Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan problem-based
learning dan inquiry-based learning ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan
representasi matematis, dan motivasi belajar. Penelitian ini adalah penelitian
eksperimen semu dengan pretest-posttest nonequivalent group design. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs sekecamatan Rasana’e
Barat Kota Bima dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs
Sartu Atap rasana’e Barat Kota Bima dan tiga kelas dipilih yaitu dua kelas
eksperimen dan satu kelas kontrol. Data pene- litian dianalisis dengan uji one
sample t test, uji Bonferroni pada signifikansi 5% dan uji MANOVA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan
representasi matematis, dan motivasi belajar: (1)problem-based learning dan
inquiry-based learning efektif, (sedangkan pembelajaran konvensional efektif
ditinjau dari motivasi belajar siswa), (2)problem-based learning dan
inquiry-based learning lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional, dan (3) problem-based learning lebih efektif dibandingkan dengan
inquiry-based learning.
Kata
Kunci: problem-based learning, inquiry-based learning,
prestasi belajar, kemampuan represen- tasi matematika, motivasi belajar siswa.
THE
EFFECTIVENESS OF PBL AND IBL IN TERMS OF ACHIEVEMENT, MATHEMATICAL
REPRESENTATION CAPABILITIES, AND MOTIVATION
Abstract.
This
study aims to describe the effectiveness of problem-based learning and
inquiry-based learning in terms of achievement, mathematical representation
capabilities and motivation. This study was a quasi-experimental study using
the pretest-posttest non-equivalent group design. The research population
comprised all Year VIII students’ MTs of sub-district Rasana’e Barat Kota Bima
and sample was all Year VIII students of MTs Satu Atap Rasana’e Barat Kota
Bima. Three classes were selected as the research sample, namely two
experimental classes and one control class. The data were analyzed using one
sample t test, Bonferroni t test at the significance level of 5% and MANOVA
test. The results show that in terms of achievement, mathematical
representation capabilities, and motivation: (1)problem-based learning and
inquiry-based learning are effective, (the conventional learning is effective
in terms of students’ motivation), (2)problem-based learning and inquiry-based
learning are more effective than conventional learning, and (3)problem-based
learning is more effective than inquiry-based learning.
Keywords: problem-based
learning, inquiry-based learning,
learning achievements,
mathematical representation capabilities, students’ motivation.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
dan sains memberikan kemudahan untuk mengakses berbagai ilmu pengetahuan maupun
informasi secara cepat, mudah dan akurat dari berbagai sumber. Pembelajaran
matematika memegang peranan yang sangat penting dan esensial terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains tersebut. Masykur Ag dan
Fathani (2008, p.41) mengatakan bahwa matematika merupakan subjek yang sangat
penting dalam sistem pendidikan. Negara yang mengabaikan pendidikan matematika
sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama
sains dan teknologi).
Permen Nomor 22 Tahun 2006 tentang
standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan mani- pulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masa- lah, merancang model matematika, menyelesaikan
model dan menafsirkan solusi yang diper- oleh, (4) mengomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matema- tika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri da- lam pemecahan
masalah.
Hal senada juga sebagaimana yang dirumuskan
oleh NCTM (2000, p.7) berkaitan dengan proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada lima standar proses yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran
dan bukti (reason and proof), komunikasi (communication), koneksi
(connections), dan representasi (representation).
Proses pembelajaran yang melibatkan siswa
secara penuh dan aktif (student-centered) akan membantu siswa dalam membangun
dan mengkonstruk ide-ide matematis secara mandiri. Pembelajaran yang aktif yang
mencakup pada siswa aktif bertanya, berdiskusi, mengungkap- kan pendapat,
memberikan saran, memecahkan masalah dan lain sebagainya akan lebih mem- berikan
kompetensi, pengetahuan dan serangkaian kecakapan yang siswa butuhkan dari
waktu ke waktu serta meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa, kemampuan
memecahkan masalah mulai dari kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, membuat
hipotesis, menyim- pulkan bahkan siswa mampu mengembangkan masalah yang
diberikan. Adapun Pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered)
menjadikan siswa pasif dalam pembelajaran, sis- wa hanya menerima pengetahuan
yang disampaikan oleh guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk
mengkonstruk matematika berdasarkan ide-ide siswa.
White & Harbaugh (2010, p.71) mengatakan bahwa pembelajaran
tradisional (pembel- ajaran konvensional) pada dasarnya mampu mengontrol
lingkungan kelas secara penuh, akan tetapi tidak efektif dalam membangun pemahaman
siswa, siswa akan pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk mengkonstruk
ide-ide matematis, pembelajaran yang berlangsung tidak menyenangkan bagi siswa
dan tidak mampu membangkitkan hasrat atau keinginan siswa untuk belajar. Dengan
demikian, pembelajaran matematika yang diharapkan adalah pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif sehingga siswa mampu menguasai konsep matematis.
Harian Kompas 2 juni 2012 menyebutkan bahwa siswa yang tidak lulus
Ujian Nasional terbanyak pada mata pelajaran matematika dan disebutkan juga
menteri pendidikan dan kebudayaan Mohammad Nuh menyatakan bahwa sebanyak 229
siswa atau 1,44% siswa tidak lulus mata pelajaran matematika pada ujian
nasional tahun 2012 tingkat SMP dan sederajat, secara keseluruhan sebanyak
15.945 siswa yang tidak lulus Ujian Nasional dari 3.697.865 siswa peserta Ujian
Nasional.
Data dari PISA sebagaimana yang dise- butkan oleh Wardhani &
Rumiati (2011, p.1) bahwa Data PISA (Programme for International Student
Assessment) tahun 2000, 2003, 2006, 2009 menunjukkan hasil yang tidak banyak
ber- ubah pada setiap keikutsertaan. Rata-rata skor prestasi literasi
matematika pada PISA tahun 2009, Indonesia hanya menduduki rangking 61 dari 65
peserta dengan rata-rata skor 371, se- mentara rata-rata skor internasional
adalah 496. Hasil PISA ini akan menunjukkan dan menilai sejauh mana siswa yang
duduk di akhir tahun pendidikan dasar sudah menguasai pengetahuan dan
keterampilan yang penting untuk dapat berpartisipasi di masyarakat.
Pentingnya kemampuan representasi matematika secara jelas
disampaikan dalam Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2006 tentang standar.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu: (3) memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah. Konstruksi representasi matematis yang tepat akan
memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit
akan menjadi lebih sederhana jika menggunakan representasi yang sesuai dengan
permasalahan tersebut. bilamana siswa memiliki akses ke
representasi-representasi dan gagasan-gagasan yang mereka tampilkan, mereka
memiliki sekumpulan alat yang siap secara signifikan akan memperluas kapasitas
mereka dalam berpikir matematis (NCTM, 2000, p.67).
Kemampuan representasi memberikan peranan yang sangat penting dalam
pembelajaran matematika. Keller & Hirsch (Venkat & Essien, 2011, p.150)
menyatakan bahwa penggunaan representasi dalam pembelajaran matematika
memungkinkan siswa untuk mengkonkritkan beberapa konsep yang dapat digunakan
untuk mengurangi kesulitan belajar sehingga matematika menjadi lebih interaktif
dan menarik yang memfasilitasi siswa untuk menghubungkan kognitif pada
representasi. Beetlestone (2012, p.3) mengatakan bahwa representasi merupakan kreatifitas
yang melibatkan pengungkapan atau pengeksperisian gagasan dan perasaan serta
penggunaan berbagai macam cara untuk melakukannya.
Lesh, Post dan Behr (Hwang, et al, 2007, p.192) membagi
representasi yang digunakan dalam pendidikan matematika dalam lima jenis,
meliputi representasi objek dunia nyata, representsi konkret, representasi
simbol aritmetika, representasi bahasa lisan atau verbal dan representasi
gambar atau grafik. Lebih lanjut dikatakan Johnson, et al (Hwang, et al, 2007, pp.192-193)
tiga diantaranya lebih abstrak dan merupakan level tertinggi dalam representasi
pada pemecahan masalah matematika yaitu: (1) keterampilan representasi bahasa
lisan atau verbal yakni keterampilan untuk menerjemahkan sesuatu yang diamati
ke dalam masalah matematika dengan menggunakan representasi lisan atau verbal,
(2) keterampilan representasi gambar atau grafik yakni keterampilan menerjemahkan
masalah matematika ke dalam bentuk representasi gambar atau grafik, (3)
keterampilan simbol aritmatika yakni keterampilan menerjemahkan masalah
matematika ke dalam representasi formula (rumus) aritmatik.
Motivasi belajar dalam proses pembelajaran matematika sangat
diperlukan dan guru harus senantiasa memberikan motivasi-motivasi dalam setiap
proses pembelajaran karena itu akan sangat berguna dalam keberhasilan proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Mudjiman (2007, p.43) mengatakan bahwa
kegiatan pembelajaran akan selalu didahului oleh proses pem- buatan
keputusan-keputusan untuk berbuat atau tidak berbuat, apabila motivasinya cukup
kuat maka ia akan memutuskan untuk melakukan kegiatan belajar. Sebaliknya,
apabila motivasinya tidak cukup kuat maka ia akan memutuskan untuk tidak
melakukan kegiatan belajar.
Sobel & Maletsky (2004, pp.31-32) menegaskan bahwa penting
untuk dicatat bahwa murid-murid seharusnya diberi waktu yang cukup untuk
menformulasikan dugaan dan mendiskusikannya di dalam kelas sebelum mencoba
mencari jawaban yang benar melalui perhitungan. Jika tidak disediakan waktu
yang cukup, topik yang disampaikan hanya akan membuat murid-murid melakukan
perhitungan dan kehilangan aspek motivasi.
Motivasi merupakan suatu stimulus yang memberikan kekuatan (energi)
kepada seseorang untuk melaksanakan suatu aktivitas, yang mengarahkannnya agar
tepat pada tujuan yang diharapkan dan menjaga agar tetap stabil terhadap apa
yang telah dilakukan. Kecenderungan motivasi dalam diri seorang individu akan
terlihat pada kinerja siswa pada aktivitas pembelajaran matematika. Santrock
(2009, p.199) mengatakan bahwa motivasi melibatkan proses yang memberikan
energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku.
Motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan atau melakukan
proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal atau lebih
dikenal dengan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Santrock (2011,
p.441) mengatakan bahwa motivasi intrinsik melibatkan motivasi internal untuk
melakukan sesuatu untuk kepentingan diri sendiri (tujuan itu sendiri).
Sedangkan Arends (2008, p.143) menyebutkan bahwa motivasi intrinsik menyebabkan
orang bertindak dengan cara tertentu karena tindakan itu membawa kepuasan atau
kesenangan pribadi.
Arends & Kilcher (2010, p.57) menyata- kan bahwa “extrinsic
motivation is at play when individuals take action to capture a desired
reward”. Maksudnya bahwa motivasi ekstrinsik adalah tindakan individu melakukan
tindakan untuk mendapatkan hadiah yang diinginkan. Menurut Woolfolk (2007,
p.407) menyatakan bahwa “extrinsic motivation is based on factors not related
to the activity it self. Student are not really interests in the activity for
its own sake; we care only about it will gain us”. Motivasi ekstrinsik
didasarkan pada faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kegiatan itu
sendiri, siswa tidak benar-benar peduli dalam kegiatan untuk kepentingan
dirinya sendiri, siswa hanya peduli terhadap apa yang didapatkan dari kegiatan
tersebut.
Menurut Bomia Motivasi belajar merujuk pada kemauan, kebutuhan,
keinginan dan keharusan siswa untuk ikut berpartisipasi dan berhasil dalam
proses pembelajaran. Lebih lanjut Middleton dan Spanias melihat motivasi
sebagai alasan individu untuk berperilaku dalam situasi tertentu. Jadi
keberhasilan siswa dalam pembel- ajaran matematika adalah pengaruh kuat dari
motivasi untuk mencapai suatu tujuan (Yunus & Ali, 2009, p.93). Menurut Uno
(2011, p.9) motivasi intrinsik berisi: (1) penyesuaian tugas de- ngan minat,
(2) perencanaan yang penuh variasi, (3) umpan balik atas respon siswa, (4) kesempatan
respon peserta didik yang aktif, dan (5) kesempatan peserta didik untuk
menyelesaikan tugasnya.
Motivasi ekstrinsik muncul disebabkan adanya keinginan untuk
memperoleh penghargaan tertentu dari guru, orang tua, maupun teman sebaya baik
itu berupa hadiah, nilai, hukuman maupun pujian yang dapat meningkatkan keinginan
ataupun kemauan siswa dalam belajar. Menurut Uno (2011, p.9) mengatakan bahwa
motivasi ekstrinsik mencakup antara lain: (1) penyesuaian tugas dengan minat,
(2) perencanaan yang penuh variasi, (3) respon siswa, (4) kesempatan peserta
didik yang aktif, (5) kesempatan peserta didik untuk menyelesaikan tugas
pekerjaannya, dan (6) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
Indikator motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik dapat
disimpulkan berdasarkan pendapat Uno (2011, p.10) bahwa motivasi adalah
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan
tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan
keinginan untuk melak- ukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutu- han
melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan
penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya
kegiatan yang menarik.
Berbagai masalah yang telah dikemukakan tersebut membutuhkan suatu
solusi yang dapat mengatasinya sehingga prestasi belajar, kemampuan
representasi matematika dan motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran
matematika dapat meningkat dan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Askew &
Williams (Muijs & Reynolds, 2008, pp.341-342) menyebutkan bahwa model yang
diusulkan adalah dimana guru mulai dengan sebuah contoh atau situasi yang
realistis, mengubahnya menjadi suatu model matematika, mengarahkannya ke solusi
matematika yang kemudian diinterpretasikan kembali sebagai sebuah solusi yang realistik.
Strategi semacam ini jelas akan berguna dalam mengkaitkan pengetahuan dan
aplikasi matematika dan dunia riil. Lebih lanjut dikatakan oleh Gravemeijer
(Muijs & Reynolds, 2008, p.343) bahwa agar efektif contoh riil perlu lebih
banyak dihubungkan dengan pengalaman aktual murid.
Pemahaman matematika dengan menggunakan masalah yang riil
membutuhkan suatu pembelajaran yang benar-benar merancang suatu lingkungan
belajar dengan permasalahan yang riil atau nyata dengan aktivitas siswa. Dalam
hal ini problem based learning (PBL) dan inquiry based learning (IBL) yang
merupakan pembelajaran berbasis masalah akan mengantarkan sis- wa pada situasi
masalah yang riil. Masalah-masalah yang riil sangat dibutuhkan dalam pro- ses
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika
yakni kemampuan siswa dalam bernalar, berpikir logis, sampai pada kemampuan
siswa berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran berbasis masalah pula akan
memungkinkan siswa untuk menemukan pembelajaran yang bermakna, siswa akan
terlatih untuk memecahkan masalah- masalah riil yang sering muncul serta siswa
akan lebih aktif.
Duch, Groh, & Allen (2001, p.6) mengatakan bahwa di dalam PBL,
masalah yang “real world” digunakan untuk memotivasi siswa untuk
mengidentifikasi dan meneliti konsep-konsep yang perlu mereka ketahui untuk
bekerja melalui masalah tersebut. Barrows dan Tamblyn (Baden & Major, 2004,
pp.3-4) menyajikan karakteristik PBL sebagai berikut: (1) masalah yang
disajikan secara kompleks terkait dengan masalah yang riil yang tidak mempunyai
satu jawaban agar proses pembelajaran lebih terfokus terhadap apa yang
disampaikan, (2) siswa belajar dalam kelompok kecil untuk menghadapi,
mengidentifikasi dan mengembangkan masalah, (3) siswa memperoleh informasi
(pengetahuan) baru dari situasi masalah yang dihadapi melalui Pembelajaran inquiry
based learning (IBL) merupakan pembelajaran kontruktivisme yang melibatkan siswa
secara aktif di dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan dan menganalisis informasi, mengeksplorasi pemikiran dan penalarannya
sehingga siswa memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai materi pembelajaran
yang sedang dipelajari. Siswa aktif dalam mengumpulkan berbagai sumber
informasi dan mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman.
Coffman (2009, p.1) mengatakan bahwa inquiry didefinisikan sebagai
pengalaman dan eksplorasi yang melibatkan siswa dalam proses belajar sehingga
mereka memperoleh pemahaman yang lebih dalam dari materi yang diajarkan.
Pembelajaran inquiry menerapkan pendekatan konstruktivis sehingga siswa
berinteraksi dengan konten, mengajukan pertanyaan untuk meningkatkan pemahaman
dan komprehensif serta pada saat yang sama mengkonstruksi pengetahuan mereka
sendiri. Victor & Kellough (Jacobsen, Eggen & Kauchak, 2009, p.243)
bahwa inquiry merupakan sebuah proses dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan
masalah-masalah berdasarkan pada pengujian logis atas fakta-fakta dan observasi-observasi.
Menampilkan masalah yang menarik dan menantang yang sesuai dengan konteks kehidupan
akan menciptakan pembelajaran yang aktif.
pembelajaran “self-directed”, (4) guru bertindak sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran, dan (5) situasi masalah yang disajikan
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Arends (2008: 57) menyebutkan
Sintaksis untuk problem based Learning (PBL) melalui 5 fase seperti pada tabel
1 di bawah ini.
Sintaksis Problem-Based Learning
Fase
Memberikan orientasi
tentang permasalahannya kepada siswa.
Mengorganisasikan siswa untuk
belajar.
Membantu investigasi mandiri dan
kelompok.
Mengembangkan dan mempresentasikan
artefak dan exhibit.
Menganalisis dan mengevaluasi proses
mengatasi-masalah.
Perilaku guru
Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistic
penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi-masalah.
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugastugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan
eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model,
dan membantu mereka untuk menyampaikannya pada orang lain.
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
=
Magnusson
&
Palincsar (Arends & Kilcher,
2010, p.269) memberikan
kriteria yang sedikit
berbeda untuk membimbing pemilihan masalah dalam inquiry bahwa masalah yang diajukan adalah: (1) kaya akan konseptual yang menye- diakan peluang untuk melakukan
penyelidikan yang bermakna (yang akan) menghasilkan pe- mahaman nilai yang abadi, (2) bersifat fleksibel yang berhubungan dengan isu-isu atau masalah yang sifatnya membangun, (3) relevan dengan
kehidupan anak (siswa)
sehingga keduanya da- pat
diakses dan menarik.
Jacobsen, Eggen & Kauchak
(2009, p.243) menyatakan bahwa pengajaran inquiry dimulai dengan memberi siswa masalah-masalah yang berhubungan dengan konten yang nantinya
menjadi fokus untuk aktivitas-aktivitas penelitian kelas. Dalam menyelesaikan masalah, siswa menghasilkan hipotesis atau solusi
alternatif untuk masalah tersebut, mengumpulkan data yang relevan
dengan hipotesis yang telah dibuat, dan mengevaluasi data tersebut
untuk sampai kepada kesimpulan.
Pembelajaran matematika dengan inquiry
based learning menekankan pada kemampuan
siswa dalam melakukan penyelidikan terhadap
berbagai masalah yang sedang dihadapi. National Research Council (Taylor &
Bilbrey, 2011, p.153) menyebutkan bahwa “the activities of inquiry
include observations, questioning, gathering data, and creating explanations. Maknanya aktivitas
inquiry meliputi
pengamatan, mempertanyakan,
mengumpulkan data dan menciptakan penjelasan. Jacobsen, Eggen & Kauchak
(2009, p.246) menyebutkan langkah-langkah dalam pembelajaran inquiry adalah (1)
mengidentifikasi masalah, (2) membentuk hipotesis, (3) mengumpulkan data, dan
(4) menganalisis data dan membuat kesimpulan.
Coffman (2009, p.7) menjelaskan bahwa di dalam proses inquiry akan
meliputi beberapa hal, anatara lain meliputi: (1) mengidentifikasi pertanyaan
yang ditanyakan untuk menemukan kemungkinan jawaban, (2) mengidentifikasi sumber
informasi yang tepat dan berkualitas untuk membantu siswa dalam menjawab pertanyaan
yang diidentifikasi, (3) memanipulasi sumber informasi (data) untuk memastikan
bahwa informasi yang diidentifikasi benar dan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan spesifik itu dieksplorasi, (4) merumuskan jawaban yang
ditemukan dan mengidentifikasi kembali kesesuaian jawaban dengan pertanyaan
awal (evaluasi). Moore (2009, p.184) merumuskan langkah-langkah pembelajaran
inquiry dalam 5-E seperti pada Tabel 2.
Langkah-Langkah Pembelajaran
Engage (keterlibatan atau
mengikutsertakan)
Explore (menjelajahi
atau menyelidiki)
Explain (menjelaskan
atau menerangkan)
Elaborate (mengembangkan)
Evaluate (mengevaluasi)
Aktivitas Pembelajaran
Siswa menemukan dan mengidentifikasi tugas instruksional. Kegiatan
ini memberikan rangsangan dan menstimulasi pikirannya. Pertanyaan diajukan
untuk menghubungkan pengalaman belajar sebelumnya dengan sekarang dan masalah
terdefinisi.
Siswa terlibat langsung dengan fenomena dan material. Siswa
mengidentifikasi dan mengembangkan konsep, proses, dan keterampilan. Siswa
secara aktif mengeksplorasi lingkungan mereka atau memanipulasi material.
Siswa terlibat dalam analisis eksplorasi. mereka menempatkan
pengalaman abstrak ke dalam bentuk yang diterapkan. Siswa berkesempatan untuk
mengungkapkan pemahaman konseptual atau menampilkan keterampilan baru.
Pemahaman siswa diklarifikasi dan dimodifikasi melalui kegiatan reflektif.
Siswa memperluas atau mengembangkan konsep yang telah mereka
pelajari, menghubungkan konsep-konsep yang berhubungan dan mengaplikasikan
pemahaman mereka dalam kehidupan.
Guru menentukan apakah telah mencapai pemahaman konsep dan
pengetahuan yang diharapkan.
Evaluasi dan penilaian
dilakukan secara kontinu
selama proses pembelajaran.
Berdasarkan tahapan-tahapan proses pembelajaran problembased
learning dan inquiry based learning diharapkan dapat meningkatkan
presttasi belajar, kemampuan representasi matematika dan motivasi belajar
siswa. Problem based learning dan inquiry based learning akan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstrak sendiri pengetahuan
mereka sehingga siswa mampu memecahkan
masalah yang dihadapi dan juga masalah-masalah diberikan merupakan
masalah-masalah yang nyata sehingga akan membantu siswa dalam proses pemecahan
masalah dan masalah-masalah yang nyata tersebut akan menjadikan siswa termotivasi
untuk belajar serta melatih siswa untuk berpikir dan mengembangkan ide-ide yang
mereka miliki dalam bentuk kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil. Dengan
demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keefektifan problembased
learning dan inquiry based learning terhadapa prestasi belajar,
kemampuan representasi matematika dan
motivasi belajar siswa.
METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, karena
beberapa variabel tidak bisa terkontrol seperti pengontrolan secara penuh pada
penelitian eksperimen murni. Ciri utama penelitian eksperimen adalah adanya
variabel perlakuan yang dimanipulasi. Dalam penelitian ini tidak semua variabel
dapat dikontrol mengingat prestasi belajar, kemampuan representasi matematika
dan motivasi belajar siswa matematika dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti pengaruh dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Satu Atap Rasana’e Barat Kota
Bima, NTB. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2012/2013 dari tanggal 25 Maret sampai dengan 22 Mei 2013.
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs
se-Kecamatan Rasana’e Barat Kota Bima. Di Kecamatan Rasana’e Barat Kota Bima
terdapat 3 MTs yaitu MTs Muhammadiyah Kota Bima, MTs Satu Atap Rasana’e Kota
Bima dan MTs Negeri 1 Kota Bima. Berdasarkan banyaknya sekolah tersebut maka
populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh siswa kelas VIII MTs
se-Kecamatan Rasana’e Barat Kota Bima. Pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan cara memilih secara acak satu sekolah dari tiga sekolah yang
terdapat di Kecamatan Rasana’e Barat Kota Bima sehingga terpilihlah MTs Satu
Atap Rasana’e Barat Kota Bima sebagai sampel yang terdiri dari tiga kelas yaitu
kelas VIIIA, VIIIB dan VIIIC dengan jumlah siswa sebanyak 104 siswa.
Berdasarkan ketiga kelas tersebut dipilih secara acak untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol sehingga diperoleh kelas VIIIA sebagai kelas inquiry
based learning, kelas VIIIB sebagai kelas konvensional dan kelas VIIIC
sebagai kelas problem-based learning.
Prosedur
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-post test,
nonequivalent group design. Pada awal dan akhir pembelajaran, siswa ketiga
kelas diberikan tes awal dan tes akhir yaitu tes prestasi belajar, kemampuan
representasi matematika dan angket motivasi belajar siswa.
Instrumen tes dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda dan
essay. Soal pilihan ganda digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa dan
soal essay digunakan untuk mengukur kemampuan representasi matematika yang
meliputi aspek atau dimensi gambar, Pengungkapan atau pengekspresian matematis
dan simbol aritmatika. Pemberian tes soal pilihan ganda dan essay tersebut
diberikan kepada tiga kelas pada awal dan akhir pembelajaran.
Instrumen non tes berupa angket motivasi belajar siswa dengan
menggunakan skala psikologi model likert, digunakan untuk mengukur motivasi
belajar matematika siswa dengan lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi,
sedang, rendah dan sangat rendah. Angket motivasi belajar siswa ini terdiri
dari 23 pernyataan positif dan 7 pernyataan
negatif. Dimensi motivasi
belajar yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik meliputi (1) Adanya hasrat atau keinginan berhasil, (2) Adanya
kebutuhan dan dorongan dalam belajar, (3) Adanya harapan atau cita-cita masa
depan. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi (1) Adanya reward dalam belajar,
(2) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa belajar
dengan baik, (3) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
Teknik Analisis Data
Data-data yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah data tes
prestasi belajar, data tes kemampuan representasi matematika dan data angket
motivasi belajar siswa. Data yang telah diperoleh dihitung nilai rata-ratanya kemudian
diinterpretasi ke dalam kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan ditentukan persentasenya.
Data prestasi belajar yang diperoleh melalui pengukuran dengan
instrumen tes yang berbentuk pilihan ganda dikonversi sehingga menjadi nilai
dengan rentang antara 0 sampai dengan 100. Skor tersebut kemudian digolongkan
dalam kriteria berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan
oleh sekolah untuk mata pelajaran matematika yaitu
65. Nilai KKM ini digunakan untuk menentukan persentase banyaknya
siswa yang mencapai kriteria ketuntasan tersebut.
Data kemampuan representasi matematika siswa menggunakan tes
berbentuk 4 soal uraian. Penilaian setiap soal berdasarkan rubrik penskoran
kemampuan representasi matematika siswa yang telah ditentukan berdasarkan
rubrik penskoran. Untuk menetapkan skor passing grade (Minimum Passing Level),
dimana akan dijadikan skor patokan efektivitas dari kemampuan representasi
matematika siswa dihitung menggunakan rumus (Sudijono, 2008, p.174) sebagai
berikut:
Keterangan:
μ0 = Skor Passing Grade
= rerata ideal
=
(skor tertinggi + skor
terendah) Sideal =
(skor tertinggi - skor
terendah)
Skor passing grade untuk kemampuan representasi matematika siswa
yang akan digunakan sebagai skor patokan efektivitas dari kemampuan representasi
matematika siswa pada masing-masing kelompok belajar
problem-based learning, inquiry-based learning dan pembelajaran konvensional
adalah 26 pada skala 0 sampai 48. Sedangkan skor keefektifan untuk motivasi
belajar matematika siswa adalah 95 pada skala 30 sampai 150. Untuk setiap
pernyataan, responden akan diberikan skor sesuai dengan nilai skala kategori
jawaban yang diberikannya berdasarkan kategori tingkat motivasi belajar siswa
yang telah disesuaikan dengan skala sikap Azwar, (2011, p.163)
Adapun penentuan kategori kemampuan representasi
matematika dan motivasi belajar matematika siswa ditentukan berdasarkan Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kategori Kemampuan Representasi Matematika dan Motivasi
Belajar Matematika Siswa
Kemampuan
Representasi Matematis
|
Motivasi Belajar
Matematika Siswa
|
Skor Kategori Skor Kategori
|
x > 32 Tinggi (T) 120<X
150 Sangat
Tinggi
6≤X≤ 32 Sedang
(S)
X< 16 Rendah (R)
100<X
120 Tinggi
80< X
100 Sedang
60< X
80 Rendah
0< X
60 Sangat Rendah
Selanjutnya, untuk mengetahui keefektifan dari masing-masing
pembelajaran ditinjau dari masing-masing variabel yaitu prestasi belajar,
kemampuan representasi matematika dan motivasi belajar siswa menggunakan uji
one sample t-test. Kriteria keputusan diambil berdasarkan analisis thit yang
dihasilkan dibandingkan dengan ttab pada taraf signifikansi 5%. Selanjutnya
untuk mengetahui kelompok belajar mana yang lebih efektif maka digunakan uji
lanjut univariat dengan kriteria Bonferroni setelah dilakukan uji MANOVA
(kriteria Wilks’ Lambda) dengan kriteria keputusan pada taraf signifikansi 5%.
Selanjutnya, sebelum dilakukan Uji MANOVA terlebih dahulu harus
dipenuhi dua asumsi multivariat yaitu asumsi kenormalan multivariat menggunakan
mahalanobis dengan melihat Scatter plot
antara
antara setiap
pengamatan dengan vektor
rata-rata setelah
diurutkan, dengan ) dan
asumsi
homogenitas multivariat dengan melihat Box’M dengan bantuan program
SPSS 16 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data prestasi
belajar, data kemampuan representasi matematika dan data angket motivasi
belajar matematika siswa. Berikut berturutturut disajikan deskripsi data dan
grafik peningkatan rata-rata masing-masing variabel:
Tabel 4. Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa.
|
PBL
|
IBL
|
Konvensional
|
|||
Pre
|
Post
|
Pre
|
Post
|
Pre
|
Post
|
|
|
Rata- rata SD
Max Min
Keterangan:
100
80
60
40
20
0
|
PBL
IBL KONV
|
Pretest Posttest
|
n = banyaknya siswa, SD = standar deviasi.
Gambar 1. Grafik Peningkatan Rata-rata Prestasi Belajar.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada Tabel 4
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor rata-rata prestasi belajar sebelum
perlakuan dengan sesudah perlakuan pada kelompok problem-based learning
terdapat peningkatan sebesar 55,44, kelompok inquiry based learning, yaitu
sebesar 43,27, sedangkan pada kelompok pembelajaran konvensional terdapat
peningkatan sebesar 32,23. Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata
prestasi belajar siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan PBL lebih baik
dibandingkan dengan IBL dan pembelajaran konvensional. Adapun rata-rata
prestasi belajar siswa yang mengikuti proses pembelajaran dengan IBL juga lebih
baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Tabel 5. Deskripsi Data Kemampuan Representasi Matematika
|
PBL
|
IBL
|
Konvensional
|
|||
Pre
|
Post
|
Pre
|
Post
|
Pre
|
Post
|
|
Rata- rata SD
Max Min
7,92
|
34,19
|
7,94
|
29,76
|
9,69
|
25,11
|
3,6
|
5,87
|
3,72
|
7,28
|
4,14
|
8,7
|
20
|
40
|
20
|
39
|
18
|
39
|
3
|
19
|
3
|
12
|
3
|
11
|
40
30
20
10
|
PBL
IBL
Konv
|
0
|
Pretest Posttest
|
Gambar 2. Grafik Peningkatan Rata-rata Kemampuan Representasi
Matematika
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada Tabel 5
menunjukkan bahwa pada kelompok problem-based learning, terdapat peningkatan
skor kemampuan representasi matematika sebelum perlakuan dengan setelah perla-
kuan yaitu sebesar 26,27, kelompok inquirybased learning terdapat peningkatan
sebesar 21,82, sedangkan kelompok pembelajaran konvensional terdapat 15,42.
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan
bahwa rata-rata kemampuan
representasi matematika siswa
yang mengikuti proses
pembelajaran dengan PBL lebih baik dibandingkan dengan IBL dan pembelajaran
konvensional. Adapun rata-rata kemampuan representasi matematika siswa yang
mengikuti proses pembelajaran dengan IBL juga lebih baik dibandingkan dengan
konvensional.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Representasi Matematika
Siswa
|
|
Pre
(%)
|
Post
(%)
|
Peningkatan (%)
|
T
|
0%
|
72,22%
|
72,22%
|
|
PBL
|
S
|
2,78%
|
27,78%
|
25%
|
|
R
|
97,22%
|
0%
|
|
|
T
|
0%
|
39,39%
|
39,39%
|
IBL
|
S
|
3,03%
|
54,55%
|
51,52%
|
|
R
|
96,97%
|
6,06%
|
|
|
T
|
0%
|
25,71%
|
25,71%
|
Kon
v
|
S
|
11,43%
|
48,57%
|
37,14%
|
|
R
|
88,57%
|
25,71%
|
|
Ket: T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah.
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa pada pretest dan
posttest mengalami peningkatan kemampuan representasi matematika siswa pada
masing-masing kelompok pada kategori tinggi dan sedang. Pada kelompok problem based
learning mengalami peningkatan masing-masing sebesar 72,22% dan 25%, pada kelompok
inquiry based learning masing-masing sebesar 39,39%% dan 51,52%, sedangkan pada
kelompok pembelajaran konvensional masing-masing sebesar 25,71% dan 37,14%.
|
Tabel 7. Deskripsi Data Motivasi Belajar Siswa
Rata-rata
|
89,47
|
121,33
|
91,21
|
111,79
|
88,31
|
101,94
|
SD
|
14,19
|
13,47
|
14,65
|
17,62
|
10,66
|
16,19
|
Max
|
115
|
139
|
115
|
139
|
105
|
132
|
Min
|
61
|
85
|
61
|
76
|
68
|
76
|
150
100
50
|
PBL
IBL
Konv
|
0
|
Pretest Posttest
|
Gambar 3. Grafik Peningkatan Rata-rata Motivasi Belajar Matematika
Siswa
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada Tabel 7
menunjukkan bahwa pada kelompok problem-based learning, terdapat peningkatan
skor motivasi belajar matematika siswa sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan
yaitu sebesar 31,86, pada kelompok inquiry based learning terdapat peningkatan sebesar
20,58, sedangkan pada kelompok pembelajaran konvensional terdapat 13,63.
Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar siswa yang
mengikuti proses pembelajaran dengan PBL lebih baik dibandingkan dengan IBL dan
konvensional. Adapun rata-rata motivasi belajar siswa yang mengikuti proses
pembelajaran dengan IBL juga lebih baik dibandingkan dengan konvensional.
|
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Matematika Siswa
|
ST
|
0
|
0
|
22
|
61,11
|
T
|
8
|
22,22
|
10
|
27,78
|
|
PBL
|
S
|
17
|
47,22
|
4
|
11,11
|
|
R
|
11
|
30,56
|
0
|
0
|
|
SR
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
ST
|
0
|
0
|
12
|
36,36
|
|
T
|
9
|
27,27
|
12
|
36,36
|
IBL
|
S
|
16
|
48,48
|
7
|
21,21
|
|
R
|
8
|
24,24
|
2
|
6,06
|
|
SR
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
ST
|
0
|
0
|
6
|
17,14
|
|
T
|
5
|
14,29
|
16
|
45,71
|
Konv
|
S
|
17
|
48,57
|
8
|
22,86
|
|
R
|
13
|
37,14
|
5
|
14,29
|
SR 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa pada kelompok
problem-based learning setelah perlakuan secara kumulatif 88,89% siswa memiliki
kategori motivasi belajar matematika yang tinggi dan sangat tinggi, sedangkan sebelum
perlakuan secara kumulatif hanya 22,22 %, sehingga dapat dikatakan terdapat
peningkatan motivasi belajar matematika
siswa sebesar
66,67%. Pada kelompok inquiry-based learning
sebesar 72,72% siswa yang memiliki kriteria motivasi belajar
matematika yang tinggi dan sangat tinggi, sedangkan sebelum perlakuan secara
kumulatif hanya 27,27% siswa, sehingga dapat dikatakan terdapat peningkatan
motivasi belajar matematika siswa sebesar 45,45%. Pada kelompok pembelajaran
konvensional sebesar 62,85% siswa yang memiliki kriteria motivasi belajar
matematika yang tinggi dan sangat tinggi, sedangkan sebelum perlakuan secara
kumulatif sebesar 14,29% siswa, sehingga dapat dikatakan terdapat peningkatan
motivasi belajar matematika siswa sebesar 48,60%.
Data penelitian ini selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
keefektifan dari masing-masing kelompok pembelajaran terhadap prestasi belajar,
kemampuan representasi matematika dan motivasi belajar siswa.
Analisis keefektifan ini digunakan uji one sample t test. Sedangkan untuk
mengetahui perbandingan keefektifan dari masing-masing kelompok belajar akan
dilaku- kan uji univariat dengan kriteria Bonferroni pada taraf signikansi 5%.
Sebelum dilakukan uji one sample t test dan uji univariat dengan kriteria
Bonferroni maka terlebih dahulu dilakukan Uji MANOVA dengan melihat nilai
signifkasi pada Wilks’ Lambda maka pemenuhan asumsi-asumsi multivariat perlu
dilakukan. Berikut hasil analisis pemenuhan asumsi normalitas dan homogenitas
multivariat baik sebelum maupun sesudah perlakuan ditunjukkan pada Tabel 9 dan
Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Multivariat
|
Kelas
|
Pre
|
Post
|
PBL
47,22% 58,33%
IBL 48,48% 51,52%
Konv 42,86% 45,71 %
Tabel 10. Hasil uji Box’s M
Pre Post
|
Box’s M
14,898 13,846
F 1,188 1,104
Sig. 0,285 0,351
Hasil analisis menunjukkan bahwa semua data baik tes awal maupun
tes akhir berdistribusi normal dan kelompok-kelompok data terkait uji MANOVA
memiliki matriks-kovarians yang sama. Karena kedua asumsi terpenuhi maka uji
MANOVA dan Uji univariat dapat dilakukan.
Selanjutnya dilakukan uji MANOVA untuk mengetahui perbedaan mean
masing-masing kelompok baik sebelum maupun sesudah perlakuan dengan melihat kriteria
Wilks’ Lambda. Berikut data hasil uji MANOVA baik sebelum maupun sesudah
perlakuan yang ditunjukkan pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Uji MANOVA (Wilks’ Lambda)
Pre
Post
Value
0.929 0.754
F
1.238 4.993
Sig. 0.288 0.00
Berdasarkan hasil uji MANOVA sebelum perlakuan menunjukkan angka
signikasi lebih besar dari 0,05 (0,288 > 0,05) maka hal ini menunjukkan
bahwa ketiga kelompok belajar memiliki mean kelompok yang sama artinya sebelum
penelitian dilakukan peneliti telah memastikan bahwa ketiga kelompok berasal
dari mean yang sama secara multivariat (H0 ditolak atau tidak terdapat perbedaan
mean antara kelompok belajar problem-based learning, inquiry-based learning dan
pembelajaran konvensional). Sedangkan hasil uji MANOVA setelah perlakuan
menunjukkan bahwa angka signikansi yang lebih kecil dari 0,05 (0,00 < 0,05)
maka hal ini menunjukkan
bahwa setelah
Berdasarkan Tabel 12
diketahui bahwa
problem-based learning dan inquiry-based learning ditinjau dari
prestasi belajar, kemam- puan representasi matematika dan motivasi belajar
siswa masing-masing memiliki nilai thitung sebesar 7,790 dan 2,167 untuk
prestasi, 8,255 dan 2,921 untuk kemampuan representasi matematika dan motivasi
belajar siswa sebesar 11,562 dan 5,390, ketiganya lebih besar dari ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa prob- lem-based learning dan inquiry-based
learning efektif ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi
matematika dan motivasi belajar siswa. Sedangkan pembelajaran konvensional
memiliki nilai thitung 1,125 untuk prestasi dan 0,593 untuk kemampuan
representasi matemati- ka, keduanya lebih kecil dari ttabel yaitu 2,032,
sedangkan nilai thitung
untuk motivasi sebesar
perlakuan ketiga kelompok terdapat perbedaan mean multivariat (H0
diterima atau terdapat per- bedaan mean antara kelompok belajar problem- based
learning, inquiry-based learning dan pembelajaran konvensional) artinya bahwa
sete- lah diberikan perlakuan ketiga kelompok terse- but menunjukkan adanya
perbedaan, perbedaan yang dimaksud adalah keefektifan dari masing- masing
kelompok belajar terhadap prestasi bel- ajar, kemampuan representasi matematika
dan motivasi belajar matematika siswa serta mem- bandingkan kelompok belajar
mana yang lebih efektif ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan representasi
matematika dan motivasi belajar matematika siswa. Untuk mengetahui keefektif-
an masing-masing kelompok belajar maka akan dilakukan uji one sample t test
sedangkan untuk mengetahui perbandingan keefektifan dari ma- sing-masing
kelompok belajar terhadap prestasi belajar, kemampuan representasi
matematika dan motivasi belajar siswa maka dilakukan uji Bonferroni.
Adapun hasil uji one sample t test dan uji Bonferroni akan disajikan
berturut-turut dalam Tabel 12 dan Tabel 13 di berikut ini:
|
Tabel 12. Uji Keefektifan
Kel
|
Variabel
|
|
df
|
thitg
|
ttab
|
|
Prestasi
|
80,00
|
36
|
7,790
|
2.030
|
PBL
|
Kemampuan Representasi Matematika
|
34,19
|
36
|
8,255
|
2,030
|
|
Motivasi
|
121,33
|
36
|
11,562
|
2,030
|
|
Prestasi
|
70,91
|
33
|
2,167
|
2,037
|
IBL
|
Kemampuan Representasi Matematika
|
29,76
|
33
|
2,921
|
2,037
|
|
Motivasi
|
117,79
|
33
|
5,390
|
2,037
|
|
Prestasi
|
61,94
|
35
|
1,125
|
2,032
|
Konv
|
Kemampuan Representasi Matematika
|
25,11
|
35
|
0,593
|
2,032
|
|
Motivasi
|
101,94
|
35
|
2,501
|
2,032
|
2,501 lebih besar dari ttabel yaitu 2,032, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konven- sional tidak efektif
ditinjau dari prestasi belajar dan kemampuan representasi matematika dan
efektif pada motivasi belajar siswa.
Tabel 13. Uji Perbedaan Keefektifan
Perbandingan
Kel
Variabel Sig
Prestasi Belajar
0,00
PBL dengan Konv
Kemampuan representasi matematika
0,00
IBL dengan Konv
PBL dengan IBL
Motivasi Belajar
0,00
Prestasi Belajar
0,037
KRM 0,036
Motivasi Belajar
0,039
Prestasi Belajar 0,032
KRM 0,046
Motivasi Belajar
0,045
Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bah- wa pada masing-masing
perbandingan kelom- pok antara PBL dengan Konv, IBL dengan Konv dan PBL dengan
IBL ditinjau dari prestasi bel- ajar, kemampuan representasi matematika dan
motivasi belajar siswa angka signifikansinya masing-masing lebih besar dari
0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat
perbedaan antara problem- based learning dibandingkan dengan pembel- ajaran
konvensional, (2) terdapat perbedaan an- tara inquiry-based learning
dibandingkan de- ngan pembelajaran konvensional, (3) problem- based learning
lebih efektif dibandingkan de- ngan inquiry-based learning ditinjau dari pres-
tasi belajar, kemampuan representasi matema- tika dan motivasi belajar siswa.
Pembahasan
Upaya pembangunan kualitas sumber daya manusia indonesia terus
dilakukan mela-lui berbagai institusi pendidikan dengan cara menerapkan
berbagai inovasi-inovasi yang baru, baik inovasi dalam hal teknologi maupun
inovasi dalam hal pembelajaran. Sesuai dengan harapan dari peraturan pemerintah
terkait ten- tang pendidikan, inovasi dalam bidang pem- belajaran termasuk
dalam pembelajaran mate- matika di sekolah menengah memang sangat dibutuhkan.
Inovasi dalam proses belajar meng- ajar salah satunya adalah inovasi yang bisa
dilakukan oleh guru dalam penerapan berbagai jenis inovasi dalam pembelajaran.
Mengingat pentingnya prestasi belajar, kemampuan repre- sentasi matematika dan
motivasi belajar siswa maka diperlukan suatu inovasi dalam pembel- ajaran yang
efektif terhadap ketiga aspek terse- but, sehingga sumber daya manusia
Indonesia dapat meningkatkan dan mampu menghadapi se- gala bentuk perubahan dan
perkembangan dalam era globalisasi.
Problem-based learning dan inquiry- based learning merupakan
pembelajaran yang sama-sama efektif dikarenakan kedua pembel- ajaran tersebut
memiliki karakteristik yang mampu membantu siswa meningkatkan kemam- puan
siswa, baik karakteristik yang diungkapkan oleh Arends (2008, p.42) maupun oleh
Tan (2004, p.8). Karakteristik tersebut dian-taranya
(1) masalah autentik atau (real-world) adalah sebagai titik awal
pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi siswa, dengan kata lain siswa
akan merasa tertantang untuk meng- gunakan kompetensi yang mereka miliki untuk
memecahkan masalah tersebut,
(2) dalam
menyelesaikan masalah siswa dituntut menggu- nakan berbagai sumber
pengetahuan dan infor- masi, (3) siswa fokus melakukan diskusi dan investigasi
untuk menyelesaikan masalah dalam kelompoknya sehingga akan terbiasa collabo-
rative, communicative, dan cooperative dalam menyelesaikan masalah sehari-hari,
dan (4) da- lam proses PBL menuntun siswa untuk mela- kukan evaluasi
penyelesaian masalah dengan memeriksa kembali solusi yang didapatkan atau
membandingkan dengan pekerjaan teman lain- nya.
Coffman (2009, p.1) menyebutkan bah- wa pembelajaran dengan inquiry
merupakan kegiatan pembelajatan yang akan melibatkan se- cara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara siste- matis,
kritis, logis dan analitis sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Tabel 4, Tabel 5 dan
Tabel 7 sesudah perlakuan (posttest) menunjukkan nilai rata-rata dari kelompok
problem-based learning dan inquiry- based learning lebih tinggi dibandingkan
de- ngan dengan kelompok pembelajaran konven- sional. Pada Gambar 1, Gambar 2
dan Gambar 3 menunjukkan juga bahwa nilai rata-rata dari kelompok problem-based
learning dan inquiry- based learning lebih tinggi dibandingkan de- ngan dengan
kelompok pembelajaran konven- sional.
Analisis juga dilakukan dengan uji one sample t test menunjukkan
bahwa problem- based learning dan inquiry-based learning efek- tif ditinjau
dari prestasi belajar, kemampuan representasi matematika dan motivasi belajar
siswa. Sedangkan pada kelompok pembelajaran konvensional efektif pada motivasi
belajar sis- wa, hal ini ditunjukkan pada Tabel 12. Jika ditinjau berdasarkan
nilai rata-rata (
) yang di- peroleh ketiga pembelajaran berdasarkan ketiga
aspek tersebut maka berdasarkan Tabel 12, problem-based learning dan
inquiry-based learning menunjukkan nilai rata-rata yang lebih tinggi
dibandingkan pembelajaran konvensional atau dengan kata lain bahwa
problem-based learning dan inquiry-based learning lebih efek- tif dibandingkan
dengan pembelajaran konven- sional terhadap prestasi belajar, kemampuan
representasi matematika dan motivasi belajar siswa.
Hasil analisis lanjut dilakukan juga untuk mengetahui perbandingan
keefektifan dari keti- ga kelompok pembelajaran tersebut. Berdasar-
kan Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat per- bedaan keefektifan
antara problem-based learn- ing dan inquiry-based learning dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Selain itu juga problem-based learning lebih efektif
diban- dingkan dengan inquiry-based learning ditinjau dari prestasi belajar,
kemampuan representasi matematika dan motivasi belajar siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pengujian hipotesis diper- oleh kesimpulan bahwa
pembelajaran problem- based learning dan inquiry-based learning lebih efektif
untuk meningkatkan prestasi belajar, ke- mampuan representasi matematika dan
motivasi belajar siswa. Secara lebih rinci, diperoleh ke- simpulan sebagai
berikut: (1) Problem-based learning efektif ditinjau dari prestasi belajar,
kemampuan representasi matematika dan moti- vasi belajar siswa, (2)
Inquiry-based learning efektif ditinjau dari prestasi belajar, kemampuan
representasi matematika dan motivasi belajar siswa, (3) Pembelajaran
konvensional efektif ditinjau dari motivasi belajar siswa, (4) Prob- lem-based
learning dan inquiry-based learning lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional ditinjau dari aspek prestasi belajar, kemampuan
representasi matematika dan moti- vasi belajar siswa, (5) Problem-based
learning lebih efektif dibandingkan dengan inquiry-based learning ditinjau dari
aspek prestasi belajar, ke- mampuan representasi matematika dan motivasi
belajar siswa.
Saran
Berdasarkan hasil dan temuan yang diper- oleh dalam penelitian ini
serta dengan memper- hatikan keterbatasan penelitian yang telah di- singgung,
saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut: (1) Disarankan kepada
dinas pendidikan atau kepala sekolah untuk meng- adakan pelatihan-pelatihan
kepada guru mate- matika untuk menguasai dan mengembangkan pembelajaran dengan
problem-based learning dan inquiry-based learning, dengan harapan da- pat
meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika sehingga dapat berpengaruh
positif terhadap proses belajar siswa, (2) Disarankan kepada guru untuk
menggunakan dan menerap- kan inovasi-inovasi baru dalam pembelajaran matematika
dengan menerapkan problem-based learning dan inquiry-based learning dalam pem-
belajaran matematika, (3)
Disarankan kepada
peneliti yang berminat untuk menerapkan kedua pembelajaran tersebut
pada materi yang lain se- hingga dapat memberikan bukti yang lebih kuat mengenai
keefefktifan kedua pembelajaran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R., I. (2008). Learning to teach. (Terjemahan Helly
Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). New York: McGraw Hill
Companies. (Buku Asli Diterbitkan tahun 2007).)
Arends, R., I., & Kilcher, A. (2010). Teaching for student
learning. New York: Routledge.
Azwar, S. (2011). Tes prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran
prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baden, M., S.,
& Major, C.,
H. (2004).
Foundations of problem-based learning. New York: Society for
Research into Higher Education & Open University Press.
Beetlestone, F. (2012). Creative learning. (diterjemahkan oleh
Narulita Yusron). Philadelphia: Open University Press. (Buku Asli diterbitkan
tahun 1998).
Coffman, T. (2009). Engaging students through inquiry-oriented
learning and techno- logy. Lanham: The Rowman & Littlefield Publishing
Group, Inc.
Depdiknas. (2006). Peraturan menteri Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Pendi-
dikan Nasional.
Duch, B., J., Groh, S., E., & Allen, D., E. (2001). The power
of problem-based learning. Sterling, Virginia: Stylus.
Harian Kompas 2 Juni 2012 “Banyak siswa tak lulus ujian matematika.
kompas edukasi. Di akses di http://edukasi.kompas.com
Hwang, W., Y., et al. (2007). Multiple represen- tation skills and
creativity effects on mathematical problem solving using a multimedia
whiteboard system. Educa- tional Technology And Society. Vol 10 no 2, pp
191-212.
Jacobsen, D., A., Eggen, P., & Kauchak, D. (2009). Methods for
teaching. (diterje- mahkan oleh Achmad Fawaid & Khoirul
Anam). New Jersey: Pearson Education, Inc. (Buku Asli Diterbitkan
tahun 2009).
Masykur, Ag., M., & Fathani, A., H. (2008). Mathematical
intelligence. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Moore, K. D. (2009). Effective instructional strategies: From
theory to practice (2nd..ed). Thousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc..
Mudjiman, H. (2007). Belajar mandiri (self- motovated learning).
Surakarta: Lem- baga Pengembangan Pendidikan
(LPP)
& UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Muijs, D., & Reynolds, D. (2008). Efective teaching. (Terjemah
Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). London: Sage
Publication Ltd. (Buku Asli Diterbitkan tahun 2008).
NCTM. (2000). Principles and standards for school mathematics.
Reton, VA: NCTM, Inc.
Santrock, J., W. (2009). Psikologi pendidikan (Penerjemah Diana
Angelica). New York: McGraw-Hill. (Buku Asli Diterbitkan Tahun 2008).
Santrock, J., W. (2011). Educational psycho- logy. New York:
McGraw-Hill.
Sobel, M. A., & Maletsky, E. M. (2004). Meng- ajar matematika,
sebuah buku sumber alat peraga, aktivitas dan strategi. (Terjemahan Suyono).
Needham Height, MA: Allyn & Balcon. (Buku asli diterbitkan tahun 1999).
Sudijono, A. (2008). Pengantar statistika pen- didikan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Tan, O., S. (2004). Enhancing thinking through problem-based
learning approaches. Bangkok: Cengage Learning.
Taylor, J., H., & Bilbrey, J., K., Jr. (2011). Teacher perceptions
of inquiry-based instruction vs teacher-based instruction. International Review
of Social Sciences and Humanities. Vol.2, No.1, pp. 152- 162.
Uno, H., B. (2011). Teori motivasi dan peng- ukurannya. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Venkat, H., & Assien, A., A. (2011). Mathe- matics in a
globalized world. Proceed- ings of the seventeenth national congress of the
association for mathematics education of south Africa (AMESA). Volume 1.
Published AMESA.
Wardhani, S., & Rumiati (2011). Instrumen penilaian hasil
belajar matematika smp: belajar dari pisa dan timss. Yogyakarta: PPPPTK
Matematika.
White, J., H., D., C., & Harbaugh, A., P. (2010).
Learner-centered instruction. Thousand Oaks, California: Sage.
Wolkfolk, A. (2007). Educational psychology (10rd ed). Boston:
Pearson Education.
Yunus, A., S., MD & Ali, W., Z., W. (2009).
Motivation in the learning of mathe- matics. European Journal of
Social Science, 7, 93-101.
No comments:
Post a Comment
you say