A. PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
Kepribadian
merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi
konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya
Dan
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan secara sempurna dengan dibekali
akal dan nafsu serta qolbu sebagai sesosok khalifah dimuka bumi ini, karenanya
dengan semua bekal tersebut manusia ada kalanya ketika akal fikirannya unggul
maka kedudukan manusia akanberada diatas malaikat Allah namun ketika hawa
nafsunya yang menjadi raja atas diri manusia kedudukannya tidak lebih dari
dibawah hewan.
Diantara
akal dan nafsu manusia yang saling bertentangan manusia juga dibekali qolbu
sebagai penyeimbang, sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan oleh
perilaku manusia, dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan
mengahsilkan suatu bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas
dari manusia akan terlihat.
Dalam
Al-Quran yang diturunkan oleh Allah SWT kurang lebih 14 abad yang lalu kepada
nabi Muhammad SAW dalam lembaran ayat-ayatnya telah menjelaskan kepada manusai
berbagai macam kepribadian yang tedapat dalam diri manusia, kepribadian
tersebut dapat diklasifikasikan dalam tiga posisi, yaitu kepribadian yang baik
atau khasanah (Muttaqin), kepribadian yang buruk atau dholalah (Kafirun) serta
yang terakhir kepribadian yang ada ditengah-tengahnya atau yeng lebih sering
kita kenal dengan kepribadian munafik, dalam makalah ini pemakalah akan berusaha
menyajikan sedikit tentang bentuk-bentuk kepribadian manusia yang telah ada dan
dijelaskan oleh Al-Quran dan disesuaikan dengan konseling trait dan faktor.
2. Rumusan
Masalah
Agar
pembahasan dalam makalah ini lebih terarah, maka penulis akan membatasai dengan
batasan sebagai berikut:
a. Sekilas
tentang teori trait dan faktor
b. Teori
konseling Trait and Factor dalam tinjauan atau persepektif Al-Qur’an (Islam)
c. Komponen
dan bentuk kepribadian dalam Al-Qur’an.
Tujuan
penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui bagaimana teori konseling trait dan factor
b. Ingin
mengetahui tinjauan Al-Qur’an tentang Trait dan factor atau kepribadian
c. Ingin
mengetahui komponen dan kepribadian dalam Al-Qur’an
d. Untuk
memenuhi tuntutan tugas makalah pada mata kuliah bimbingan dan konseling islam.
B. Teori
Konseling “ Trait & Factor”
Toko
utama teori sifat dan faktor adalah Walter Bingham, Jhon Darley, Donald G.
Paterson, dan E. G. Williamson. Teori sifat dan faktor sering pula disebut
sebagai konseling direktif atau konseling yang berpusat pada konselor.
Konsep
utama
Kepribadian
merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi
konseling sifat dan faktor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk
membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta
tugas konseling sifat dan faktor adalah membantu individu dalam memeperoleh
kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan
dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup
dan karir (Shertzer & Stone, 1980, 171).
Proses
konseling
Peranan
konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai
kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula
konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan
teori ini sering disebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam
konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli.
Williamson “ hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat
bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya
membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor
harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses
konseling dibagi 5 tahap :
Analisis,
merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi
klien atau konseli.
Sintetis,
merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang
sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya,
dan kemampuan penyesuaian diri.
Diagnosis,
sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat
menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan,
sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada
proses penyesuaian diri.
Diagnosis
terdiri dari 3 langkah penting:
a. Identifikasi
masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin
atau Pepinsky atau kategori lainya.
Kategori
diagnostik Bordin
•
Dependence atau ketergantungan
•
Lack of information atau kurangnya informasi
•
Self-conflict atau konflik diri
•
Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan
Kategori
Pepinsky
•
Lack of assurance atau kurangnya dukungan
•
Lack of information atau kurangnya informasi
•
Lack of Skill atau kurangnya keterampilan
•
Dependence atau ketergantungan
•
Self-conflict atau konflik diri
b. Menentuka
sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala.
c. Prognosis,
misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk
pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar
menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien
untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang
berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau
menerima.
Konseling,
merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun
sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian
optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
•
Belajar terpimpin menuju pengertian diri
•
Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai
tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
•
Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan
prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
•
Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif
•
Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
Tindak
lanjut, mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan
mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan
konseling.
Teknik
konseling
Teknik
konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat
menghindari kenyataan bahwa setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman
konseling” ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36)
Teknik-teknik
yang sering digunakan dalam proses konseling :
a. Penggunaan
hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat,
intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang
mengancam klien.
b. Memperbaiki
pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan
dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya
c. Pemberian
nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertolak dari
pilihan, tujuan, pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukan data
yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.
Ada
tiga metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor
●
Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan
jelas menyatakan pendapatnya.
●
Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
●
Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
●
Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan
pilihan atau keputusan serta implementasinya.
d. Menunjukan
kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasa tidak mampu
menangani masalah konseli, maka ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang
dopandang lebih kompeten untuk membantu konseli.
C. Teori
konseling Trait & Factor dalam tijauan atau persepektif Islam (Al-Qur’an)
Yang
telah kita ketahui bahwa TF adalah Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau
faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat,
sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling TF adalah asumsi bahwa
individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan
dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. setiap manusia mempunyai
kepribadian yang berbeda, kepribadian merupakan sifat mendasar pada diri
manusia baik itu dalam hati, jiwa, perilaku, atau fisik dan kepribadian
terbentuk dari pembawaan manusia itu sendiri dan dibentuk oleh lingkungan
sekitar.
Di
dalam Al-Qur’an menggambarkan deskripsi tentang manusia sebagai berikut :
"Allah
hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah". (Q.S
An-Nisa 4: 28)
"Dan
manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah
manusia bersifat tergesa-gesa". ( Q.S Al-Isra 17: 11).
Perbandingan
kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang
buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua
golongan itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran
(daripada Perbandingan itu)?. (Q.S Hud 11: 24).
Penjelasan bagaimana kepribadian dan keadaan orang yang bertakwa, orang bertakwa
yang kemudian disebut “Muttaqin” berasal dari mashdar “Ittiqa” yaitu hal
yang menjadi tameng sebagai penghalang antara dirinya dengan orang yang akan
mencelakakannya. Muttaqin adalah orang yang mengambil manfaat dari nur
Al-Qur’an sekaligus memetik kandungannya. selalu berusaha mencari pertolongan
serta kekuatan untuk melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an. mereka berharap
hidayah Allah dan berkemauan untuk menerima cahaya kebenaran.
Maksud Muttaqin adalah orang-orang yang hati,
ucapan dan perilakunya senantiasa mengejar ridho Allah serta menjauhi
siksaannya. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa lagi
beriman akan mendapat surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka
kekal didalamnya dengan ridho Allah dan mendapat tempat yang bagus disurga
‘And. adapun siksa yang harus dihindari terdapat dua macam yaitu siksa dunia
dan akherat. siksa dunia dapat dihindari dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta menghindari kekalahan dan putus asa, sedangkan siksa akherat dapat dicegah
dengan cara memelihara iman denga ikhlas, teguh memegang tauhid, serta beramal
sholeh.
Sedangkan orang kafir yang disebut “Kafirun”, memiliki sifat kufur yang berarti
penutup atau menyelimuti, maksudnya adalah menutupi kenikmatan dengan tidak menyatakan
syukur. kafir juga berarti mengingkari keesaan dan keberadaan Allah SWT dan
Rosul-Nya. disini Allah menjelaskan bahwa kesesatan dan penyelewengan
yang dilakukan oleh orang-orang kafir sudah melampaui batas , sehingga akan
sia-sia baik diberi peringatan atau tidak. karena Allah telah menutup
penglihatan dan pendengaran mereka dari kebenaran dan akhirnya mereka tidak
mampu lagi membedakan antara yang bermanfaat dan yang madharat.
Orang-orang kafir merasa bahwa dirinya mengadakan perbaikan dan kebaikan di
muka bumi padahal tanpa mereka sadari mereka telah melakukan kerusakan. mereka
juga berpendapat bahwa hanya orang yang bodoh yang beriman kepada Allah dan
Rosul-Nya padahal merekalah orang-orang yang bodoh.
Perlu diketahui juga bahwa diantara orang-orang kafir terdapat segolongan orang
yang disebut munafik. yakni orang-orang yang hanya beriman dimulut saja tetapi
hatinya ingkar. merekalah orang-orang kafir yang paling keji, sebab disamping
kekafirannya mereka juga mengejek, menipu dan memalsukan tindakannya. mereka
membeli kesesatan dengan petunjuk, karena mereka berani menukar petunjuk dengan
dusta dan kebohongan yang sesat.
Allah mengumpamakan mereka seperti orang yang
menyalakan api tetapi Allah menghilangkan cahayanya dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, mereka tetap dalam keadaan keadaan, buta, tuli dan bisu yaitu
keadaan kehilangan perasaan dan akal sehat, sehingga mereka tidak akan kembali
kejalan yang benar. apalah guna telinga apabila tidak digunakan untuk mendengar
nasehat para pemberi fatwa, apalah guna lisan apabila tidak digunakan untuk
mencari kebenaran serta mengungkapkan hal yang sulit sehingga menjadi mudah dan
apalah gunanya mata apabila tidak digunakan untuk melihat contoh-contoh yang
baik guna menambah petunjuk dan pengalaman. dijelaskan pula bahwa mereka
memilki rasa takut yang sangat besar dalam menghadapi kematian. itulah sebabnya
orang-orang munafik ini selalu menghindari medan perang kerena jangankan
menghadapi hunusan pedang dimendan perang, mendengar suara petirpun mereka
menutup telinga karena takut mati.
Banyak
juga teori yang mengklasifikasikan kepribadian seseorang menurut dasar
keilmuannya masing-masing
Hippocrates-
Galenus mengklasifikasikan kepribadian sebagai berikut:
Choleris,
bersifat penuh semangat dan berdaya juang tinggi
melanholis,
bersifat mudah kecewa dan berdaya juang rendah
phlegmatic,
bersifat tenang dan tidak mudah dipengaruhi
sanguinis,
bersifat ramah tetapi mudah berganti haluan
Sheldon
juga mengklasifikasikan manusia atas komponen kejasmanian, temperamen dan
psikiatris. sedangkan plato membedakan adanya tiga bagian jiwa yang menjadi
penopang suatu kepribadian yakni pikiran (logos), kemauan (themos), hasrat
(epithumid).
Kesimpulannya adalah kepribadian manusia itu bukan hanya jiwa tetapi merupakan
perpaduan antara hati, sifat, pemikiran, fisik, yang kemudian membentuk
perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan sekitar.
Manusia merupakan mahkluk yang paling mulia diciptakan di muka bumi karena
manusia diciptakan lengkap dengan hati dan akalnya serta komponen-komponen lain
yang tidak diberikan kepada mahkluk lain. tetapi seiring dengan perkembangannya
manusia bisa juga menempati lubang kehinaan yang disebabkan karena tidak
menggunakan atau meninggalkan akal sehat atau fitrahnya untuk mencari
kebenaran.
Secara sistematis, manusia dapat memperlihatkan kepribadiannya dengan hati,
lisan, dan prilakunya, sebagaimana seorang mukmin yang harus dapat membuktikan
keimanannya dengan mentasdikkan dengan hatinya, mengucapkan dengan lisannya,
serta mengamalkan dengan prilakunya. Sa’id Hawwa menyebutkan empat unsure yang
membentuk kepribadian manusia adalah hati, ruh, nafsu dan akal.
Hati disini
bukanlah yang terdapat dirongga dada yang dapat ditangkap secara indarawi namun
rasa ruhaniah yang halus yang bersifat ghaib yang menjadi tempat untuk keimanan
dan kekufuran, yang menjadi tempat bagi rasa cinta dan rasa benci, dialah yang
tahu, mengerti, dan paham, dialah yang mendapat perintah, yang dicela, yang
diberi sanksi, dan yang mendapat hukuman, dan hatilah yang mengendalikan
seluruh hidup manusia.
Ruh adalah
perasaan halus (lathifah) manusia, yang tahu dan mengerti dan sedikit sekali
manusia yang mengetahui tentang roh ini. firman Allah sebegai berikut:
Dan
mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S
Al-Isra 17: 85).
Nafsu adalah
jiwa manusia, nafsu atau jiwa bisa menjadi terpuji atau bahkan sebaliknya. bila
dikendalikan dengan baik maka akan menjadi jiwa yang tenteram tetapi bila jiwa
diserahkan kepada syetan maka akan menjadi jiwa yang menyerah.
Akal adalah
ilmu tentang hakikat segala sesuatu. akal ini bertempat dalam hati, bahkan ada
yang berpendapat bahwa akal adalah hati. akal adalah sifat orang yang berilmu
dan adakalnya juga dimaksudkan sebagai tempat terhimpunnya ilmu pengetahuan.
Manusia sebagai predikat mahkluk yang paling mulia atau sempurna berpotensi
untuk berkepribadian baik atau bahkan sangat baik serta berkepribadian buruk
atau bahkan sangat buruk. kepribadian bersifat dinamis kadang panas kadang
dingin, kadang tenang kadang resah, kadang tinggi kadang rendah, bisa beriman
bisa juga menjadi kufur, serta sifat baik tidak akan selalu selamanya baik
begitupun sebaliknya. meski bersifat dianamis, ia tetap dapat juga dijaga untuk
stabil sebagaimana manusia menjaga keimanannya dengan segala kenikmatannya atau
kukuh dengan kekufurannya dengan segala siksaannya.
Kepribadian manusia dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Al-Mu’minun
ayat 1-6
"Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam
salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela". (Q.S
Al-Mu’minun 23: 1-6).
Surat
Al-Mu’minun Ayat 1-6 menjelaskan kepada kita tentang salah satu pola
kepribadian manusia dalam Al-Qur’an yaitu Mukmin beserta ciri-cirinya, pada
Ayat 1-4 disebutkan ciri seorang mukmin, Sesungguhnya telah pasti beruntunglah
mendapat apa yang didambakannya sebagai orang-orang mukmin, yang mantap imannya
dan mereka buktikan kebenarannya dengan amal-amal sholeh yaitu mereka yang
khusyu’ dalam shalatnya, Khusyu’ disini ialah tenang, rendah hati, berserah
diri lahir dan batin serta perhatiannya terarah kepada shalat yang sedang
mereka kerjakan sehingga mereka memperoleh kebahagiaan atas sholatnya. Dimaksud
dengan kebahagiaan disini adalah orang-orang yang tidak acuh yakni tidak
memberi perhatian atau menjauhkan diri secara lahir dan batin dari hal-hal
tersebut.
Mukmin
menurut awal surat Al-Mu’minun adalah orang-orang yang membayar zakat yakni
menyisihkan sebagian harta bendanya yang sebenarnya milik orang lain atau
penyucian jiwa atas mereka yang melakukannya dengan sempurna dan tulus.
Sedangkan pada ayat 5-6 menyebutkan penyucian diri manusia dan hal yang pertama
disucikan adalah alat kelamin, karena perzinahan adalah puncak kerusakan moral
manusia. Pada ayat tersebut menjelaskan tentang konseporang mu’min yang
memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang selalu menjaga menyangkut kemaluan
mereka (pemelihara-pemelihara) yakni tidak menyalurkan kebutuhan biologisnya
melalui hal dan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama.[1]
Mengenai
asbabun nuzul yakni sebagai berikut Imam Hakim telah menyampaikan sebuah hadits
melalui sahabat Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. “Bilamana
melakukan shalat, selalu mengangkat pandangan kelangit”. Maka turunlah ayat
ini:yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya (QS. Al-Mu’minun 23: 2),
maka sejak saat itu Rasulullah saw. Menundukkan kepalanya jika sedang
mengerjakan shalat. Hadits ini disampaikan pula oleh Ibnu Murdawaih, hanya
lafaznya mengatakan, bahwa Rasulullah saw “menolehkan pandangannya, sedang
ia dalam shalat”. Disampaikan pula oleh Sa’id Ibnu Mansyur melalui Ibnu Sirin
secara mursal, yaitu dengan lafadz yang mengatakan: “bahwasannya Rasulullah
saw, membolak-balikkan pandangan matanya dalam shalat”,maka turunlah ayat ini.[2]
Dalam
surat Al-Mukminun diterangkan salah satu bentuk kepribadian manusia adalah
kepribadian seorang mukmin yang melakukan sholat secara khusyu’, tidak
mengerjakanLaghw atau hal-hal yang mampu membatalkan suatu amalan,
membayar zakat dan menjaga kemaluan kecuali kepada istri atau budak-budaknya.
Pengertian
Mukmin dalam salah satu referensi berarti mereka yang beriman atau percaya
kepada yang gaib (Allah, malaikat dan Ruh), menunaikan sholat menafkahkan
rezekinya kepada fakir miskin, yatim, beriman pada kitab Allah serta beriman
pada hari akhir, tipe ini digolongkan kepada tipe orang yang beruntung karena
telah mendapat petunjuk, kalimat definisi mukmin diatas diambil dari salah satu
hadits nabi yang diriwayatkan oleh muslim.[3]
Al-Baqarah
ayat 13-15
"Apabila
dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain
telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana
orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka
berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah
beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah
berolok-olok." Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan
mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (Q.S Al-Baqarah 2: 13-15).
Tafsir
pada ayat 13 menekankan bahwa beriman yang benar yaitu semua yang diucapkan
harus sesuai dengan yang ada dalam hatinya sebagaimana keimanan manusia yang
sempurna, indikator kesempurnaan disini adalah menyadari sebagai makhluk Allah
yang mesti tunduk dan patuh kepada-NYA. Namun yang terjadi pada orang munafik
adalah mereka mengaku meyakini beriman kepada Allah tapi disisi lain mereka
berkhianat dan memusuhi orang-orang yang beriman.
Pada ayat 14-15 menekankankepada penjelasan pada sifat dasar orang munafik yang bermuka dua, apabila ia bertemu dengan orang yang beriman ia mengaku beriman tetapi apabila ia bertemu dengan orang kafir ia juga mengaku kafir.[4]
Adapun
Asbabun Nuzul surat ini adalah: Allah berfirman: “dan jika mereka
mereka menemui orang-orang beriman” (QS. Al-baqarah 2: 14), diketengahkan oleh
Al Wahidi dan Tsa’labi, dari jalu Muhammad bin Marwan dan Assdiyush Shaghir,
dari al Kalbiy, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, katanya: ayat ini turun
mengenai Abdullah bin Ubai dan teman-temannya. Cerita bahwa pada suatu hari
mereka keluar lalu ditemui oleh segolongan sahabat Rasulullah saw, maka kata
Abdullah bin Ubai: “lihatlah, bagaimana orang-orang itu kuusir dari kalian!”
lalu ia maju kemuka dan menjabat tangan Abu Bakar seraya berkata: “selamat
untuk Shiddiq penghulu bani Tamim dan sesepuh agama islam, pendamping
Rasulullah di dalam gua dan telah membaktikan raga dan hartanya untuk
Rasulullah” kemudian dijabatnya pula tangannya Umar seraya berkata: “selamat
untuk penghulu bani Adi bin Kaab, faruq yang perkasa (Umar) dalam agama Allah
dan telah menyerahkan raga dan hartanya untuk Rasulullah.” Setelah itu
disambutnya tangan Ali seraya berkata: “selamat untuk saudara sepupu dan
menantu Rasulullah, penghulu bani Hasyim selain Rasulullah.” Kemudian mereka
berpisah, maka kata Abdullah kepada anak buahnya: “Bagaimana pendapat kalian
tentang perbuatan saya tadi? Nah jika kalian menemui mereka, lakukanlah seperti
yang saya lakukan itu!” mereka memuji perbuatannya itu, sementara kaum
muslilmin kembali kepada Nabi saw. Dan menceritakan peristiwa tersebut maka
turunlah ayat ini.[5]
Surat
Al-Baqarahayat 13-15 menjelaskan tentang ciri kepribadian manusia yang tidak
mempunyai pendirian, selalu berubah-ubah menurut kemauan, situasi kondisi yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, kepribadian tersebut lebih kenal dengan
kepribadian fasiq dengan orang yang melakukan kepribadian tersebut disebut
orang yang munafik.
Munafik
yaitu mereka yang beriman kepada Allah. Dan hari akhir tetapi keimanannnya
hanya dimulut saja, sementara hatinya ingkar. Mereka ingin menipu Allah dan
orang mu’min walaupun sebenarnya ia menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak
sadar. Hati mereka berpenyakit, dan semakin parah penyakitnya karena membuat
kerusakan, menambah kebodohan, persekutu dengan setan untuk mengolok-olok orang
mu’min. mereka tidak mendapat penerangan dan petunjuk, sehingga senantiasa
dalam kegelapan.[6]
Al-Baqarah:
27-28
"(yaitu)
orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan
memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya
dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?"(Q.S Al-Baqarah 2: 27-28).
Tafsir
pada ayat 27 menjelaskan tentangsifat-sifat orang fasik yaitu ada perjanjian
antara manusia dengan Allah yakni bahwa mereka mengakui keEsaan Allah, serta
ketundukan mereka kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mengurai yaitu
membatalkan dan melanggar perjanjian mereka dengan Allah pada perjanjian itu
sudah demikian kukuh mereka mengurainya sesudah perjanjian diikat teguh dengan
diutusnya para nabi dan rasul dengan bukti-bukti keEsaannya.
Tafsir
pada ayat 28 mengingatkan pada orang kafir bahwa sesungguhnya dulu mereka
adalah orang yang mati (orang yang tidak ada di dunia) kemudian dihidupkan dan
kemudian kembali kepada-Nya.
Asbabun
Nuzul surah ini adalah: Diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari As Saddiy dengan
sanad-sanadnya, tatkala Allah membuat dua buah perumpamaan ini bagi orang-orang
munafik yakni firmannya: “perumpamaannya mereka adalah seperti orang yang
menyalakan api”dan firmannya: “atau seperti hujan lebat dari langit”, orang-orang
munafik mengatakan, bahwa Allah lebih tinggi dan lebih agung sampai membuat
perumpamaan-perumpamaan ini. Maka Allah menurunkan: “Sesungguhnya Allah
tidak merasa malu untuk membuat tamsil perumpamaan.”Sampai dengan firman-Nya “merekalah
orang-orang yang merugi” (QS. Al-Baqarah 2: 26-27).
Bagian
terakhir dari tiga rangkaian ayat yang menjelaskan tentang kepribadian manusia
menjelaskan tentang kepribadian kafir, namun pada awal ayat pada bagian ini
lebih dulu menjelaskan tentang sifat orang fasiq yang suka melanggar perjanjian
serta bermuka dua, kemudian menjelaskan tentang ancaman kepada orang-orang
kafir agar mereka (orang kafir) mau berpikir bahwa sesungguhnya mereka tidak
berdaya dihadapan Allah SWT.
Pengertian
Kafir adalah mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang harus dipercayai sebagai
seorang mu’min, tipe seperti ini digambarkan sebagai tipe yang sesat, karena
terkunci hati, pendengaran dan penglihatannya dalam masalah kebenaran. Siksa Allah
yang pedih tentu menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
D. PENUTUP
Kesimpulan
Kepribadian
merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan
lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Manusia adalah makhluk
Allah yang diciptakan secara sempurna dengan dibekali akal dan nafsu serta
qolbu sebagai sesosok khalifah dimuka bumi ini, Diantara akal dan nafsu manusia
yang saling bertentangan manusia juga dibekali qolbu sebagai penyeimbang,
sehingga baik buruknya qolbu manusia bisa ditentukan oleh perilaku manusia,
dari setiap perilaku yang dikerjakan manusia setiap hari akan mengahsilkan
suatu bentuk kepribadian, dalam kepribadian tersebutlah ciri khas dari manusia
akan terlihat.
Pada
ayat yang disajikan pada makalah ini mencangkup surat Al-Mukminun Ayat 1-6,
surat Al-Baqarah ayat 13-15 serta ayat 27-28 menjelaskan tentang kepribadian
yang ada dalam diri manusia, kepribadian tersebut adalah kepribadian seorang
mukmin, kepribadian seorang munafik serta keribadian seorang yang kafir, setiap
kepribadian tersebut memiliki karekteristik seperti yang telah dijelaskan
diatas.
Saran
Pemakalah
menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak
kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan
yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa
pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada
pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Surya,
Mohamad (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Surya,
Mohammad (1994). Dasar-dasar Konseling Pendidikan (Konsep dan Teori).
Bandung: Bhakti Winaya.
Abdul
Mujib (2007), Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
M.
Quraish Shihab (2000), Tafsir Al-Mishbah Volume 1 dan 9, Ciputat : Lentera
Hati.
Imamjalalud-Din
Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi (1990), Tafsir Jalalain berikut Asbabun
Nuzul, Bandung : Sinar Baru.
[2] Imam
jalalud-Din Al-Mahally, Imam jalalud-Din Al-Suyuthi, Tafsir Jalalain
berikut Asbabun Nuzul, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hlm 293
No comments:
Post a Comment
you say