IBX5A82D9E049639

Monday, 23 April 2018

KONSELING BERPUSAT PADA PERSON


Teori Kepribadian
Untuk memahami lebih luas tentang pandangan Rogers terhadap manusia, Rogers mengungkapakan bahwa terdapat tiga unsur yang sanat esensil hubungannya dengn kepribadian, yaitu :
1.    Self adalah bagian dari kepribadian yang sangat penting. Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut. Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen.
2.    Medan fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya baik yang disadari amupun tidak.
3.    Organisme merupakan keseluruhan totalitas individu, yang meliputi pemikiran, perilaku, dan keadaan fisik. Organisme  memiliki satu kekuatan pendorong tunggal – mendorong aktualisasi diri – dan satu gol tunggal dalam hidup – untuk menjadi diri yang teraktualisasikan. Pengalaman dinilai apakah dapat member kepuasan atau tidak, mula-mula secara fisik namun kemudian berkembang menjadi kepuasan emosional dan sosial. Akhirnya konsep self itu mencakup gambaran siapa dirinya, siapa seharusnya dirinya dan siapa kemungkinan dirinya.
Pendekatan humanistik ini menjelaskan The Phenomenal Fielddimana tiap individu melihat dunia melalui medan fenomenalnya sendiri (persepsi subyektif), sehingga perilakunya perlu dipahami dari perspektif ini. Semua manusia memiliki potensi yang baik dalam menjalani kehidupan untuk mencapai aktualisasi diri. Dinamika kepribadian menurut Rogers yaitu:
1. Kecenderungan mengaktualisasi
2. Penghargaan positif dari orang lain
3. Fully Functioning Person
  
B.     Hakikat manusia
Manusia dalam pandangan Rogers adalah bersifat positif. Ia mempercayai bahwa manusia memiliki dorongan untuk selalu bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi, kooperatif, konstrukstif dan memiliki kebaikan pada inti terdalam tanpa perlu mengendalikan dorongan-dorongan agresifnya
1.    Manusia cenderung untuk melakukan aktualisasi diri
2.    Perilaku manusia pada dasarnya sesuai dengan persepsinya tentang fenomena dan individu itu mereksi medan itu sebagaimana yang dipersepsikannya.
3.    Mada dasarnya manusi memiliki martabat dan berharaga, selain itu juga memiliki nila-nilai yang dijunjung tinggi sebagai hal yang baik bagi dirinya
4.    Secara mendasar manusia itu baik dan dapat dipercaya, konstruktif dan tidak merusak dirinya

C.    Perilaku bermasalah
Perilaku Bermasalah menurut Rogers adalah ketika tidak adanya hubungan yang kongruen antara real self dan ideal selfnyaserta selfas thought to be seen by others.
Dikataka bermasalah apabial tidak ada kesesuaian antara pengalamna denagn self atau dalam keadaan kongruensi yang segala pengalamannya dianggap ancaamn dan individu terus melakukan ditorsi dan penoalkan terhadap pengalaman-pengalamannya.
Karekteristik orang yang bermasalah Pangasingan, Ketidak selarasan antara pengalamn dengan self, Mengalami kecemasan yang ditunjukkan oleh ketidak konsistenan mengenai konsep dirinya, Defensif, dan berperilaku salah penyesuaiannya

D.    Prinsip –prinsip  konseling
1.      Konseling berpusat pada person difokuskan pada tangguang jawab dan kesangguapan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secra lebih sempurna
2.      Menekankan pada dunia fenomenal klien, denganjalan memberikan empati dan perhatian terutama pada persepsi klien dan persepsinya terhadap dunia.
3.      Konseling ini dapat diterapkan pada individu yang dalam kategori normal maupun derajad penyimpanagn psikologis yang lebih berat
4.      Konseling merupakan hubungan pribadi yang konstruktif
5.      Konselor perlu menunjukan sikap-sikap tertentu untuk menciptakan hubungan terapatik yang efektif kepada klien

E.     Tujuan konseling
Secara ideal tujuan konseling berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang kongruensi saja. Pada dasrnya tujuan konseling sama dengan tujuan hidup “ pribadi yang berfungsi sepenuhnya”.
Tujuan Konseling dengan pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
1.      Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya .
2.      Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayaanyang lebih besar kepada dirinya,keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan meningkatkan spontanitas hidupnya.
3.      Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling sedemikian sehingga konseli, dengan menggunakan hubungan konseling untuk self-exploration, menjadi sadar akan blok/hambatan ke pertumbuhan.
4.      Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri lebih besar, lebih sedia untuk meningkatkan diri sebagai lawan menjadi mandeg, dan lebih hidup dari standard internal sebagai lawan mengambil ukuran eksternal untuk apa ia perlu menjadi

F.     Kondisi konseling dan peran konselor
Dalam pandangan Rogers konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam pemecahan masalahnya. Agar peran ini dapat tercapai dan dipertahankan dan tujuan konselor dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim yang mampu menumbuhkan hbungan konseling. Ada enam kondisi yang diperlukan dan memadahi bagi perubahan kepribadian :
1.         Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
2.         Orang pertama disebut client, ada dalam keadaan tidak selaras, peka dan cemas.
3.         Orang kedua disebut terapis, ada dalam keadaan selaras atau terintegrasi dalam berhubungan.
4.         Terapis merasakan perhatian positif tak bersyarat terhadap client.
5.         terapis merasakan pengertian yang empatikterhadap kerangka acuan internal client dan berusaha mengkomunikasikan perasaannya ini kepad terapis.
6.         Komunikasi pengertian empatik dan rasa hormat yang positif tak bersyarat dari terapis kepada client setidak-tidaknya dapat dicapai

G.    Tahapan konseling/ Teknik Konseling
Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik, dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor. Implementasi teknik konseling didasari oleh paham filsafat dan sikap konselor tersebut. Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain dan memahaminya (klien). Karena itu dalam teknik amat digunakan sifat-sifat konselor berikut:
a.  Acceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana adanya dengan segala masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral.
b.  Congruence artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan konsisten.
c.   Understanding artinya konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana dilihat dari dalam diri klien itu.
d.  Nonjudgemental artinya tidak member penilaian terhadap klien, akan tetapi konselor selalu objektif

III.             KONSELING RASIONAL EMOTIF BEHAVIOR
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.

A.       Teori Kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.         Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.         Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.         Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.

B.        Asumsi Tingkah Laku Bermasalah dan Karakteristik keyakinan yang irasional
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, didalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.

Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
1.        Tidak dapat dibuktikan
2.        Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
3.        Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Nelson-Jones (1982) menembahkan karakteristik umumm cara berfikir irrasional yang dapat dijumpai secara umum sebagai berikut :
1.         Terlalu  menuntut
Tuntutan (EF) perintah, komando, dan perintah yang berlebihan oleh REBT dibedakan dengan hasrat, pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi ketka individu menuntut”harus” terpuaskan, dan bukan “ingin” terpuaskan. Tuntutan “harus” menurut Ellis merupakan cara berfikir absolut tanpa ada toleransi. Tuntutan itu membuata individu mengalami hambatan emosional.
2.         Generalissasi secara berlebihan
Ini berarti individu mengangap sebuah peristiwa atau keadaan diluar batas-batas yang wajar. Ini dapat diketahuai secara semantik”sayalah orang yang paling bodoh di dunia”. Ini adalahovergeneralization, karena kenyataan dia bukan orang yang terbodoh.
3.         Penilaian diri
Irrasional ini, dimana seseorang selalu menilai harga dirinya (self rating). Hal ini berakibat negatif, karena pemborosan waktu, cenderung tidak konsisten dan selalu menuntut kesempurnaan.
4.         Penekanan (awfulizing)
Penekanan memiliki tuntutan mengarah pada upaya peningkatan emosional dicampur dengan kemampuan untuk problem solving yang rasional.
5.         Kesalahan atribusi
Kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang lain, atau sebuah peristiwa. Kesalah atribusi adalah sama dengan alasan palsu diri seseorang/orang lain dan umumnya menimbulkan emosional
6.         Anti pada kenyataan
Terjadi karena tidak dapat menunjukan fakta empiris secara tepat. Orang yang irrasional akan dapat menunjukan fakta secara empiris
7.         Repetisi
Keyakinan yang irasioanal cenderung terjadi berulang-ulang sebagaimana ditekankan oleh Ellis, seseorang cenderung mengajarkan dirinya sendiri denagn pandangan-pandanganyang menghambat dirinya. 

C.       Hakikat Manusia
Teori Rasional Emotif Behaviour Terapi adalah aliran yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional atau jahat. Manusia memiliki kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan mencintai, bergabung dengan yang lain serta tumbuh dan mengaktualkan diri dan manusia juga mempunyai kecenderungan untuk berbuat yang sebaliknya serta manusia juga mempunyai kecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang fungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
REBT menekankan bahwaa manusia berfikir,beremosi,dan bertindak secara stimulant.jarang manusia bertindak secara simultan.jarang manusia beremosi tanpa berfikir,sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interprestasi dan filosofi yang didasari maupun tidak disadari oleh individu. hambatan emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan penuh prasangka.berpikir irrasional itu diawali dari berpikir yang tidak logis yang diperoleh oleh orang tua dan kultur tempat dibesarkan.

D.       Tujuan Konseling
1.         Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2.         Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.

E.       Tahapan konseling
Gorge dan Cristian (1984) mengungkapkan tahap-tahap konseling REBT :
a.         Proses untuk menunjukan kepada klien bahwa dirinya tidak logis, membantu mereka memahami bagaimana dan mengapa dirinya menjadi demikian, dan menunjukan hubungan gangguan yang irrasional dengan ketidak bahagiaan dan gangguan emosional.
b.         Membantu klien meyakini bahwa berpikir dapat ditantang dan diubah. Kesediaan klien untuk dieksplorasi secara logis terhadap gagasan yang dialami klien untuk melakukan disputing terhadap keyakinan yang irrasional
c.         Membantu klien lebih “mendebatkan”(diputing). Gangguan yang tidak tepat yang dipertahankan selama ini menuju cara pikir yang irrasional.
F.        Peranan konselor
Konselor REBT diharapkan dapat memberikan penghargaan posif tanpa syarat kepada klien (unconditional self-acceptence) penerimaan diri tanpa syarat., bukan dengan syarat (conditioning regard). 
Karakteristik Proses Konseling Rasional-Emotif :
1.        Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan masalahnya.
2.        Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang rasional.
3.        Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan tersebut.
4.        Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku klien.

G.      Aplikasi konseling
REBT dapat diterapkan daalm beberapa macam konseling, termasuk didalamnaya adalah konseling individul, kelompok, terapi singkat, terapi keluarga, terapi seks, dan situasi kelas. Klien REBT adalah klien yang mengalami kecemasan pada tingkat moderat, gangguan neorotik, gangguan karekter, psikosomatik, gangguan makan, ketidak mapuan dalam hubungan interpersonal, problem perkawinan, keterampilan dan pengasuhan, adiksi, dan difingsi seksual. Denagn catatan tidak terlalu serius gangguannya. Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.




Daftar Pustaka
Latipun. 2010. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press
Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama
http://eanun17trwn.blogspot.com/2011/01/konseling-rasional-emotif-behaviour.html
A

No comments:

Post a Comment

you say