Ibnu
Taimiyah
Pelopor
Kajian Islam Yang Kritis
Riwayat
Hidup Dan Latar Belakang Pemikiran Ibn Taimiyah
Nama Panjangnya adalah Ahmad Taqi al-Din Abu
al-'Abbas Ahmad ibn 'Abd al-Halim ibn 'Abd al-Salam ibn Abi al-Qasim ibn
Muhammad ibn Taimiyah al-Harrani al-Dimasyqi.
Nama Ibn Taimiyah dihubungkan kepada neneknya
yang bernama Taimiyah. Penamaan Taimiyah kepada neneknya mempunyai cerita
tersendiri. Ketika kakeknya yang bernama Muhammad ibn Khudr melakukan ibadah
haji dan melewati sebuah jalan yang bernama Taima’, beliau melihat gadis kecil
sedang menelusuri jalan yang sama. Saat kembali ke pemukimannya, ia mendapatkan
isterinya melahirkan seorang anak permpuan. Karena gembira bercampur haru,
secara spontan ia teringat anak yang dijumpainya di jalan Taima’, ia pun memanggilnya
“Hai Taimiyah” (Hai anak perempuan Taima’). Akhirnya anak perempuannya
dinamakan Taimiyah Kamil Uwaidah, Taqi
al-Din Ahmad Ibn Taimiyah,.
Para sejarawan menyebutkan bahwa Ibn Taimiyah
bukan dari suku (Kabilah) Arab, sebab tidak seorang ulama pun yang menyatakan
beliau dari suku Arab, tetapi hanya dihubungkan dengan kota kelahirannya,
Harran. Dan para sejarawan berasumsi bahwa beliau berasal dari suku Kurdi, di
mana hal ini Nampak dari sifatnya yang keras dan keberanian dalam membela
ajaran Islam. Suku Kurdi dikenal sebagai barisan depan tentara Muslim dalam
perang Salib pada abad ke 6 dan 7 Hijriyah.
Ibn Taimiyah lahir dalam keluarga ulama yang
bermadzhab Hanbali (Madzhab ini berafiliasi kepada Ahmad ibn Hanbal 780-855. Ia
adalah murid dari al-Syafi’I, pendiri madzhab Syafi’i. Ibn Hanbal adalah yang
paling konservatif diantara keempat madzhab Sunni. Ia membatasi ahli hukum
hanya kepada Al-Qur’an dan al-Sunnah dalam mengambil keputusan hukum. Madzhab
ini juga menerima penggunaan pemikiran dengan analogi (qiyas) hanya bila al-Qur’an, jima, dan bahkan hadits dha’if, tidak
terdapat. Di luar ketentuan ini). Halim
Ibn Abdi al-Salam ibn Abdillah Ibn Taimiyah adalah seorang ulama ahli hadits
dan fikih. Sewaktu tinggal di Damaskus ia memiliki jadwal mengajar di Mesjid
Umayah. Ia juga kemudian menjabat sebagai kepala para ulama (masyikhah) di Dar al-Hadits al-Sukriyah,
di tahun 628 H/1284 M.
Dari latar belakang keluarga bermadzhab Hanbali
inilah Ibn Taimiyah memulai awal pendidikan dan perjalanan intelektualnya yang
kelak memperngaruhi metodologinya dalam memahami sumber-sumber ajaran Islam.
Meskipun, sebagaimana akan dibahas nanti cukup sulit untuk menentukan apakah
IBn Taimiyah mendapatkan pengaruh dari para pendahulunya (dari madzhab Hanbali)
dalam hal antusiasmenya yang begitu tinggi untuk melakukan reformasi sosial dan
agama dalam masyarakat Muslim dan juga sikap antipatinya terhadap para teolog,
filosofi dan kaum sufi.
Tiga Fase Kehidupan Ibn Taimiyah
Kehidupan
Ibn Taimiyah dapat dibagi menjadi tiga fase yang berbeda, yang masing-masingnya
merepresentasikan sebuah fase yang signifikan dalam perkembangannya sebagai
seorang pemikir dan pembaru. Fase pertama berlangsung dari masa kelahirannya
hinga tahun 1304 M. Selama masa ini ia menerima pendidikan sebagai seorang
sarjana dan terlibat dalam upaya mempertahankan Damaskus dari serangan Mongol. Fase
kedua mulai dari tahun 1304 M hingga tahun 1312 M, yaitu selama ia berada di
Mesir. Periode ini ditandai dengan kontroversinya dengan mistisisme kaum sufi
dan juga keterlibatan dengan konflik politik dimasa Sultan al-Nasir Muhammad
ibn al-Qalawun yang tengah mengkonsolidasikan kekuatan. Di masa ini Ibn
Taimiyah menghabiskan waktunya dalam persidangan dan penjara, demi membendung
fatwa-fatwa keagamaannya. Fase ketiga dimulai ketika ia kembali ke Damaskus
pada tahun 1312 M dan berakhir hingga wafatnya pada tahun 1328 M. ini merupakan
periode pematangan ide-idenya dan merupakan waktu yang paling subur, dan
menghasilkan tulisan-tulisannya yang signifikan. Walaupun pada tahun-tahun ini relative
sepi dari kontroversi, namun di akhir hidupnya Ibn Taimiyah mengalami konflik
dengan otoritas agama dan pemerintah atas isu-isu doctrinal dan hukum. Ibn Taimiyah
wafat dalam penjara Damaskus setelah dilarah berhubungan dengan semua anggota
keluarganya, da juga dilarang menulis surat-surat dan esay-esay, khususnya tentang
hukum.
Fase Pertama: Masa Kelahiran Hingga
menetap di Damaskus (1263-1304)
Ibn Taimiyah, lahir di Harran pada 10 Rabiul awal 661 H/22 Januari 1263 M.
Ia lahir dalam keluarga yang terdidik dalam madzhab Hanbali. Dan dalam madzhab
ini telah terdapat dua orang sarjana yang terkenal, yaitu pamannya sendiri
Fakhr al-Din (w.622 H/1225M) dan kakeknya Majd al-Din ‘Abu al-Barakat Abd
al-Salam ibn Abdillah ibn Taimiyah al-Harrani (w.653 H/1255 M), Penulis kitab Muntaqa al-Akhbar yang dikomentari oleh
al-Syaukani (hal ini dalakukan atas permintaannya kepada al-Syaukani, Nail al-Autbar Syarh Muntaqa al-Akhbar)
dengan kitab Nailu al-Authar. Pada usia
tujuh tahun, Ibn Taimiyah terpaksa meninggalkan kota kelahirannya pada tahun
667 H/1269 M sebelum datangnya serangan Mongol dan ia berlindung di Damaskus
bersama ayahnya Syihab al-Din ‘Abd al-Halim (w.628/1284 M) dan tiga orang
saudaranya. Di Damaskus, ayahnya menjadi kepala madrasah al-Sukriyyah, yang
kemudian menjadi tempat Ibn Taimiyah belajar.
Ibn Taimiyah pun
mendapatkan penedidikan yang terbaik dari ayahnya. Ia berkesempatan mendalami
berbagai disiplin ilmu yang umumnya diajarkan saat itu, seperti al-Qur’an,
hadits, tafsir, fikih, ushul fikih, faraid, bahasa, matematika, logika dan
filsafat. Pendidikan ini telah dimulainyha sejak masa kecil. Karena itu Ibn
Taimiyah dapat menghafalkan al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Al-Qur’an ia
hafalkan saat berusia tujuh tahun. Kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal dan Mu’jam
al-Thabrani juga sanggup ia hafalkan. Ia juga mendalami ilmu fikih dan bahasa
Arab. Di bawah asuhan Syaikh Abd al-Qawi, Hanbal dan kitab-kitab Sibawaih dalam
ilmu Nahwu. Ibn Taimiyah telah belajar bersama lebih dari dua ratus ulama ahli
hadits, yang empat orang diantaranya adalah wanita. Ia juga belajar di bawah
bimbingan Ali ibn Abd al-Qawi dan Sibawaih seorang ahli tata bahasa Arab yang
terkenal.
No comments:
Post a Comment
you say