan perupa yang paling mahir sekalipun. Kedamaian bukanlah hal yang kau cari, melainkan hartamu yang paling tidak berharga. Manusia menjadi lupa untuk bersyukur, ataupun mengucapkan terima kasih atas segala berkah yang didapat secara Cuma-Cuma.
“Ketika manusia alpa, dewa pun terlena. Dewa tidak lagi merasa perlu menjafa manusia yang mabuk kebahagiaan.
“Saat itu , dunia tidak memiliki sungai dan danau, hanyalah laut di sebelah timur yan gdidiami empat ekor naga: Naga Panjang, Naga Kuning, Naga Hitam, dan Naga Mutiara.
“Suatu ketika, ke empat naga tersebut terbang ke angkasa dari dasar laut. Melesat terbang tinggi dan rendah, ersenda gurau di antara mereka melewati awan –awan putih.
“Lihatlah ini, cepat!’ Naga Panjang tiba-tiba berteriak.
“Apakah gerangan?” tana ketiga naga yang lain seraya melihat kea rah yang ditunjuk Naga Panjang.”
Di bumi sana mereka melihat banyak orang menghidangkan buah-buahan dan hidangan lainnya sambil menyalakan dupa. Mereka berdoa! Seorang wanita berambut piutih bertelut menggendong anak di punggungnya dan bergumam, “Kirimilah hujan segera, ya Dewa Langit. Curahkan berkah-Mu yang tiada tara, limpahkan kemurahan-Mu, sayangi dan kasihani kami. Kami mohon kepada-Mu, ya yang maha tinggi, agar kami bisa memberi makanan anak-anak kami yang kelaparan. sudah sekian lama tidak ada setetes hujan pun. Kebun kehausan, rumput menguning, lahan retak di bawah sinar matahari yang terik."
"Manusia yang malang," ucap Naga Kuning, "mereka akan mati kelaparan jika hujan tidak jua turun".
Naga Mutiara mengangguk-angguk menyetujuii. "Mari kita temui Kaisar Kumala untuk memohon hujan." Seketika menuju Istana Langit.
Kaisar Kumala bertugas mengurusi segala masalah di langit, bumi dan laut. Karenanya, dia sangat berkuasa. Dia terlihat tidak senang ketika para naga memasuki istana.
"Mengapa kalian memasuki istanaku. Tidaklah seharusnya kalian berdiam diri saja di dasar laut?"
Naga Panjang mengajukan diri dan berkata, "Lahan tani di bumi kekeringan Yang Mulia. Hamba mohon, kirimlah hujan segera !"
"Baiklah, kembalilah ke tempat asalmu. Besok, akan kuturunkan hujan." Kaisar Kumala berpura-pura memberikan persetujuan sambil menikmati nyanyian para peri.
"Terima kasih Yang Mulia." Keempat naga pulang dengan gembira.
Namun, hari-hari berlalu. Hujan tidak jua turun. Manusia semakin menderita. Sebagian dari mereka melahap akar rumput, sebagian bahkan terpaksa menelan tanah pucat ketika kulit kayu dan rumput tak lagi ditemukan.
Melihat hal ini, keempat naga merasa mierana karena sekarang mereka tahu bahwa Kaisar Kumala hanya memedulikan kesenangan, tanpa memerhatikan kebutuhan manusia. Para naga berpikir, hanya mereka sendirilah yang bisa menolong manusia dari penderitaannya. Tetapi bagaimana caranya?
Menatap luasnya lautan, Naga Hitam memperoleh gagasan. "Jadi, apa yang ada dalam pikiranmu?" Ketiga naga lain mendesaknya.
"Lihat, bukankah begitu banyak air di lautan tempat kita berdiam? Yang perlu kita lakukan adalah memindahkan air tersebut ke langit dan melepaskannya ke bumi. Air akan jatuh seperti hujan yang turun, menyelamatkan manusia dan tanaman."
"Benar-benar gagasan yang bagus." Ketiga naga yang lain mengembuskan asap awan putih dari hidung dan mengibas-ngibaskan ekor mereka yang panjang.
"Tetapi ...." Naga Hitam mendesah setelah memikirkan kembali gagasan itu, "kita akan dipersalahakan jika Kaisar Kumala mengetahui hal ini."
"Aku akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan manusia," Naga Kuning berkata dengan tegas.
"Mari kita lakukan, kita tidak akan menyesalinya," Naga Panjang dan Naga Mutiara juga berpendirian sama.
Keempat naga tersebut melesat ke laut, menghirup air menumpahkanya ke bumi. Hilir mudik mereka melakukannya berkali-kali, dengan cepat membuat langit terlihat gelap, dan tidak berapa lama kemudian air turun ke bumi seperti hujan dari langit.
"Hujan...hujan turun...!" Manusia berteriak dan melompat penuh sukacita.
Di bumi, gandum mulai menaikkan kepalanya dan kecambah menegakkan batangnya. Namun, hal ini diketahui oleh Dewa laut, yang segera melaporkannya ke Kaisar Kumala.
"Lancangnya para naga menurunkan hujan tanpa persetujuanku!" Kaisar Kumala begitu murka. Dia memerintahkan para Jenderal Langit dan pasukannya untuk menangkap keempat naga. Karena jumahnya yang banyak, Pasukan langit mampu menahan para naga dan membawa mereka ke hadapan Kaisar Kumala.
"Pergi, dan cari empat gunung untuk memenjarakan mereka di bawahnya, sehingga mereka tidak bisa melarikan diri!" perintah Kaisar Kumala kepada Dwa Gunung.
Dengan kekuatannya, Dewa Gunung memilih empat buah unung, membuatnya melayang dan menawan masing-masing ekor naga di dalam perutnya. Meskipun kebebasan mereka dirampas, para naga tidak pernah menyesali tindakan mereka. Bahkan mereka bertekad menjadi sungai yang mengalir dari ketinggian gunung ke arah lembah, menuju arah timur dan pada akhirnya bermuara di laut.
Saat itulah tercipta empat sungai besar di Cina, di utara terdapat Heilongjian atau Sungai Hitam, didaratan tengah terdapat Huanghe atau Sungai Kuning, dan di selatan terdapat Yangtze atau Sungai Panjang, dan di tengara terdapat Zhujiang atau Sungai Mutiara.
"Anakku ....apakah kau mengerti bahwa naga adalah pelindung ita? Tak peduli berapa jauhnya kau pergi, walau ke empat penjuru langit pun, mereka senantiasa akan membela mu. Tidak seperti cerita dongeng orang barbar di Barat yang pernah kudengar, naga mereka berabiak buruk dan menyemburkan api sehingga harus dipenggal para kesatria yang mengingikan ketenaran.
"Kaisar Cina sebagai Pangeran Langit adalah keturunan langsung dari naga .. . karena itu, beliau menduduki takhta naga, memakai jubah kebesaran naga, tidur di atas peraduan naga. Kita sebagai rakyat biasa berada di bawah lingungannya, berbanggalah anakku, tapi jangan pernah kau menanyakan eksistensinya. jangan samapai keraguanmu diketahui udara yang merubah dirinya menjadi angin, terbang, dan menyampaikannya pada para naga. Pun, jangan kau lupakan memberikan penghormatan sewaktu-waktu pada hari pertama dan kelima belas setiap bulannuya, karena pada hari tersebut, berbagai iblis terbang bebas mengitari bumi ... jika tidak, sang naga bisa lupa mengibaskan ekornyia yang kuat itu dari kedalaman sungai, membuat ari bah bergulung , dan membahayakan lahan tanimu.
"Apakah kau masih juga belum mengerti Anakku bahwa air yang kita minum, tanaman yang kita makan, ternak yang kita pelihara, semua bergantung pada sungai dan hujan yang diatur oleh naga? Karenanya, dara yang mengalir seluruh tubuhmu itu, adalah jiwa naga."
"Bagaimanakah rupa naga sebenarnya, Ayah?"
"Hay... yah, katakan Anakku, adalah makhluk yang lebih menakjubbkan daipada naga? Rupanya adalah gabungan dari sembilah hewan yang paling hebat. Bertanduk indah seperti kijang yang lincah, berkepala unta yang taha penderitaan, bermata iblis yang mengetahui isi lubuk hatimu yang paling dalam, berleher ular yang lihai dan penyabar, perutnya seperti perut katak yang bisa hidup di dua dunia, bersisik indah seperti ikan pelangi, bercakar harimau yang kuat dan garang, berkuku setajam pedang elang, dan bertelingan kerbau yang pekerja keras."
"Apakah naga bisa terbang, Ayah?"
"Ya Anakku, naga memiliki poh shan di kepala dan mutiara di dagunya yang memompa udara keluar dan masuk meewati hidungnya menjadi awan, membuatnya bisa melayang-layang di udara. Kemunculannya sangat indah, seperti nyanyian dari logam yang berdenting-denting. Clang...clang...clang... Ayah mengerti, kau sudah mengatuk sekarang, tapi jangan llupakan kisah ini Anakku. Suatu saat, kau harus menceritakannya lagi pada anakmu sendiri. Keturunan kita...."keturunan naga"
TO BE CONTINUED
No comments:
Post a Comment
you say