Teori
Kepribadian
Untuk
memahami lebih luas tentang pandangan Rogers terhadap manusia, Rogers
mengungkapakan bahwa terdapat tiga unsur yang sanat esensil hubungannya dengn
kepribadian, yaitu :
1. Self
adalah bagian dari kepribadian yang sangat penting. Self ini dibagi 2 yaitu :
Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini,
sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh
individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat
lebih kongruen.
2. Medan
fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang
diterimanya baik yang disadari amupun tidak.
3. Organisme
merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku,
dan keadaan fisik. Organisme memiliki satu kekuatan pendorong
tunggal – mendorong aktualisasi diri – dan satu gol tunggal dalam hidup – untuk
menjadi diri yang teraktualisasikan. Pengalaman dinilai apakah dapat member
kepuasan atau tidak, mula-mula secara fisik namun kemudian berkembang menjadi
kepuasan emosional dan sosial. Akhirnya konsep self itu mencakup gambaran siapa
dirinya, siapa seharusnya dirinya dan siapa kemungkinan dirinya.
Pendekatan
humanistik ini menjelaskan The Phenomenal Fielddimana tiap individu
melihat dunia melalui medan fenomenalnya sendiri (persepsi subyektif), sehingga
perilakunya perlu dipahami dari perspektif ini. Semua manusia memiliki potensi
yang baik dalam menjalani kehidupan untuk mencapai aktualisasi diri. Dinamika kepribadian
menurut Rogers yaitu:
1.
Kecenderungan mengaktualisasi
2.
Penghargaan positif dari orang lain
3. Fully
Functioning Person
B. Hakikat
manusia
Manusia
dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia
memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi,
kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu
mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya
1. Manusia
cenderung untuk melakukan aktualisasi diri
2. Perilaku
manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang fenomena dan individu
itu mereksi medan itu sebagaimana yang dipersepsikannya.
3. Mada
dasarnya manusi memiliki martabat dan berharaga, selain itu juga memiliki
nila-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya
4. Secara
mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif dan tidak merusak
dirinya
C. Perilaku
bermasalah
Perilaku
Bermasalah menurut Rogers adalah ketika tidak adanya hubungan yang kongruen
antara real self dan ideal selfnyaserta selfas thought to
be seen by others.
Dikataka
bermasalah apabial tidak ada kesesuaian antara pengalamna denagn self atau
dalam keadaan kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaamn dan
individu terus melakukan ditorsi dan penoalkan terhadap
pengalaman-pengalamannya.
Karekteristik
orang yang bermasalah Pangasingan, Ketidak selarasan antara pengalamn dengan
self, Mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidak konsistenan mengenai
konsep dirinya, Defensif, dan berperilaku salah penyesuaiannya
D. Prinsip
–prinsip konseling
1. Konseling
berpusat pada person difokuskan pada tangguang jawab dan kesangguapan klien
untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secra lebih sempurna
2. Menekankan
pada dunia fenomenal klien, denganjalan memberikan empati dan perhatian
terutama pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.
3. Konseling
ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun derajad
penyimpanagn psikologis yang lebih berat
4. Konseling
merupakan hubungan pribadi yang konstruktif
5. Konselor
perlu menunjukan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan terapatik yang
efektif kepada klien
E. Tujuan
konseling
Secara
ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya
pribadi yang kongruensi saja. Pada dasrnya tujuan konseling sama dengan tujuan
hidup “ pribadi yang berfungsi sepenuhnya”.
Tujuan
Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan
suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat
mengenal hambatan pertumbuhannya .
2. Membantu
klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar
kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan
spontanitas hidupnya.
3. Menyediakan
iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga
konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi
sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
4. Konseli
cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar,
lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih
hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa
ia perlu menjadi
F. Kondisi
konseling dan peran konselor
Dalam
pandangan Rogers konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam
pemecahan masalahnya. Agar peran ini dapat tercapai dan dipertahankan dan
tujuan konselor dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim yang mampu
menumbuhkan hbungan konseling. Ada enam kondisi yang diperlukan dan
memadahi bagi perubahan kepribadian :
1. Dua
orang berada dalam hubungan psikologis.
2. Orang
pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
3. Orang
kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam
berhubungan.
4. Terapis
merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
5. terapis
merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan
berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
6. Komunikasi
pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis
kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai
G. Tahapan
konseling/ Teknik Konseling
Penekanan
masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik, dan
mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.
Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor
tersebut. Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada
cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain dan
memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik amat digunakan sifat-sifat
konselor berikut:
a. Acceptance artinya
konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi sikap
konselor adalah menerima secara netral.
b. Congruence artinya
karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan
konsisten.
c. Understanding artinya
konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien
sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.
d. Nonjudgemental artinya
tidak member penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif
III. KONSELING
RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR
Menurut
Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan
untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku
rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan
bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional
seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi
yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional
tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional,
yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka,
sangat personal, dan irasional.
Berpikir
irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh
dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan
tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan
cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir
yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan
dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal
sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
A. Teori
Kepribadian
Pandangan
pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep
kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu,
yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka
pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1. Antecedent
event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu.
Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang
lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi
calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2. Belief
(B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional
(irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir
atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi
prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system
berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak
produktif.
3. Emotional
consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan
(B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain
itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus
melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa
menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari
keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih
dan kesepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa
tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang
tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang
perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan menyerang
keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Walaupun tidak terlalu
penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan
irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil
“pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara
otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab
telepon setelah mendengarnya berdering.
B. Asumsi
Tingkah Laku Bermasalah dan Karakteristik keyakinan yang irasional
Dalam
perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah,
didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang
irrasional.
Adapun
ciri-ciri berpikir irasional adalah :
1. Tidak
dapat dibuktikan
2. Menimbulkan
perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak
perlu
3. Menghalangi
individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Nelson-Jones
(1982) menembahkan karakteristik umumm cara berfikir irrasional yang dapat
dijumpai secara umum sebagai berikut :
1. Terlalu menuntut
Tuntutan
(EF) perintah, komando, dan perintah yang berlebihan oleh REBT dibedakan dengan
hasrat, pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi ketka individu
menuntut”harus” terpuaskan, dan bukan “ingin” terpuaskan. Tuntutan “harus”
menurut Ellis merupakan cara berfikir absolut tanpa ada toleransi. Tuntutan itu
membuata individu mengalami hambatan emosional.
2. Generalissasi
secara berlebihan
Ini
berarti individu mengangap sebuah peristiwa atau keadaan diluar batas-batas
yang wajar. Ini dapat diketahuai secara semantik”sayalah orang yang paling
bodoh di dunia”. Ini adalahovergeneralization, karena kenyataan dia bukan
orang yang terbodoh.
3. Penilaian
diri
Irrasional
ini, dimana seseorang selalu menilai harga dirinya (self rating). Hal ini
berakibat negatif, karena pemborosan waktu, cenderung tidak konsisten dan
selalu menuntut kesempurnaan.
4. Penekanan
(awfulizing)
Penekanan
memiliki tuntutan mengarah pada upaya peningkatan emosional dicampur dengan
kemampuan untuk problem solving yang rasional.
5. Kesalahan
atribusi
Kesalahan
dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang
lain, atau sebuah peristiwa. Kesalah atribusi adalah sama dengan alasan palsu
diri seseorang/orang lain dan umumnya menimbulkan emosional
6. Anti
pada kenyataan
Terjadi
karena tidak dapat menunjukan fakta empiris secara tepat. Orang yang irrasional
akan dapat menunjukan fakta secara empiris
7. Repetisi
Keyakinan
yang irasioanal cenderung terjadi berulang-ulang sebagaimana ditekankan oleh
Ellis, seseorang cenderung mengajarkan dirinya sendiri denagn
pandangan-pandanganyang menghambat dirinya.
C. Hakikat
Manusia
Teori
Rasional Emotif Behaviour Terapi adalah aliran yang berlandaskan asumsi bahwa
manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur
maupun berpikir irasional atau jahat. Manusia memiliki kecenderungan untuk
memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan mencintai, bergabung
dengan yang lain serta tumbuh dan mengaktualkan diri dan manusia juga mempunyai
kecenderungan untuk berbuat yang sebaliknya serta manusia juga mempunyai
kecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang fungsional
dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
REBT
menekankan bahwaa manusia berfikir,beremosi,dan bertindak secara
stimulant.jarang manusia bertindak secara simultan.jarang manusia beremosi
tanpa berfikir,sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas
suatu situasi yang spesifik. Reaksi emosional seseorang sebagian besar
disebabkan oleh evaluasi, interprestasi dan filosofi yang didasari maupun tidak
disadari oleh individu. hambatan emosional adalah akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan penuh prasangka.berpikir irrasional itu diawali dari
berpikir yang tidak logis yang diperoleh oleh orang tua dan kultur tempat
dibesarkan.
D. Tujuan
Konseling
1. Memperbaiki
dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya
seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Ellis
berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima
diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan
disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka
yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana
apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu
menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada
lainnya.
E. Tahapan
konseling
Gorge
dan Cristian (1984) mengungkapkan tahap-tahap konseling REBT :
a. Proses
untuk menunjukan kepada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka
memahami bagaimana dan mengapa dirinya menjadi demikian, dan menunjukan
hubungan gangguan yang irrasional dengan ketidak bahagiaan dan gangguan
emosional.
b. Membantu
klien meyakini bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesediaan klien untuk
dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami klien untuk melakukan
disputing terhadap keyakinan yang irrasional
c. Membantu
klien lebih “mendebatkan”(diputing). Gangguan yang tidak tepat yang
dipertahankan selama ini menuju cara pikir yang irrasional.
F. Peranan
konselor
Konselor
REBT diharapkan dapat memberikan penghargaan posif tanpa syarat kepada klien
(unconditional self-acceptence) penerimaan diri tanpa syarat., bukan dengan
syarat (conditioning regard).
Karakteristik
Proses Konseling Rasional-Emotif :
1. Aktif-direktif,
artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu
mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2. Kognitif-eksperiensial,
artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien
dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3. Emotif-ekspreriensial,
artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek
emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4. Behavioristik,
artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan
mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.
G. Aplikasi
konseling
REBT
dapat diterapkan daalm beberapa macam konseling, termasuk didalamnaya adalah
konseling individul, kelompok, terapi singkat, terapi keluarga, terapi seks,
dan situasi kelas. Klien REBT adalah klien yang mengalami kecemasan pada
tingkat moderat, gangguan neorotik, gangguan karekter, psikosomatik, gangguan
makan, ketidak mapuan dalam hubungan interpersonal, problem perkawinan, keterampilan
dan pengasuhan, adiksi, dan difingsi seksual. Denagn catatan tidak terlalu
serius gangguannya. Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai
teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan
kondisi klien.
Daftar
Pustaka
Latipun.
2010. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Corey,
Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama
http://eanun17trwn.blogspot.com/2011/01/konseling-rasional-emotif-behaviour.html
http://adhisusilokons.wordpress.com/2011/05/27/pendekatan-konseling-berpusat-pada-konseli-person-centered/
A
No comments:
Post a Comment
you say