Perkembangan teori konseling saat ini mengalami kemajuan yang sangat
pesat. Hal ini tampak pada hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan pada
jurnal-jurnal penelitian baik skala nasional maupun internasional. Penelitian
yang dipublikasikan di jurnal-jurnal ilmiah pada dasarnya merupakan usaha
menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi pada dunia bimbingan dan
konseling. Fenomena yang terjadi di sekolah sebagai wahana pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling menjadi lahan yang baik bagi perkembangan teori
konseling.
Saat ini, di era globalisasi, permasalahan yang muncul di sekolah juga menjadi
semakin kompleks. Permasalahan tidak saja berkutat kepada kesulitan balajar,
tetapi juga masalah-masalah lain seperti narkoba, penyimpangan seksual dan
masih banyak lagi.
Permasalahan ini secara langsung akan berdampak kepada konselor sebagai ujung
tombak pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Keadaan seperti ini pada
dasarnya menuntut konselor untuk secara simultan mengembangkan kemampuan
konselingnya dengan didasarkan pada teori-teori konseling yang up to date.
1. TEORI KONSELING “TRAIT & FACTOR”
Beberapa tokoh utama teori sifat dan faktor adalah Walter Bingham,John
Darley,Donald G.Paterson, dan E.G. Williamson, tetapi tokoh yang paling
menonjol dan terkenal ialah Williamson karena pandangan dan konsepnya telah
banyak dipublikasikan dalam berbagai artikel,jurnal dan buku-buku. Teori sifat
dan faktor ini sering pula di sebut sebagai konseling direktif atau konseling
yang berpusat pada konselor.
A. Konsep Utama
Menurut teori ini,kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang
saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan,minat,sikap dan
tempramen.Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah (1) mengukur dan menilai
ciriciri seseorang dengan tes psikologis, (2) mendefinisikan atau menggambarkan
diri seseorang,(3) membantu orang untuk memahami diri dan lingkungannya, dan
(4) memprediksikan keberhasilan yang mungkin di capai di masa mendatang.
Hal mendasar bagi konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya
sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.
Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan
kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia. Dikatakan bahwa selanjutnya
tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam memperoleh
kemajuan memahami dan mengelola diri secara membantunya menilai kekuatan dan
kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan
karir (Shertzer & Stone,1980,171)
Asumsi pokokyang mendasari teori konseling sifat dan faktor adalah:
a. Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang
terorganisasikan secara unk,dan karena kemampuan kualitas relatif stabil
remaja,maka tes objektif dapat di gunakan untuk mengidentifikasikan
karakteristik-karakteristik.
b. Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan oerilaku kerja
tertentu.Oleh karena itu, maka identifkasi karakteristik para pekerja yang
berhasil merupakan suatu informasi yang berguna dalam membantu individu memilih
karir.
c. Kurikulum yang berbeda akan berbeda menuntut kapasitas dan minat yang
berbeda dan hal ini dapat di tentukan.Individu akan belajar dengan lebih mudah
dan efektif apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntunan kurikulum.
d. Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk
mengawali penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.Hasil di agnosa juga dapat
di jadikan dasar memprogram kehidupan rumaah tangga.
e. Setiap orang menyukai kecakapan dan keingingan untuk mengidentifikasikan
secara kognitif kemampuannya sendiri.Individu berusaha untuk medapatkan dan
memelihara kehidupannya dan memanfaatkan kecakapan dalam mencapai kepuasan
kerja dengan kehidupan rumah tangga.
B. Proses Konseling
Peranan konselor menurut teori sifat dan faktor adalah memberitahukan konseli
tentang berbagai kemampuannya yang diperoleh konselor melalui
testing.Berdasarkan hasil testing pula ia mengetahui kelemahan dan kekuatan
kepribadian konseli.
Menurut teori proses konseling di bagi menjadi lima tahap atau langkah utama
yaitu : (a) Analisis, (b) Sintesis, (c) Diagnosis, (d) Konseling dan (e) Tindak
lanjut.
a. Analisis merupakan tahapan kegiatan yang terdiri daripengumpulan informasi
dan data mengenai konseli.Sebeum konseling dilaksanakan, baik klien maupun
konselor harus mempunyai informasi yag dapat di percaya,tepaat relevan.Analisis
dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti :catatan
komulatif,wawancara,format distribusi waktu,otobiografi,catatn anekdot,tes
psikologis,dan sebagainya.
b. Sintesis merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data hasil analisis
yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat klien,kelemahan
serta,kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.
c. Diagnosis sebernarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan hendaknya
dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarah
kepermasalahan,sebab-sebabnya serta sifat-sifat klien.
d. Konseling merpakan hubungan memabntu konseli untuk menemukan sumber diri
sendiri maupun sumber di luar dirinya,baik di lembaga atau di sekolah dan
masyarakat dalam upaya mencapai perkemangan dan penyesuaian optimal,sesuai
dengan kemampuannya.
e. Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi masalh baru
dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehinggaa menjamin keberhasilan
konseling.
C. Tehnik Konseling
Tehnik konseling sifatnya khusus bagi setiap individu dan masalahnya.Setiap
teknik hanya dapat dipergunakan bagi masalah dan klien secara
khusus.Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling ialah:
a. Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor harus menerima konseli dalam
hubungan yang hangat,intim,bersifat pribadi,penuh pemahaman dan terhindar dari
hal-hal yang mengancam konseli.
b. Memperbaiki nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konseli harus memahami
kekuatan dan kelemahan dirinya,dan dibantu untuk mengggunakan kekuatannya dalam
upaya mengatasi kelemahannya.
c. Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertlak
dari pilihan,tujuan,pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukkan data
mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.
2. KONSELING “RATIONAL EMOTIVE”
Tokoh teori ini adalah Albert Ellis.Para ahli psikologis klinis sering
mengkhususkan diri dalam bidang konseling perkawinan dan keluarga.
A. Konsep Utama
Ellis memandang bahwa manusia itu bersifat rasional dan juga irasional.Orang
berprilaku dalam cara-cara tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak
dalam cara itu.Orang mempunyai derajat tinggi dalam sugestibilitas dan
emosionalitas yang negatif (kecemasan,rasa berdosa, permusuhan dan sebagainya).
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan
dua proses yang terpisah. Menurut Ellis pikiran dan emosi dua hal yang saling
bertumpang tindih,dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi di
sebabkan dan di kendalikan oleh pikiran. Padangan yang penting dalam teori ini
adalah konsep bahwa banyak perilaku emosional individu yang berpangkal pada
“selftalk” atau “omong diri” atau internalisasi kalimat-kalimat yaitu orang
yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pkiran dan emosi yang bersifat
negatif.
B. Proses Konseling
Tugas konselor menurut ellis ialah membantu individu yang tidak bahagia dan
menghadapi hambatan,untuk menunjukan bahwa: (a) kesulitannya disebabkan oleh
persepsi yang terganggu dan pikiran-pikiran yang tidak logis, dan (b) usaha
memperbaikinya adalah harus kembali kepada sebab-sebab permulaan.Konselor yang
efektif akan membantu klien untuk menguba pikiran,persaan dan perilaku yang
tidak logis.
C. Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Berdasarakan pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya
serta konsep-konsep teoritik dan RET,tujuan konseling rasional-emotif adala
sebagai berikut:
a) Memperbiki dan merubah sikap,persepsi cara berfikir,keyakinan serta
pandangan-pandangan klien yang irasional dan logis menjadi rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan dirimeningkatkan self actualizationya seoptimal
mungkin melalui prilaku kognitif dan afektif yang postif.
b) Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti
:rasa takut,rasa bersalah,rasa berdosa,rasa cemas,merasa was-was,rsa marah,
sebagai konseling dari cara berfikir.
Secara lebih khusus Ellis menyebutkan bahwa dengan terapi rasional-emotif akan
tercapai pribadi yang tertadai dengan:
a) Minat kepada diri sendiri.
b) Minat sosial.
c) Pengarahan diri.
d) Toleransi terhadap orang lain.
e) Fleksibilitas.
f) Menerima ketidakpastian.
g) Berfikir ilmiah.
h) Penerimaan diri.
i) Berani mengambil resiko.
Sebagai suatu bentuk hubungan yang bersifat membantu terapi rasional-emotif
mempunyai karakteristi:
a. Aktif-direktif
b. Kognitif-eksperensial.
c. Emotif-eksperensial.
d. Emotif-eksperensial.
e. Behavioristik.
f. Kondisional.
D. Tehnik-tehnik terapi
Terapi rasional-emotif menggunkan berbagai teknik-teknik yang bersifat
kognitif,afektif dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.Berikut
ini akan dikemukakan beberapa macam tehnik.
Teknik-teknik emotif (afektif)
a. Teknik Assertive Training, yaitu teknik yang digunakan untuk melatih da
mendorong membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya
dengan perilaku tertentu yang di inginkan.
b. Teknik sosiodarma, yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis
persaan menekan melalui suatu suasanan yang di dramatisasi sedemikian rupa
sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri.
c. Tehnik ‘self modeling’ atau ‘diri sebagai model’ yakni teknik yang digunakan
untuk meminta klien atau mengadakan “komitmen” dengan
konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
Tehnik-tehnik Behavioristik
a. Teknik Reinforcement (penguatan), yakni tehnik yang digunakan untuk
mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan
memberikan pujian verbal (reward) atau pun punisment (hukuman).Bila perilaku
klien mengalami kemajuan dalam arti positif,makaia di puji “baik” bila mundur
dalam arti masih negatif,maka dikatakan “tidak baik”.
b. Teknik social modeling (pemodelan social),yakni teknik yang digunakan untuk
memberikan perilaku-perilaku baru pada klien.Tehnik ini dilakukan agar klien
dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi
(peniruan),mengobservasi,dan menyesuaikan dirisendiri dengan model sosial yang
di buat itu.
c. Teknik Live models (model dari kehidupan nyata), yang digunakan
menggambarkan perilaku-perilaku tertentu,Khususnya situasi-situasi
interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial,interaksi dengaan
memecahkan masalah-masalah.
3. TEORI BEHAVIORAL
Pendekatan behavioral merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang secara
umum masih dipergunakan oleh para konselor. Tokoh pendekatan ini antara lain
adalah Bandura, Pavlov, Skinner dan masih banyak yang lainnya. Pendekatan ini
berasumsi bahwa perilaku manusia merupakan serangkaian hasil belajar. Apa
dilakukan oleh seseorang merupakan hasil produksi dari lingkungan yang dominan
seperti orang tua, sekolah, masyarakat atau orang lain yang berpengaruh
(significant other). Manusia dianggap sebagai mahkluk yang tidak mempunyai daya
apa-apa (determinitif). Manusia identik dengan robot, yang tidak memiliki
inisiatif dan hanya bisa melakukan sesuatu karena merespon sebuah perintah.
Walaupun teori ini (yang klasik) sudah banyak ditentang oleh aliran-aliran baru
dalam konseling, tetapi teori ini tetap saja eksis dengan melakukan beberapa
modifikasi. Skinner (dalam Soedarmadji dan Sutujono, 2005) menyatakan bahwa
pandangan teori behavioristik terhadap terhadap manusia adalah 1) perilaku
organisme bukan merupakan suatu fenomena mental, lebih ditentukan dengan
belajar, sikap, kebiasaan dan aspek perkembangan kepribadian, 2) perkembangan
kepribadian bersifat deterministik, 3) perbedaan individu karena adanya
perbedaan pengalaman, 4) dualisme seperti pikiran dan tubuh, tubuh dan jiwa
bukan merupakan hal yang ilmiah, tidak dapat diperkirakan dan tidak dapat
mengatur perilaku manusia dan 5) walaupun perkembangan kepribadian dibatasi
oleh sifat genetik, tetapi secara umum lingkungan dimana individu berada
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Uraian tersebut menunjukkan bahwa manusia
adalah sosok yang sangat deterministik.
Chamblers & Goldstein (dalam Gilliland, 1989) menyatakan bahwa tidak ada
batasan yang jelas mengenai pribadi yang sehat atau tidak sehat. Hal ini
disebabkan para tokoh aliran ini mengakui bahwa perilaku maladaptif adalah
seperti perilaku adaptif, yaitu dipelajari. Sehingga, tujuan konseling dalam
pendekatan ini adalah mengajak konseli untuk belajar perilaku baru, yaitu
perilaku yang dikehendaki oleh lingkungan yang dominan.
Terapi perilaku sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan konseling yang
lain. Perbedaan mencolok ditandai pada (a) pemusatan perhatian pada bentuk
perilaku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian tujuan
treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
dan (d) penafsiran yang obyektif terhadap hasil terapi (Corey, 2005).
4. TEORI HUMANISTIK
Pendekatan humanistik muncul karena ketidakcocokan dengan paradigma pendekatan
Behavioristik. Tokoh aliran humanistik antara lain adalah Abraham Maslow, Rogers,
Viktor Frankl dan masih banyak lagi yang lainnya. Para ahli ini secara mendasar
mengemukakan teori-teorinya berdasar pada pendekatan humanistik, hanya saja,
dalam pelaksanaan strategi konseling ada perbedaan-perbedaan.
Pendekatan humanistik yang dikembangkan oleh Abraham Maslow mendasarkan
pemikirannya pada teori tentang kebutuhan manusia. Dimana kebutuhan manusia
terdiri dari a) kebutuhan biologis dan phisik, b) kebutuhan rasa aman, c)
kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, d) kebutuhan harga diri dan e)
kebutuhan aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan yang diuraikan oleh Maslow menunjukkan bahwa bahwa manusia
akan terdorong untuk mencukupi kebutuhannya dan berusaha untuk menyelesaikan
kebutuhan-kebutuhannya (accomplished). Perilaku manusia akan termotivasi untuk
mencukupi kebutuhannya sampai dengan tingkat kebutuhan yang paling tinggi yaitu
aktualisasi diri.
Perkembangan teori humanistik semakin pesat setelah Rogers mengembangkan teori
person centered Therapy, dimana palayanan konseling dipusatkan kepada individu.
Pandangan teori Rogerian terhadap manusia adalah 1) organisme, merupakan
keseluruhan individu (the total individual, 2) Medan phenomenal, merupakan
keseluruhan pengalaman individu (the totally of experience), dan 3) Self,
merupakan bagian dari medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari
pola-pola pengamatan dan penillaian sadar dari “I” atau “Me”.
Rogers (dalam Soedarmadji & Sutijono, 2005) berpendapat bahwa pribadi yang
sehat bukan merupakan keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah
buka suatu tujuan”. Hal ini mempunyai makna bahwa pribadi yang sehat bukan
merupakan sesuatu yang ada sejak manusia dilahirkan, tetapi merupakan suatu
proses pembentukan yang tidak pernah selesai. Ini menunjukkan bahwa manusia
tidak statis (mandeg) tetapi lebih pada usaha untuk terus menjadi sesuatu
(becoming). Dengan demikian, Rogers menunjukkan bahwa individu yang sehat
adalah mereka yang 1) Terbuka dengan pengalaman baru (opennes to experience),
2) Percaya pada diri sendiri (trust in themselves), 3) mempergunakan
sumber-sumber dalam diri untuk melakukan evaluasi (internal source of
evaluation), dan 4) Keinginan untuk terus tumbuh (willingness to continue
growing).
Pribadi/individu yang tidak sehat menurut Rogers adalah mereka yang mengalami
ketaksejajaran (incongruence) antara konsep diri (self-concept) dengan
kenyataan yang ada. jika persepsi seseorang terhadap pengalaman itu terganggu
atau ditolak, maka keadaan maladjusment atau vulnerability akan muncul. Keadaan
incongruence ini dapat menimbulkan berbagai “penyakit” psikologis atau
“neurotic behavior” seperti kecemasan, ketakutan, disorganisasi dan selalu
menentukan nilai absolut. Dengan demikian, tujuan konseling yang akan dicapai
oleh pendekatan ini adalah melakukan revisi terhadap cara pandang konseli.
Pendekatan Rogerian bisa dikatakan tidak memiliki strategi khusus dalam
menangani masalah konseli. Hal ini dikarenakan dalam praktik konseling,
kualitas hubungan antara konselor dan konseli menjadi proritas utama untuk
mengentas permasalahan konseli. Hanya saja, untuk mencapai hal itu, maka
dikutuhkan kualitas konselor seperti
1) Genuineness,
2) Unconditional Positive Regard, dan
3) Empathic Understanding.
5. TEORI GESTALT
Teori Gestalt diperkenalkan oleh Frederick Perls. Gestalt dalam bahasa Jeman
mempunyai arti bentuk, wujud atau organisasi. Kata itu mengandung pengertian
kebulatan atau keparipurnaan (Schultz, 1991). Lebih lanjut, Simkin (dalam
Gilliland, 1989) menyatakan bahwa kata Gestalt mempunyai makna keseluruhan
(whole) atau konfigurasi (configuration). Dengan demikian Perls lebih
mengutamakan adanya integrasi bagian-bagian terkecil kepada suatu hal yang
menyeluruh. Integrasi ini merupakan hal penting dan menjadi fungsi dasar bagi
manusia.
Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore)
Posner (1905-1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan
turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal
mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya,
Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk
mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif
melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930
akhirnya mereka menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute
for Gestalt Therapy.
Teori Gestalt memandang manusia dengan asumsi-asumsi sebagai berikut, 1)
manusia merupakan suatu komposisi yang menyeluruh (whole) yang diciptakan dari
adanya interrelasi bagian-bagian, tidak ada satu bagian tubuh (tubuh, emosi,
pemikiran, perhatian, sensasi dan persepsi) yang dapat dipahami tanpa melihat
manusia itu secara keseluruhan, 2) seseorang juga merupakan bagian dari
lingkungannya dan tidak dapat dipahami dengan memisahkannya, 3) seseorang
memilih bagaimana merespon stimuli eksternal, dia merupakan aktor dalam
dunianya dan bukan reaktor, 4) seseorang mempunyai potensi untuk secara penuh
menyadari keseluruhan sensasi, pemikiran, emosi, dan persepsinya, 5) seseorang
mampu untuk membuat pilihan karena kesadarannya, 6) seseorang mempunyai
kemampuan untuk menentukan kehidupan secara efektif, 7) seseorang tidak
mengalami masa lalu dan masa yang akan datang; mereka hanya akan dapat
mengalami dirinya pada saat ini, dan 8) seseorang itu pada dasarnya baik dan
bukan buruk.
Menurut teori Gestalt, manusia sehat memiliki ciri-ciri antara lain 1) percaya
pada kemampuan sendiri, 2) bertanggungjawab, 3) memiliki kematangan, dan 4)
memiliki keseimbangan diri. Sebagai orang yang pernah mempelajari teori
psikoanalisa (walaupun ditolaknya) Frankl menunjukkan bahwa orang-orang tidak
sehat memiliki ciri-ciri sebagaimana yang disebutkan oleh teori psikoanalisa
sebagai deffense mechanism.
Perilaku menyimpang pada manusia seringkali tidak disadari oleh seseorang, atau
bahkan dia menolak bahwa mereka memiliki masalah. Dengan demikian, tujuan
konseling dalam keonseling Gestalt adalah reowning. Pengakuan (menyadari) bahwa
satu-satunya kenyataan yang kita miliki ialah kenyataan saat ini, orang serupa
itu tidak melihat ke belakang atau ke depan untuk menemukan arti atau maksud
dalam kehidupan (Schultz, 1991).
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami
masalahnya daripada hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat
abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara
langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan
bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara
penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya
memunculkan kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli.
Pengikut Gestalt selalu mempergunakan kata tanya “Apa/What” dan
“Bagaimana/How”. Mereka menjauhi pertanyaan “Mengapa/Why”. Hal ini dikarenakan
pertanyaan mengapa mempunyai kecenderungan untuk mengetahui alasan klien. Jika
hal ini dilakukan, maka secara tidak langsung konselor telah mengajak klien
untuk kembali ke masa lalunya. Selain itu, pertanyaan mengapa akan mengarahkan
klien untuk berbuat rasionalisasi dan mengadakan penipuan diri (self-deception)
serta lari dari kenyataan yang terjadi saat ini. Lari dari kenyataan yang
terjadi saat ini akanmembuat klien mandeg atau stagnasi. Beberapa teknik yang
dipegunakan antara lain,
1) teknik kursi kosong,
2) pekerjaan rumah,
3) perilaku yang diarahkan,
4) humor, dan
5) konseling kelompok
6. TEORI KONSELING “CLIENT-CENTERED”(BERPUSAT PADA KLIEN)
Konseling berpusat pada klien sering pula disebut sebagai teori diri (self-teory),konseling
non-direktif,dan konseling rogerian,Carl R.Roger di pandang sebagai pelopor dan
tokoh konseling tersebut.
A. Konsep Utama
Pendekatan konseling atau yang berpusat pada klien menekankan pada kecakapan
klien untuk isu yang penting bagi dirinya sendiri dan pemecahan masalahnnya
sendiri.Yang paling penting hubungan kualitas konseling adalah pembentukan
suasana hangat,permisif,dan penerimaan yang dapat membuat klien untuk
menjelajai struktur dirinya dalam hubungan dengan pengalaman uniknya.
B. Proses Konseling
Konseling yang berpusat pada klien memusatkan pada pengalaman individu.dalam
proses disorganisasi dan reorganisasi diri,konseling berupaya untuk
meminimalkan rasa diri terancam dan memaksimalakan serta menompang eksplorasi
diri.Konselor yang efektif yang berpusat pada klien adalah seorang yang dapat
mengembangkan sikaop pada organisasi dirinya. Dan dapat menerapkan secara
konsisten dengan teknik konseling.
Pada garis besarnya langkah-langkah proses terapi dalam konseling ialah sebagai
berikut:
a. Individu atas kemauannya sendiri datang kepada konselor atau terapis untuk
meminyta bantuan.Apalagi individu itu datangya atas petunjuk orang lain.
b. Situasi terapuetik ditetapkan sejak situasi permulaan telah didasarkan
,bahwa yag bertanggung jawab pada hal ini adalah klien.
c. Konselor mendorong memberikan klien agar mampu mengemukakan perasaannya
secara bebas berkenaan dengan masalahnya untuk “menolong”dirinya
sendiri,konselor harus memperhatikan sifat ramah,bersahabat dan menerima klien
sebgaimana adannya.
7. KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL
Psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Alder,sebagai suatu sistem yang
komperatif dalam memahami individu dalam kaitannya dengan lingkungan sosial.
Alder memisahkan diri dari psikoanalisa Freud karena ketidaksetujuannya keada
pandangan Freud.
A. Konsep Utama
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia di pandang
sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas (harga diri
kurang).Alder menyebutukan bahwa dalam kehidupan masyarakat,maskkulinitas
merupakan simbol superioritas,dan feminitas simbol inferioritas. Hal yang
penting lainnya adalah konsep minat kemasyarakatan (comunity interest) sebagai
bagian dari kualitas manusiawi. Minat sosial ini mendorong individu untuk
mencapai superioritas.Kecemasan timbul disebabkan oleh konsenterasi dalam
mencapai superioritas pribadi tanpa memperhitungkan kebutuhan orang lain.
B. Proses Konseling
Tujun konseling Alder adalah mengurangi intensitas perasaan rendah diri
(inferior) memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi,menetapkan
tujuan hidup hidup,mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain dan
meningkatkan kegiatan. Pendekatan Alder dalam proses konseling berdasarkan
bahwa klien telah membuat kesalahan gaya hidup dan konsepsi merekndakanya
tentang kenyataan.Konselor hendakanya membantu mereka untuk mencapai pandangan
terhadap kenyataan yang lebih baik dan benar.
Pendekatam konseling biasannya melibatkan pola hidup sekarang yang nampak dan
menelusuri kebelakang hingga konselor dan klien memperoleh kejelasan mengenai
tujuan superioritasnnya.Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer &
Stone,1980,204) ada tiga komponen pokok dalam memperoleh.Ketiga komponen
tersebut:
a) Memeroleh pemahaman gaya hidup klien yang spesifik,gejalaa dan
masalahnya,melalui empati,intuisi,dan penafsiran konselor.Dalam unsur ini
konselor membentuk hipotesis mengenai gaya hidup dan sitaasi klien.
b) Proses menjelaskan kepada klien,dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang
dikembangkan dalam komponen pertama,harus ditafsirkan dan di komunikasikan
kepada klien sehingga dapat diterima.psikologi individual menekannkan
pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap
kondisinya.Penjelasan konselor hendaknya sederhana dan terarah sehingga jelas
bagi klien dan cocok dengan pengalamananya sendiri.
c) Proses memperkuat minat sosial,klien dengan menghadapakan mereka,secara
seimbang, dan menunjukan minat dn kepedulian.
8. KONSELING ANALISIS TRANSAKSIONAL
Eric Berne dianggap sebagai pioner yang menerapkan teori analisa transaksional
dalam psikoterapi.Dalam terapi ini hubungan klien dengan konselor pandang
sebagai suatu transaksional.
A. Konsep Utama
Berne membagi psikoterapi konvesional menjadi dua kelompok ertama kelompok yang
melibatkan sugesti,dukungan kembali dan funsi paranetal lainnya,dan kedua adalah
kelompok yang melbatka pendekatan “rasional” .Teori analisi transaksional
berdasarkan pada munculan manifestasi dan pola-pola perilaku dengan klien. Hal
ini di disebut sebagai “transactional stimuls”.Orang lain kemudian akan
menyatakan dalam kaitan dengan stimulus.Kepribadian terdiri atas tiga “ego
state” yang dapat di pindah dari keadaan yang satu keadaan yang lain.
B. Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisa transaksional adalah mengejar
bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi dan membantu individu
untuk hidup dalam ego state dewasa ego lainya berfungsi secara tetap. Tujuan
konseling adalah membantu klien dalam memperogram pribadinya agar dapat membuat
ego state berfungsi pada saat tepat. Tetapi analisis transaksional membuat
orang dapat menganlisis transaksi dirinya sendiri.
Teknik-teknik daftar cek,analisis skript atau kuesioner digunakan untuk
mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.Banyak teknik analisis
transaksional dan gestalt dapat di gabungkan secara baik.Klien berpasrtisipasi
aktif dalam diagnosis dan diajarkan untuk membuat tafsiran sendiri dan
pertimbangan nilai sendiri. Teknik konfrontasi juga banyak digunakan dalam
analisis transaksional dan pengauan pertanyaan dan merupakan pendekatan dasar.
Untuk brelangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat di
perlukan.
C. Kontribusi
Berberapa keuntungan konseling analisis transaksional adalah antara lain:
a) Terminologi yang sederhana dapat di pelajari dengan mudah diterapakan dengan
segera pada perilaku yang kompleks.
b) Klien diharapkan dan mendorong untuk mencoba dalam hubungan diluar konseling
untuk mengubah perilaku yang salah.
c) Perilaku klien “disini dan sekarang”,merupakan cara untuk membawa perbaikan
klien.
d) Penekanan pada pengalaman masa kini dan lingkungan sosial.
No comments:
Post a Comment
you say