PENDEKATAN
INTEGRATIF / EKLEKTIK
Pendekatan
konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada berbagai konsep dan
tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Ekslektikisme berpandangan
bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur dan teknik. Karena
itu eklektikisme “dengan sengaja” mempelajarai berbagai teori dan menerapkannya
sesuai dengan keadaan riil klien. Konseling Eklektik dapat pula disebut dengan
pendekatan Konseling Integratif. Perkembangan pendekatan ini sudah dimulai
sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan
mengumpulkan dan mengevaluasi semua metode konseling yang ada (Gilliland dkk,
1984).
A.
Pandangan tentang manusia
Menurut Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme dan eklektikisme. Perbedaan ketiga aliran ini menjelaskansebagai berikut :
1. Formalisme atau Puritisme bahwa penganut aliran ini akan “ menerima atau tidak sama sekali” penganut ini setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoritisknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Dan teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya.
2. Sinkretisme bahwa setiap teori adalah baik, efektif dan positif. Dan pandangan ini menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Sinkretisme akan mencampur adukkan teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
3. Eklektikisme akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan situasinya.
Menurut Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme dan eklektikisme. Perbedaan ketiga aliran ini menjelaskansebagai berikut :
1. Formalisme atau Puritisme bahwa penganut aliran ini akan “ menerima atau tidak sama sekali” penganut ini setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoritisknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Dan teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya.
2. Sinkretisme bahwa setiap teori adalah baik, efektif dan positif. Dan pandangan ini menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Sinkretisme akan mencampur adukkan teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
3. Eklektikisme akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan situasinya.
B.
Tujuan Konseling
Menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku dan eklektis berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.
Menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku dan eklektis berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.
C.
Proses Konseling
Carkhuff sebagai salah satu seorang ahli pada pendekatan eklektik mengemukakan model konseling sistematik yaitu : tahap eksplorasi masalah, tahap perumusan masalah, tahap identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, tahap penilaian dan umpan balik (Gilliland, 1984). Keenam tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Eksplorasi Masalah, bahwa konselor menciptakan hubungan baik dengan klien, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi, perasaan dan arti dari pada yang dibicarakan klien.
Carkhuff sebagai salah satu seorang ahli pada pendekatan eklektik mengemukakan model konseling sistematik yaitu : tahap eksplorasi masalah, tahap perumusan masalah, tahap identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, tahap penilaian dan umpan balik (Gilliland, 1984). Keenam tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Eksplorasi Masalah, bahwa konselor menciptakan hubungan baik dengan klien, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi, perasaan dan arti dari pada yang dibicarakan klien.
2.
Tahap perumusan Masalah, masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi maupun
tingkah laku diperhatikan oleh konselor. Konselor dan klien merumuskan dan
membuat kesepakan masalah apa yang sedang dihadapinya.
3.
Tahap Identifikasi alternatif, konselor bersama klien mengidentifikasi
alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yang telah disepakati.
Alternatif yang diidentifikasi adalah yang tepat dan realistik. Konselor
membantu klien menyusun daftar alternatif-alternatif dan klien memiliki
kebebasan untuk memilih alternatif yang ada dan konselor tidak boleh menentukan
alternatif yang harus dilakukan klien.
4.
Tahap Perencanaan, klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternatif dan
menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan menyangkut apa saja yang akan
dilakukan. Rencana yang baik jika realistik, bertahap, tujuan setiap tahap juga
jelas dan dapat dipahami oleh klien.
5.
Tahap Tindakan atau Komitmen, tindakan berarti operasionalisasi rencana yang
disusun. Konselor perlu mendorong klien untuk berkemauan melaksanakan rencana
itu.
6.
Tahap Penilaian dan Umpan Balik, konselor dan klien perlu mendapatkan umpan
balik dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka
perlu dicari apa yang menyebabkan dan klien harus bekerja mulai dari tahap yang
awal lagi.
D.
Teknik / Strategi Konseling
1. Hubungan Konselor dan Klien ; konselong eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien dan hubungan ini tergantung pada (a) iklim konseling, (b) ketrampilan hubungan, (c) komunikasi verbal dan non verbal (d) kemampuan mendengarkan. Kemampuan konselor dalam menciptakan hubungan akan membantu proses konseling.
2. Interview ; eklektik memandang sebagai strategi untuk mmbangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interview merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interview akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasi alasan datang ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata krama, mekanisme harapan dan keterbatasan hubungan konseling.
3. Asesmen, meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya, asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya.
4. Perubahan Ide, alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat flaksibel, jika alternatif yang semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
1. Hubungan Konselor dan Klien ; konselong eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien dan hubungan ini tergantung pada (a) iklim konseling, (b) ketrampilan hubungan, (c) komunikasi verbal dan non verbal (d) kemampuan mendengarkan. Kemampuan konselor dalam menciptakan hubungan akan membantu proses konseling.
2. Interview ; eklektik memandang sebagai strategi untuk mmbangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interview merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interview akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasi alasan datang ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata krama, mekanisme harapan dan keterbatasan hubungan konseling.
3. Asesmen, meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya, asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya.
4. Perubahan Ide, alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat flaksibel, jika alternatif yang semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
E.
Keterbatasan / Teori
Sebagaimana yang dikemukakan Gilliland dkk (1984) konseling eklektik merupakan teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut eklektik beranggapan bahwa konselor ekslektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian. Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961) mengemukan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang diperoleh dari studi secara individual terhadap klien yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan. Bahwa pandangan ini mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme dan faktor sosial budaya. Integritas dimaksudkan bahwa orgaanisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan, mengubah dan mengalami integrasi pada tingkat yang berbeda. Integritas tertinggi pada individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory intigrity) dari keseluruhan kebutuhan.
Sebagaimana yang dikemukakan Gilliland dkk (1984) konseling eklektik merupakan teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut eklektik beranggapan bahwa konselor ekslektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian. Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961) mengemukan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang diperoleh dari studi secara individual terhadap klien yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan. Bahwa pandangan ini mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme dan faktor sosial budaya. Integritas dimaksudkan bahwa orgaanisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan, mengubah dan mengalami integrasi pada tingkat yang berbeda. Integritas tertinggi pada individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory intigrity) dari keseluruhan kebutuhan.
PENDEKATAN
INTEGRATIF / EKLEKTIK
Pendekatan
konseling eklektik berarti konseling yang didasarkan pada berbagai konsep dan
tidak berorientasi pada satu teori secara eksklusif. Ekslektikisme berpandangan
bahwa sebuah teori memiliki keterbatasan konsep, prosedur dan teknik. Karena
itu eklektikisme “dengan sengaja” mempelajarai berbagai teori dan menerapkannya
sesuai dengan keadaan riil klien. Konseling Eklektik dapat pula disebut dengan
pendekatan Konseling Integratif. Perkembangan pendekatan ini sudah dimulai
sejak tahun 1940-an, yaitu ketika F.C Thorne menyumbangkan pemikirannya dengan
mengumpulkan dan mengevaluasi semua metode konseling yang ada (Gilliland dkk,
1984).
A.
Pandangan tentang manusia
Menurut Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme dan eklektikisme. Perbedaan ketiga aliran ini menjelaskansebagai berikut :
1. Formalisme atau Puritisme bahwa penganut aliran ini akan “ menerima atau tidak sama sekali” penganut ini setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoritisknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Dan teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya.
2. Sinkretisme bahwa setiap teori adalah baik, efektif dan positif. Dan pandangan ini menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Sinkretisme akan mencampur adukkan teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
3. Eklektikisme akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan situasinya.
Menurut Capuzzi dan Gross (1991) mengemukakan bahwa dalam penerapannya ada tiga macam aliran konseling, yaitu formalisme atau puritisme, sinkretisme dan eklektikisme. Perbedaan ketiga aliran ini menjelaskansebagai berikut :
1. Formalisme atau Puritisme bahwa penganut aliran ini akan “ menerima atau tidak sama sekali” penganut ini setuju dengan teori tertentu sehingga seluruh kerangka teoritisknya secara bulat tanpa ada kritik sedikitpun. Dan teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya.
2. Sinkretisme bahwa setiap teori adalah baik, efektif dan positif. Dan pandangan ini menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Sinkretisme akan mencampur adukkan teori yang satu dengan yang lain sesuai dengan kehendaknya sendiri.
3. Eklektikisme akan menyeleksi berbagai pendekatan yang ada. Prinsipnya setiap teori memiliki kelemahan dan keunggulan. Suatu teori dapat diterapkan sesuai dengan masalah klien dan situasinya.
B.
Tujuan Konseling
Menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku dan eklektis berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.
Menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku dan eklektis berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.
C.
Proses Konseling
Carkhuff sebagai salah satu seorang ahli pada pendekatan eklektik mengemukakan model konseling sistematik yaitu : tahap eksplorasi masalah, tahap perumusan masalah, tahap identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, tahap penilaian dan umpan balik (Gilliland, 1984). Keenam tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Eksplorasi Masalah, bahwa konselor menciptakan hubungan baik dengan klien, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi, perasaan dan arti dari pada yang dibicarakan klien.
Carkhuff sebagai salah satu seorang ahli pada pendekatan eklektik mengemukakan model konseling sistematik yaitu : tahap eksplorasi masalah, tahap perumusan masalah, tahap identifikasi alternatif, tahap perencanaan, tahap tindakan atau komitmen, tahap penilaian dan umpan balik (Gilliland, 1984). Keenam tahap ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap Eksplorasi Masalah, bahwa konselor menciptakan hubungan baik dengan klien, membangun saling kepercayaan, menggali pengalaman klien pada perilaku yang lebih dalam, mendengarkan apa yang menjadi perhatian klien, menggali pengalaman-pengalaman klien dan merespon isi, perasaan dan arti dari pada yang dibicarakan klien.
2.
Tahap perumusan Masalah, masalah-masalah klien baik afeksi, kognisi maupun
tingkah laku diperhatikan oleh konselor. Konselor dan klien merumuskan dan
membuat kesepakan masalah apa yang sedang dihadapinya.
3.
Tahap Identifikasi alternatif, konselor bersama klien mengidentifikasi
alternatif-alternatif pemecahan dari rumusan masalah yang telah disepakati.
Alternatif yang diidentifikasi adalah yang tepat dan realistik. Konselor
membantu klien menyusun daftar alternatif-alternatif dan klien memiliki
kebebasan untuk memilih alternatif yang ada dan konselor tidak boleh menentukan
alternatif yang harus dilakukan klien.
4.
Tahap Perencanaan, klien menetapkan pilihan dari sejumlah alternatif dan
menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan menyangkut apa saja yang akan
dilakukan. Rencana yang baik jika realistik, bertahap, tujuan setiap tahap juga
jelas dan dapat dipahami oleh klien.
5.
Tahap Tindakan atau Komitmen, tindakan berarti operasionalisasi rencana yang
disusun. Konselor perlu mendorong klien untuk berkemauan melaksanakan rencana
itu.
6.
Tahap Penilaian dan Umpan Balik, konselor dan klien perlu mendapatkan umpan
balik dan penilaian tentang keberhasilannya. Jika ternyata ada kegagalan maka
perlu dicari apa yang menyebabkan dan klien harus bekerja mulai dari tahap yang
awal lagi.
D.
Teknik / Strategi Konseling
1. Hubungan Konselor dan Klien ; konselong eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien dan hubungan ini tergantung pada (a) iklim konseling, (b) ketrampilan hubungan, (c) komunikasi verbal dan non verbal (d) kemampuan mendengarkan. Kemampuan konselor dalam menciptakan hubungan akan membantu proses konseling.
2. Interview ; eklektik memandang sebagai strategi untuk mmbangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interview merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interview akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasi alasan datang ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata krama, mekanisme harapan dan keterbatasan hubungan konseling.
3. Asesmen, meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya, asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya.
4. Perubahan Ide, alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat flaksibel, jika alternatif yang semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
1. Hubungan Konselor dan Klien ; konselong eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien dan hubungan ini tergantung pada (a) iklim konseling, (b) ketrampilan hubungan, (c) komunikasi verbal dan non verbal (d) kemampuan mendengarkan. Kemampuan konselor dalam menciptakan hubungan akan membantu proses konseling.
2. Interview ; eklektik memandang sebagai strategi untuk mmbangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interview merupakan tahap untuk membuka dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interview akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dan klien, mengidentifikasi alasan datang ke konselor, membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata krama, mekanisme harapan dan keterbatasan hubungan konseling.
3. Asesmen, meramalkan gaya hidup, pandangan, kesehatan mental kliennya, asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya.
4. Perubahan Ide, alternatif pemecahan dilaksanakan dengan sangat flaksibel, jika alternatif yang semula ternyata tidak efektif maka pemecahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif. Konselor membutuhkan fleksibilitas pemikiran dan fleksibilitas dalam pemecahan masalah.
E.
Keterbatasan / Teori
Sebagaimana yang dikemukakan Gilliland dkk (1984) konseling eklektik merupakan teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut eklektik beranggapan bahwa konselor ekslektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian. Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961) mengemukan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang diperoleh dari studi secara individual terhadap klien yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan. Bahwa pandangan ini mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme dan faktor sosial budaya. Integritas dimaksudkan bahwa orgaanisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan, mengubah dan mengalami integrasi pada tingkat yang berbeda. Integritas tertinggi pada individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory intigrity) dari keseluruhan kebutuhan.
Sebagaimana yang dikemukakan Gilliland dkk (1984) konseling eklektik merupakan teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut eklektik beranggapan bahwa konselor ekslektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian. Teori kepribadian eklektik pada dasarnya menggabungkan elemen-elemen yang valid dari keseluruhan teori ke dalam satu kerangka kerja untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Thorne (1961) mengemukan konseling eklektik menggunakan data klien yang utama adalah data yang diperoleh dari studi secara individual terhadap klien yang meliputi keseluruhan kehidupan sehari-hari yang terus mengalami perubahan. Bahwa pandangan ini mencakup konsep yang terintegritas, bersifat psikologis, perubahan dinamis, aspek perkembangan organisme dan faktor sosial budaya. Integritas dimaksudkan bahwa orgaanisme berada dalam perkembangan yang terjadi secara terus menerus dan organisme itu sendiri secara konstan mengembangkan, mengubah dan mengalami integrasi pada tingkat yang berbeda. Integritas tertinggi pada individu adalah aktualisasi diri atau integritas yang memuaskan (satisfactory intigrity) dari keseluruhan kebutuhan.
No comments:
Post a Comment
you say